Connect with us

POLITIK

Politisasi Pemangku di Bali, Pasek Sukayasa : Wedakarna Hanya Asal Bicara Untuk Pencitraan

Published

on


Denpasar, JARRAKPOS.com – Wakil Ketua Bidang Hukum dan Organisasi PHDI Provinsi Bali, Wayan Pasek Sukayasa, ST.SH., menegur dengan keras pernyataan Anggota DPD RI asal Bali, Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendradatta Wedasteraputra Suyasa (Arya Wedakarna) yang mempolitisasi sulinggih, khususnya pemangku di Bali tanpa dasar yang jelas dan tersebar di media sosial. Menurutnya Wedakarna tidak seharusnya mengkritik sesuatu yang tidak ia pahami dengan baik, sehingga diminta fokus bekerja sebagai perpanjangan tangan masyarakat Bali di pusat.

1mg-bn#9/1/2020

“Wedakarna sebagai senator mestinya pekerjaan pusat lebih banyak dia kerjakan, jangan lebih banyak mengganggu adat dan budaya yang sudah nyaman dan berjalan. Memvonis pemangku harus dengan syarat begini-begitu, saya sebagai majelis umat kurang setuju dengan pernyataan Wedakarna. Pernyataan itu terlalu ngalor-ngidul bicaranya,” ujar Pasek Sukayasa saat ditemui di Denpasar, Sabtu (11/1/2020).

Baca juga : Wabup Kembang Fasilitasi Pembangunan Wantilan Desa Adat Kaliakah Kangin

Ditegaskanya, sebagai lembaga umat PHDI memiliki tugas yang luas untuk menjaga keberlangsungan rutinitas umat sesuai adat, istiadat dan budaya yang ada. Sementara tradisi terkait kepemangkuan ditegaskannya tidak ada syarat yang menjadi penegasan seseorang bisa menjadi pemangku terlebih mengenai harus mapan dari sisi ekonomi. Dijelaskannya, tidak jarang seseorang harus ngayah menjadi pemangku karena keturunan atau ditunjuk secara adat bahkan ada anak-anak yang belum bersekolah juga banyak yang menjadi pemangku di daerah tertentu di Bali.

1bn-ik#28/12/2019

“Bagaimana kalau jadi pemangku itu terpaksa, harus ngayah karena satu keturunan? Bagaimana kalau seperti itu apakah kriteria yang dikatakan Wedakarna harus ada. Itu bukan tugas kami di majelis, tapi kalau seseorang ingin menyucikan diri sebagai brahmana lahir ke dua kali itu harus memeng jelas. Beliau (calon sulinggih, red) itu harus menunjukkan jati dirinya sebelum beliau menjadi seorang brahmana. Salah satu ya pernyataan dukungan dari keluarga,” ungkapnya.

Baca juga : Bupati Eka Hadiri Rangkaian Karya di Pura Ulun Desa Banjar Dangin Pangkung

Advertisement

Pria yang bayak terlibat di berbagai kegiatan sosial dan keagamaan di Bali ini juga nenegaskan agar Wedakarna meluruskan cara berfikirnya akar tidak terkesan pemangku adalah sebuah profesi yang harus dipenuhi banyak syarat untuk menjalankan tugas kepemangkuan. Karena harus dipahani ngayah adalah awal atau dasar seseorang memutuskan bagi dirinya mengabdi untuk umat, dengan catatan tetap ada dresta dan aturan seperti dadi dan bisa. Sesuai tingkatan Catur Asrama bagi umat Hindu.

6bn-ik#12/12/2019

Selanjutnya Pasek Sukayasa juga menuding banyak pernyataan Wedakarna yang dinilai kontroversi dan mengundang perdebatan dan keresahan karena hanya menjadi cerita bibir dan pencitraan saja. Jangan sampai pemikiran-pemikiran seperti itu terus berkembang karena hanya didasari keinginan mengkritik saja. Sehingga dalam kapasitasnya PHDI lebih pada upaya menjaga umat dalam menjalankan ajaran agama, sementara terkait kesulinggihan lebih pada adat dan budaya yang mengatur.

Baca juga : Galang KMB, Tokoh Millenial AMD Jalin Silaturahmi Penglingsir Puri

“Jadi menurut saya Pak Wedekarna lebih banyak lah berbuat di pusat jangan lagi mengotak-atik tatanan adat dan budaya yang sudah sejalan dan jangan sampai membuat ramai. Kalau membuat ramai apa masih dia cocok dianggap tokoh. Jadi PHDI tidak setujulah apa yang disampaikan Wedakarna, karena kami majelis umat tidak ada sistem membonis dan lain sebagainya. Karena ada aguron-guron yang sudah diatur dengan jelas. PHDI sebagai majelis umat akan bekerja sesuai tatanan sebagai majelis umat, sementara acara atau pemilih pemangku dikembalikan ke desa adat (daerah masing-masing, red),” tutup pria yang juga berprofesi sebagai pengacara ini. eja/ama

Advertisement