Connect with us

SUARA PEMBACA

Jaga dan Bangun Bali dengan Kritik

Published

on

TELAH diketahui ajeg Bali kini makin menguat ketika desa adat makin diberi peran besar oleh pemerintah daerah melalui penetapan Perda Provinsi Bali No. 4 Tahun 2019. Mereka menjaga Bali terutama dari aspek keberlangsungan mekanisme kehidupan masyarakat adat di Bali. Dengan Perda ini, para pemangku adat di Bali diharapkan makin percaya diri dalam menjaga adat Bali dan sekaligus mempunyai wewenang mengatur dirinya sendiri.

Selain itu, Bali juga harus dijaga oleh kritik. Kritik di sini lebih bersifat pengawasan yang bersifat obyektif, logik dan jauh dari prasangka-prasangka emosional. Di sinilah dengan bebas tanpa tekanan kaum intelektual Bali, lembaga-lembaga non pemerintah seperti LSM, forum pemerhati/pengamat, para akademisi kampus mengambil peran ‘di luar pagar’ melakukan evaluasi kritis terhadap segala dinamika Bali.

Di masa era awal-awal reformasi, beberapa lembaga memainkan peran ini. Lembaga-lembaga nonpemerintah seperti Forum Merah Putih, LBH Bali, Yayasan Manikaya Kauci, Walhi Bali, untuk menyebut beberapa nama, melakukan keberanian menawarkan kritik terutama terhadap pemangku kebijakan publik. Forum Merah Putih bahkan dalam seminggu tiga kali mengadakan siaran radio untuk menyuarakan sikap intelektual mereka terhadap realitas sosial. Dalam diskusi radio tersebut, para pakar dan intelektual Bali diberi tempat menyampaikan sikap mereka terhadap berbagai hal, terutama menyangkut kepentingan publik Bali.

Bertumbuhnya lembaga-lembaga nonpemerintah ketika awal-awal reformasi itu dengan sikap kritisnya mendapat dukungan masyarakat. Indikasi ini, misalnya, dapat dilihat dari dialog interaktif yang disiarkan lewat radio yang bekerja sama dengan radio suasta. Juga beberapa anggota Forum Merah Putih sering menyikapi suatu keadaan masyarakat atau kebijakan-kebijakan publik di koran-koran lokal. Mereka melakukan kritik secara proporsional dan menawarkan juga alternatif pemecahannya.

Advertisement

Suka atau tidak, Bali harus diawasi oleh kritik. Saatnya kini di Bali ditumbuhkan kembali lembaga-lembaga yang berani melakukan evaluasi menyeluruh sebagaimana pada masa awal-awal reformasi. Dasar pengawasan, evaluasi, kritik harus dilandasi oleh sense of belonging, rasa peduli yang tulus terhadap Bali berikut segala budayanya, bukan dengan maksud ‘tawar-menawar’ demi maksud-maksud terselubung.

Kritik bagi Bali adalah untuk menjaga Bali itu sendiri. kritik adalah cara lain membangun Bali dengan mengambil posisi pengawasan yang serius, kritis dan obyektif. Pembangunan Bali yang dilakukan pemda-pemda tingkat 2 atau pemda tingkat 1; realitas-realitas sosial yang berlangsung di luar pemerintahan adalah tak luput dari kritik yang dilakukan lembaga-lembaga nonpemerintah atau intelektual dan pakar dan akademisi kampus.

Karena, tanpa kehadiran kritik, banyak yang mungkin bisa terjadi. Tanpa kehadiran kritik, kita tak lagi peka terhadap suatu perencanaan, kita tak terlatih untuk berpikir kritis, tak berfungsinya penalaran yang belasan tahun kita dapatkan dari dunia pendidikan. Mengutip sebuah judul buku: Nothing Without Crtic! ***

Advertisement

Laman: 1 2 3 4 5

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Warning: Undefined variable $user_ID in /home/jarrakpos/public_html/wp-content/themes/zox-news/comments.php on line 49

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply