Connect with us

POLITIK

Loloskan LPPDK Rp 0, Jumat 18 Juni KPU dan Bawaslu Bali Diadili DKPP

Published

on

Jakarta, JARRAKPOS.com – “Jumat Keramat” 18 Juni 2021 besok bakal terukir sejarah kelam dalam dunia politik di Pulua Dewata, Bali.

Bila DKPP jujur, objektif dan sebagai pintu terakhir penegakkan etika para penyelanggara Pemilu, maka pada sidang DKPP Jumat (18/6/2021) maka “pembohongan publik” yang dilakukan anggota DPRD Bali dari NasDem kelahiran India, Dr. Somvir, yang “dilindungi” KPU Bali dan Bawaslu Bali dengan cara konyol bakal terbongkar, dan semua komisioner KPU Bali dan komisioner Bawaslu Bali harus dipecat dengan tidak hormat dan keanggotan Dr Somvir pun harus dianulir dan meninggalkan kursi DPRD Bali di Renon.

Tokoh masyarakat Buleleng Dewa Jek yang selama ini getol memperjuangkan Pemilu yang Jurdil menyatakan bahwa tidak ada lagi celah dan alasan bagi DKPP untuk tidak menghukum seluruh komisioner KPU Bali dan Bawaslu Bali bersama DR Somvir. “Karena fakta hokum yang ada sdauh sangat jelas menunjukkan pelanggaran yang dilakukan para terlapor. Maka itu kami masyarakat hanya satu kata. Yaitu pecat semua komisioner KPU Bali dan Bawaslu Bali bersama DR Somvir,” tandas Dewa Jek.

Diungkapkan Dewa Jek, hanya di cerita dongeng baru seseorang untuk meraih jabatan legislative tidak perlu dana sebagaimana LPPDK Rp 0 milik DR Somvir, tetapi kalau di dunia nyata apalagi dalam pertarung terbuka Pemilu Indonesia seperti saat ini sudah pasti seseorang harus mengeluarkan dana yang cukup besar.

Advertisement

“Laporan dana kampanye tahun 2019 untuk meraih 11 ribu suara lebih tanpa perlu biaya sepeserpun alias nol. Berarti Somvir bisa dengan jalan kaki sepanjang 144 kilometer untuk ketemu calon pemilih. Somvir bisa bicara atau komunikasi jarak jauh dengan “YOGA” bersama calon pemilihnya, dan bisa dikenal tanpa sosialisasi. Itulah kira-kira halusinasi Somvir bersama KPU Bali dan Bawaslu Bali,” sindir Dewa Jek.

“Faktanya Somvir membagikan APK dan uang Rp 100 ribu kepada setiap orang bersama timnya di hotel Lily’s di Lovina tanggal 7 April 2019 saat masa kampanye. Ketut Adi Gunawan sebagai pelapor ke DKPP karena dia bersama Komang Nopa Setiawan, Mangku Artana, Nyoman Redana dan kawan-kawan memang sangat tidak menerima kebohongan besar yang dilakukan Somvir karena mereka semua diberi uang oleh tim Somvir di hotel Lily’s pada tgl 7 April 2019,” ungkap Dewa Jek.

Nah, dengan fakta persuara atau permilih dibayar Somvir dengan Rp 100.000 maka Kalau dihitung 100.000 x 11.800 raihan suara Somvir maka biaya atau dana yang dikeluarkan Somvir sebesar Rp. 1.180.000.000. “Lalu darimana Somvir memperoleh angka Rp 0 yang dicantumkan dalam LPPDK yang dikirim ke KPU Bali?” tandas Dewa Jek dengan nada bertanya.

Selaian bagi-bagi uang kepada calon pemilih, ungkap Dewa Jek, fakta lain menyebutkan bahwa diseluruh pelosok Kota Singaraja dan Kabupaten Buleleng terdapat banyak APK terpasang di billboard berbayar serta banyak brosur bertebaran di masyarakat.

Advertisement

“Memangnya KPU Bali dan Bawaslu Bali tidak mencatat berapa baliho terpasang saat pemilu? Sangat jelas terbukti Somvir melaporkan dana kampanye secara tidak benar yang bisa diancam pidana penjara selama 2 tahun dan denda Rp 24 juta. Ada apa dengan penyelenggaradan pengawas pemilu secara nekat meloloskan peserta pemilu yang melanggar UU No 7 Tahun 2017 terutama pasal 497?” kritik Dewa Jek lagi.

Gede Suardana dari LSM FPMK Buleleng menyindir KPU Bali dan Bawaslu Bali dengan menyatakan jika semua calon legeslatif boleh berbohong atau membuat LPPDK nol meski habiskan banyak biaya APK seperti baliho, spesimen surat suara, beri uang kepada calon pemilih bersama para tim sukses, lalu untuk apa negara anggarkan dana untuk bayar lembaga auditor keuangan peserta pemilu.

“Mungkin aparat terkait bisa beri masukan yang sesungguhnya apa yang terjadi agar lebih objektif dan benar mengambil kebijakan atau keputusan hukum. Hampir semua lapisan masyarakat tahu bahwa Somvir nelakukan money politics saat pileg 2019 dan bahkan sempat dilaporkan ke Bawaslu Buleleng oleh Nyoman Redana asal Desa Pedawa, Kecamatan Banjar dengan terlapor Subrata. Namun Bawaslu Buleleng lalai dalam menjalankan tugas karena terlapor Subrata mangkir dipanggil 2 kali oleh Bawaslu tapi Bawaslu tidak mengambil sikap tegas sesuai aturan hukum dengan menaikan status Subrata menjadi tersangka karena 2 kali mangkir dari panggilan Bawaslu,” papar Suardana.

Baik Suardana maupunDewa Jek menyatakan bahwa harapan dan impian terakhir masyarakat untuk mendapatkan keadilan kini berada di tangan DKPP yang akan menyidangkan para terlapor Jumat (18/6/2021) besok. “Semoga ‘Jumat Keramat’ benar-benar menjadi hari keramat bagi para penjahat demokrasi dan penjahat hak asasi yang berlindung di balik institusi penyelenggara dan pengawasan Pemilu. Saya yakin dan percaya DKPP akan menghukum para terlapor untuk memenuhi keadilan masyarakat,” pungkas Suardana. frs/*

Advertisement