Connect with us

NEWS

Akhirnya Dalam Rapat Komisi VI DPR RI, Wamen BUMN Jelaskan Faktor Kebangkrutan Garuda Indonesia

Published

on

Jakarta.Jarrakpos.com. Diketahui keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) sedang mengalami krisis akibat dampak pandemi Covid-19.

Maskapai pelat merah itu diketahui memiliki utang mencapai Rp 70 triliun dan diperkirakan terus bertambah Rp 1 triliun setiap bulannya.

Berdasarkan data Kementerian BUMN, beban biaya Garuda Indonesia mencapai 150 juta dollar AS per bulan, namun pendapatan yang dimiliki hanya 50 juta dollar AS.

Itu artinya perusahaan merugi 100 juta dollar AS atau sekitar 1,43 triliun (kurs Rp 14.300 per dollar AS) setiap bulannya.

Advertisement

Dalam rapat dengan Komisi VI DPR RI, Kamis (3/6/2021), Menteri BUMN Erick Thohir dan Wakil Menteri (Wamen) BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengungkapkan sejumlah faktor yang menjadi penyebab masalah keuangan Garuda Indonesia saat ini.

Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo mengatakan Garuda Indonesia sedang dalam keadaan technically bankrupt atau bangkrut secara teknis.

Per September 2021, ekuitas Garuda Indonesia negatif US$ 2,8 miliar atau sekitar Rp40 triliun.

Dengan tambahan ekuitas tiap bulannya mencapai US$ 100-US$ 150 juta atau sekitar Rp1,5-Rp2 triliun.

Advertisement

Wika Kartika mengungkapkan ada dua faktor yang menjadi biang keladi bangkrutnya Garuda Indonesia dan hal tersebut dipaparkan dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR pada Selasa (9/11/2021).

Dua hal faktor yang menjadi bangkrutnya Garuda Indonesia adalah :

Pertama, yakni karena tata kelola korporasi yang buruk, operasional pesawat, digunakan untuk kepentingan pribadi serta adanya skandal laporan keuangan fiktif pada 2018.

“Permasalahan korupsi mulai kerja sama yang memberatkan perusahaan, mark up nilai pesawat, serta kasus penerimaan suap dan pencucian uang pada 2011 hingga 2012,” ujarnya.

Advertisement

Kemudian, Kartika menyebur Garuda mempunyai kontrak dengan lessor untuk penyewaan pesawat dengan biasa tertinggi.

Bloomberg melaporkan proporsi biaya kontrak lessor dibandingkan pendapatan Garuda mencapai 24,7% atau empat kali lebih besar dari rata-rata global.

Faktor kedua yakni karena kondisi pandemi Covid-19 yang menurunkan pendapatan Garuda hingga 70% di tahun 2020.

Pada akhir tahun 2019, Garuda memperoleh pendapatan bulanan sampai US$ 235 juta kemudian anjlok hingga tersisa US$ 27 juta per bulan dan kini berada di US$ 70 juta.

Advertisement

Dia menjelaskan pada Desember 2020, pernah mencapai US$ 100 juta namun pendapatan tersebut kembali turun ketika pemerintah melakukan pengetatan mobilitas.

“Hal itu membuat Garuda Indonesia kesulitan memprediksi cash flow dan juga menurunnya kinerja Garuda menurun karena adanya korupsi dan Covid-19”,
tegas Wika Kartika.

Dia menyebut kedua faktor tersebut sama-sama telah membuat Garuda Indonesia sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.

 

Advertisement

 

 

Sumber : Jarrakpos Official                           Laporan : Asep Irama
Editor : Kurnia

Advertisement