Connect with us

DAERAH

Relasi Konsep Tri Hita Karana Dengan Ensiklik Laudato Si

Published

on

Penulis: Maximelianus Manek Amleni
(Mahasiswa Fakultas Filsafat)

Tri Hita Karana merupakan suatu konsep atau ajaran yang dimiliki oleh agama Hindu yang menjelaskan akan pemahaman mengenai hubungan antara sesama bisa hidup berdampingan, saling bertegur sapa satu dengan yang lain, tidak ada riak-riak kebencian, penuh toleransi dan penuh rasa damai.

Tri Hita Karana bisa diartikan secara leksikal yang berarti tiga penyebab kesejahteraan. Istilah ini terambil dari kata tri yang artinya tiga, hita yang artinya keseimbangan atau sejahtera, dan karana yang artinya penyebab. Ketiga hal tersebut adalah Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan.

Kalo kita lihat lebih jauh, maka unsur- unsur Tri Hita Karana itu meliputi : Sanghyang Jagatkarana (Tuhan Yang Maha Esa), bhuana (alam), dan manusia. Unsur- unsur Tri Hita Karana itu terdapat dalam kitab suci Bhagavad Gita (III.10), berbunyi sebagai berikut: “Sahayajnah prajah sristva pura vaca prajapatih anena prasavisya dhvan esa vo’stivistah kamadhuk.” (Pada jaman dahulu, Prajapati menciptakan manusia dengan yajna dan bersabda “dengan ini engkau akan berkembang dan akan menjadi kamadhuk dari keinginanmu).

Advertisement

Kehidupan umat Hindu selama ini adalah sebagai berikut: hubungan antara manusia dengan Tuhannya yang diwujudkan dengan Dewa yadnya, hubungan manusia dengan alam lingkungannya yang diwujudkan dengan Bhuta yadnya, sedangkan hubungan antara manusia dengan sesamanya diwujudkan dengan Pitra, Resi, Manusia Yadnya. Padahal, hubungan ini jauh daripada itu. Misal Parahyangan bisa saja diwujudkan dengan PHBS di Pura, yaitu menjaga kebersihan, keindahan dan kesucian di Pura juga merupakan wujud hubungan bhakti kita kepada Hyang Widhi.

“Laudato Si’, mi’ Signore,” “Terpujilah Engkau, Tuhanku,” Begitulah Paus Fransiskus memulai bait-bait awal ensiklik keduanya. Didahului dengan ucapan yang ia kutip dari ucapan Santo Fransiskus dari Asisi, pendahulunya ratusan tahun lalu, Paus Fransiskus memulai penegasan sikapnya yang lahir dari refleksi keimanan atas realitas dunia yang hadir saat ini. Dua ratus empat puluh enam paragraf dari keseluruhan ensiklik ini berbicara soal bagaimana seharusnya manusia beragama dan beriman bersikap atas alam dan lingkungannya.

Laudato Si adalah seruan kenabian di tengah krisis lingkungan hidup dewasa ini. Krisis ini mengancam kelangsungan ekosistem bumi dan masa depan peradaban manusia juga dipertaruhkan. Dalam situasi seperti ini, diperlukan suara kerasulan yang menggugah dan menggugat manusia modern untuk mengubah pola hidupnya yang yang memicu kerusakan lingkungan hidup.

Pada Laudato Si paragraf 101, Paus Fransiskus membuat pernyataan tegas bahwa hampir tidak ada gunanya “menggambarkan gejala-gejala krisis ekologis tanpa mengakui akarnya dalam manusia.” Jika akar masalahnya adalah manusia, maka kunci solusinya juga manusia. Paus Fransiskus mau mengajak seluruh orang yang berkehendak baik untuk bersama-sama merawat lingkungan hidup sebagai rumah kita bersama. Paus Fransiskus menyampaikan harapannya dalam LS paragraf 14: “Saya mengundang dengan mendesak agar diadakan dialog baru tentang bagaimana kita membentuk masa depan planet kita. Kita memerlukan percakapan yang melibatkan semua orang, karena tantangan lingkungan yang kita alami, dan akar manusianya, menyangkut dan menjadi keprihatinan kita semua.”

Advertisement

Dari harapan Paus melalui ensiklik Laudato Si ini kita dapat memahami bahwa krisis ekologi atau kedaruratan ekologi yang saat ini terjadi akan dapat ditanggulangi dengan adanya komitmen bersama dari seluruh pihak untuk mengatasinya. Krisis ekologi atau kedaruratan ekologi merupakan masalah bagi seluruh manusia sehingga menuntut tanggungjawab bersama untuk mengatasinya sebagai usaha merawat rumah bersama.

Ensiklik Laudato Si memuat sebuah prinsip mengenai merawat bumi sebagai rumah bersama. Prinsip tersebut sebagai prinsip ASG yang tidak terlepas dari landasan kerangka iman Katolik. Landasan iman Katolik yang mendasari prinsip merawat bumi sebagai rumah bersama (prinsip ekologis) bertolak dari Kitab Kejadian 2:15.

Berdasarkan kedua konsep di atas, sebagai manusia kita perlu memperhatikan makna inti dari pesan atau ajaran tersebut. tidak perlu mementingkan asal usul kebudayaan dan permasalahan agama, namun sebagai manusia kita perlu memaknai dan menjalankan pesan yang disampaikan kedua ajaran dan konsep tersebut sebagai telaah dan pegangan bagi hidup kita. lingkungan yang sedang sakit menunggu kita sebagai manusia untuk merawatnya sampai sembuh, jika kita lepaskan maka Allah dan Hyang Widhi akan terluka oleh perilaku kita yg kurang bertanggungjawab kepada sesama ciptaan lainnya.

Tri Hita Karana dan Laudato Si mengajarkan kita untuk peduli terhadap situasi alam sekitar dan relasi kita antar sesama dan juga relasi dengan Allah atau Hyang Widhi. Dengan demikian, ketika kita melestarikannya, kita telah berhasil untuk menyeimbangkan kelestarian alam, sesama dan juga Allah atau Hyang Widhi.

Advertisement

Editor by Ejhos Seran ( JP )

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Warning: Undefined variable $user_ID in /home/jarrakpos/public_html/wp-content/themes/zox-news/comments.php on line 49

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply