Connect with us

EKONOMI

Kebutuhan Listrik Terus Meningkat, Energi Bersih LNG Harus Diperjuangkan

Published

on

Denpasar, JARRAKPOS.com – Akan hadirnya energi bersih terbarukan, yaitu LNG (Liquefied Natural Gas) di Bali, dimana tempat penyimpanan LNG tersebut berada di lingkungan Sidakarya, Denpasar, hal tersebut disambut baik oleh Ketua Komisi III DPRD Bali, AA Ngurah Adi Ardhana. Pasalnya, energi bersih LNG memang harus diperjuangkan, melihat kondisi listrik dari PLN situasionalnya terus meningkat sesuai dengan pertumbuhan ekonomi yang terjadi.

Adhi Ardhana menyampaikan, kalau berbicara teknis pelaksanaan LNG sekarang tidak dipungkiri di pelabuhan akan dibuat terminal LNG. Dengan kondisi tersebut pihaknya sangat memahami, sehingga ada keinginan ingin masuk kedalam proyek LNG tersebut. Sebab pihaknya yang menjadi Anggota DPR Prov Bali dan menjadi Ketua Komisi III, tentunya didalam membuat aturan maupun kebijakan atau rekomendasi, sudah tentu harus dilihat dari beberapa aspek yaitu yuridis aturan-aturan yang ada, aspek sosiologis yaitu kemanfaatan LNG terhadap masyarakat dan bagaiman sikap masyarakat menanggapi energi bersih LNG.

“Saya yakin dan berharap LNG energi bersih bisa masuk, hanya saja kita lihat peraturan tersebut sesuai, lihat juga RTRWnya antara Denpasar dengan Provinsi Bali seperti apa, dan pastinya nanti akan kita pertemukan pada penyampain RTRW. Dan Pemprov Bali RTRW sudah ketuk palu pada 2020 lalu, hanya saja Provinsi ini wajib menyatukan dengan RZWP3K (Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil) sehingga bisa menyusaikan lagi akan kondisinya,” paparnya pada Rabu (1/6/2022).

Lebih lanjut Adhi Ardhana menambahkan, sejatinya energi bersih harus didukung karena sesuai dengan visi Gubernur Bali, dan pihaknya meyakini juga Kota Denpasar juga turut mendukung untuk LNG, sehingga untuk titik dan letaknya harus dilihat apakah sudah sesuai dengan sosiologis dan yuridisnya. “Kalau di Provinsi Bali belum menetapkan zonasinya sepengetahuan saya sebab waktu itu saya belum menjadi Ketua Komisi III, cuman saya sempat melihat di RTRW Kota Denpasar justru ada,” ungkapnya.

Advertisement

Dikatakanya, untuk proyek LNG harus dilihat situasi perkembangan di masyarakat, kalau sudah memang harus didirikan di kawasan Tahura yang notabane dibawah Menteri Kehutanan bisa muncul di Kota Denpasar, sudah barang tentu sudah berdasarkan kajian dan sudah di setujui di pusat. “Kita harus berusaha bagaimana biar konfrehensif bergerak bersama masyarakat untuk mendapatkan hasil secara bersama-sama, dan mudah-mudahan kita bisa menyelesaikan di ruang sidang nanti dan segera kita bahas, sebab pengajuan RTRW baru kemarin di tanggal 13, dan hari jumat kemarin kita juga sudah memanggil bagian tata ruang untuk melihat bagaimana aturannya,” pungkasnya.

Perlu diketahui sebelumnya Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Bali, IGW Samsi Gunarta menyatakan, semua persyaratan Terminal LNG yang menjadi peluang emas untuk menambah pendapatan asli daerah (PAD) di Bali sudah jelas dalam perijinan berbasis risiko melalui OSS. Untuk itulah dirinya mempertanyakan pernyataan Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Kota Denpasar, I Ketut Sriawan terkait perijinan dan regulasi yang digunakan untuk membangun Terminal Terminal Gas Alam Cair atau LNG di Desa Sidarkaya, termasuk pelabuhan yang akan digunakan sebagai sarana dan fasilitas penyaluran bisnis minyak dan gas tersebut, dan hal ini dirasakan aneh maksud sinergi regulasi.

“Maksudnya sinergi regulasi itu apa ya? Ngak mudheng. Bukannya sekarang semuanya jelas, perijinan berbasis risiko melalui OSS. Semua dokumen persyaratan yang dibutuhkan sudah diharuskan disubmit sebelum NIB (Nomor Induk Berusaha, red) diterbitkan. Nanti pada saat konstruksi juga akan ada permintaan dokumen lagi. Risiko diassess oleh instansi yang relevan. Nggak boleh offside,” tegas Samsi pada Selasa sore (31/5/2022).

Ketika ditanya regulasi apanya? Samsi menjawab kalau dari sisi tata ruang, mestinya ketika KKPR dan KKPRL Terminal LNG di Sidakarya sudah terbit semestinya sudah tidak ada masalah. “Semuanya didokumentasikan dan bisa ditelusuri kok,” tegasnya lagi, seraya mengakui sebelumnya juga sempat gamang seperti Kadishub Kota Denpasar soal itu, tapi sesuai UUCK hal-hal terkait dokumen sudah langsung ditangani sektor, dan bukan lagi wilayah. “KKPR dan KKPRL Itu disebut sebagai ijin dasar untuk tata ruang darat dan laut. Basis itu dipakai untuk menyusun dokumen-dokumen lain. Tanpa itu, dokumen-dokumen berikutnya tidak bisa disusun. Perlu waktu untuk memahami UUCK ini dan rela melepaskan sedikit kewenangan yang sebelumnya kita pikir punya kita, untuk kepentingan. Penciptaan kerja dan mendorong ekonomi,” sentil Samsi, sembari menjelaskan penyaluran minyak dan gas untuk proyek Terminal LNG ini, dipastikan sudah ada rekomendasi lingkungan yang wajib ikuti. “Kalau mau melakukan pengerukan kalau memang ada risiko. Tertuang di Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) yang merupakan bagian dari Amdal kalau hal-hal seperti itu,” imbuhnya.

Advertisement

Dikatakan pengerukan untuk alur kapal bisa dilakukan kalau ada ijin dan proses perijinan berbasis risko akan mengacu pada hasil analisis dampak lingkungan. Kalau ada hal-hal yang tidak dipenuhi secara teknis maupun lingkungan atau tidak diperkirakan akan memberikan risiko tinggi pasti harus mendapatkan penanganan khusus. “Ijin nggak keluar kalau hal-hal yang dipersyaratkan dalam dokumen lingkungan tidak dapat dipastikan, dan projek bisa dihentikan kalau hal demikian tidak dipenuhi. Proses yang sama akan terjadi di Sidakarya, karena diperlukan pengerukan alur. Dengan adanya KKPR dan KKPRL studi Amdal bisa berjalan dan memiliki dasar, karena dalam kedua dokumen itu koordinat lokasi rencana kegiatan sudah dicantumkan untuk dipedomani bersama, termasuk di mana akan dilakukan pengerukan untuk keperluan alur masuk/keluar, kolam putar, dan sebagainya,” terang Samsi. Tidak hanya di laut, lokasi darat pun demikian. Koordinatnya digunakan sebagai pedoman untuk studi. Studi akan memberikan rekomendasi hal-hal yang harus dilakukan untuk meminimasi dampak yang timbul dari sisi fisik-kimia, biologi, sosial, dan lalu lintas, termasuk bagaimana memantaunya pada saat pra konstruksi, konstruksi, dan pasca konstruksi.

“Pendapat saya, dukung proses ini berjalan dan ikuti secara maksimal supaya kita tahu apa dampak kegiatan ini dan apa yang harus dilakukan untuk memastikan dampaknya bisa diminimalkan,” tegasnya. PT. PLN (Persero) selaku perusahaan BUMN melalui anak usahanya PT. PLN Gas dan Geothermal (PLN GG) dengan struktur kepemilikan saham 51 persen dengan menggandeng mitra strategis dengan 49 persen saham Perusahaan Daerah (Perusda) milik Pemerintah Provinsi Bali, yaitu PT. Dewata Energy Bersih (DEB) sudah menandatangani nota kesepahaman tentang studi kelayakan kajian pengembangan Terminal LNG untuk menjamin sebesar-besarnya kepentingan rakyat Bali. Dikatakan, PT. DEB mungkin tidak melihat Pelabuhan Benoa sebagai lokasi yang pas, karena berbagai hitungan terkait kelayakan investasi atau kontrol terhadap kelangsungan bisnis sesuai rekomendasi yang dihasilkan dari Pra FS atau FS-nya. “Karena mereka mendapatkan tugas untuk memastikan kemandirian energi Bali, sebagai jalan keluar mereka mengusulkan pembangunan terminal yang dapat mereka kontrol sendiri di Sidakarya. Ini sudah diamini dengan KKPR dan KKPRL, selanjutnya Pakgub mengarahkan untuk ditindaklanjuti. Ingat, ini energi. Salah satu infrastruktur utama kehidupan yang nilainya sama dengan konektivitas, dan air. Basic need dalam dunia modern sekarang ditambah lagi bandwidth,” pungkas Samsi.

Sebelumnya diketahui, proyek Terminal Gas Alam Cair (LNG) yang menjadi peluang emas untuk menambah pendapatan asli daerah (PAD) di Bali, mendapat respon positif Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Denpasar, I Ketut Sriawan. Namun sayangnya, pihak Pemkot Denpasar masih mempertanyakan terkait perijinan dan regulasi yang digunakan untuk membangun Terminal LNG, termasuk pelabuhan yang akan digunakan sebagai sarana dan fasilitas penyaluran bisnis minyak dan gas tersebut. Apalagi proyek yang awalnya akan dibangun di Pelabuhan Benoa untuk dikelola oleh PT Pelindo Energi Logistik (PT PEL) itu, direlokasi ke wilayah Desa Sidakarya, Denpasar oleh PT. PLN (Persero) selaku perusahaan BUMN melalui anak usahanya PT. PLN Gas dan Geothermal (PLN GG) dengan struktur kepemilikan saham 51 persen dengan menggandeng mitra strategis dengan 49 persen saham Perusahaan Daerah (Perusda) milik Pemerintah Provinsi Bali, yaitu PT. Dewata Energy Bersih (DEB) sudah menandatangani nota kesepahaman tentang studi kelayakan kajian pengembangan Terminal LNG untuk menjamin sebesar-besarnya kepentingan rakyat Bali.

Meskipun langkah ini merupakan bagian dari transformasi PLN, serta sejalan dengan arah kebijakan energi dan ketenagalistrikan Pemerintah Provinsi Bali yang terus mendorong penggunaan energi bersih dan ramah lingkungan yang juga sesuai dengan visi dan misi pemerintah di daerah, namun sesuai kewenangan Dishub Kota Denpasar meminta agar semua rekomendasi yang diberikan pemerintah pusat maupun Pemprov Bali untuk disinergikan dengan regulasi di Kota Denpasar bisa segera dituntaskan. “Kami meminta agar semua rekomendasi yang telah diberikan pemerintan pusat disinergikan dengan regulasi yang ada, baik di Pemkot Denpasar dan Provinsi Bali. Jika di pusat dan pemprov tidak ada masalah tinggal dilanjutkan di kota dan masyarakat,” tegas Sriawan saat di Denpasar, Senin (30/5/2022), seraya menegaskan secara prinsif mengacu tata ruang yang ada, yakni Perda No.8 Tahun 2021 tentang RTRW Kota Denpasar Tahun 2021-2041, serta Perda No.3 Tahun 2019 tentang Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) yang menjadi satu kesatuan yang masih perlu dibahas secara komprehensif.

Advertisement

Diketahui, pemerintah pusat dan daerah juga ingin mempercepat pemanfaatan gas dengan membangun infrastruktur terminal gas alam cair (liquefied natural gas/LNG), karena ditargetkan akan pemanfaatannya akan meningkat menjadi 22 persen pada tahun 2025 termasuk di Bali. Oleh karena itu, Dishub Kota Denpasar masih memandang perlu terkait rencana LNG, agar tetap mengacu tata ruang Kota Denpasar maupun Provinsi Bali dan terkait teknis dan transportasi pelabuhan pengumpan lokal, juga sesuai UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi amanat dan tanggungjawan Pemkot Denpasar akan ditingkatkan pelayanannya melalui pembangunan pelabuhan pengumpan lokal di Serangan, termasuk Dermaga Pemelisan dan Mertasari, agar existing yang ada mampu mengakomodir operator yang melayani kapal. “Demikian juga kearifan lokal dan desa adat yang berpotensi menjadi pendapatan. Keberadaan rencana Terminal LNG perlu kajian yang lebih mendalam, terutama tata ruang, study kelayakan (FS), karena LNG sudah disiapkan tempat sesuai regulasi sebelumnya,” katanya.

“Kan semua sudah menyepakati LNG itu ada di Benoa, BMTH (Bali Maritime Tourism Hub, red) kan perlu kita dorong juga. Pemkot Denpasar dan Provinsi Bali ini mendorong bagaimana BMTH ini bergerak. Kan ini sebagai satu kesatuan. Ini perlu dibicarakan intens tidak bisa satu kali dua kali kan. Ini menjadi perencanaan kita bersama antara pemerintah pusat, provinsi dan Kota Denpasar. Dan di Denpasar juga ada konsep menyama braya sebagai satu sodara tidak saja manusia tapi semua makhluk hidup kita harus saling menyayangi sesuai konsep Tri Hita Karana ini harus menjadi pertimbangan,” imbuh Sriawan, sembari menegaskan dari sisi transportasi menjadi tanggungjawab Dinas Perhubungan Denpasar sesuai dengan existing yang ada terkait rencana Terminal LNG ini, juga merasa sangat terganggu. “Karena sepengetahuan kami dengan adanya LNG disana tidak menjadi bagian KSPN. Karena itu, regulasinya ini yang harus diluruskan. Jadi hal ini harus dibicarakan lagi dengan masyarakat. Kita kan ingin meningkatkan kualitas pelayanan pelabuhan. Ini yang harus kita pelajari bersama dan tidak boleh ego sektoral. Dan ini harus lintas sektoral bagaimana kita menjaga lingkungan kita yang sudah kita sepakati,” sentilnya, sekaligus mengakui kalau ada perubahan regulasi harus dibicarakan dengan baik, karena kalau sudah semua regulasi terpenuhi maka tidak lagi ada perdebatan. “Ini yang perlu disikapi oleh penggagas,” tambahnya.

Ditegaskan kembali sebagai pihak Pemerintah Kota Denpasar sebenarnya tidak ada menolak proyek Terminal LNG ini, karena sebenarnya sangat bagus asal sesuai regulasi yang ada. Apalagi ada potensi PAD hingga Rp30 miliar setiap bulan, namun harus dicarikan dengan mengharmoniskan semua stake holder termasuk lingkungan, dan sesama manusia, sesuai konsep Tri Hita Karana. “Jadi PAD juga penting, dan landasan kita semua sudah mengacu kepada Tri Hita Karana, yakni Prahyangan, Pawongan dan Palemahan, sehingga ketiganya itu harus terpenuhi sebagai persyaratan pembangunan dan syukur bisa mendatangkan manfaat ekonomi kan sangat bagus ya,” tandas Sriawan. Sebelumnya diketahui, melalui proyek sumber energi ramah lingkungan tersebut, Pemprov Bali dan Pemkot Denpasar yang sebelumnya hanya bisa menjadi penonton, semestinya bisa menangkap peluang emas untuk menambah pundi pemasukan pendapatan daerah. Jadi kenapa harus ditolak? Karena dari hitungan kasar saja, kerjasama tersebut berpotensi bisa memberi pemasukan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan income sekitar Rp30 miliar perbulan.

Salah satu sumber pendapatan daerah tersebut dari pengembangan infrastruktur LNG Terminal Bali yang ditargetkan beroperasi untuk memasok gas ke Pembangkit Listrik Tenaga Diesel dan Gas (PLTDG) Pesanggaran pada awal 2023. Untuk pemenuhan bahan bakar pembangkit listrik gas di Pesanggaran akan memanfaatkan LNG yang saat ini PLN telah memiliki kontrak jangka panjang dengan produsen LNG, BP Tangguh. Mirisnya, bisnis Terminal Gas Alam Cair (LNG) sebenarnya selama ini sudah dilakukan oleh PT. Pelindo Energi Logistik yang kabarnya mendapat omset mencapai Rp30 miliar sebulan tanpa adanya setoran untuk PAD, baik ke Pemprov Bali maupun Pemkot Denpasar. Berdasarkan hal itu, Terminal LNG ini akan menjadi yang pertama di kawasan Asia Tenggara yang bekerjasama dengan pemerintah daerah atau Pemprov Bali yang berinisiatif melalui PT. PLN (Persero) untuk membangun energi bersih. Sebagai pelaksanaannya ditunjuk Perusda Bali dan anak perusahaan PT. PLN (Persero), yakni PT. PLN GG untuk membangun Terminal LNG di Desa Sidakarya agar dari bisnis tersebut bisa sebesar-besarnya digunakan untuk kepentingan rakyat di Bali, sekaligus menambah sumber pemasukan PAD baru untuk Bali dan Kota Denpasar.

Advertisement

Terobosan pemerintah daerah ini, juga untuk menjawab tantangan utama dalam penyediaan pasokan gas alam akibat terbatasnya ketersediaan infrastruktur gas, khususnya terminal LNG termasuk transportasi LNG serta pendukung lainnya. Selain mengoptimalkan PLTDG Pesanggaran berkapasitas 200 megawatt (MW), PLN juga akan merelokasi pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) serta pembangkit gas dan uap (PLTGU) ke Pesanggaran dengan kapasitas 300 MW. Bahkan yang paling menarik, karena memang akan digunakan untuk mensuplai gas bagi kebutuhan pasokan listrik ke Bali dan juga daerah Nusa Tenggara. Selain itu juga ke beberapa lokasi khususnya untuk pembangkit listrik untuk menjadikan Bali mandiri energi dengan energi bersih dan ramah lingkungan. Hebatnya lagi, Terminal LNG ini akan menjadi yang pertama di kawasan Asia Tenggara, sehingga dengan dibangunnya terminal LNG ini, maka wilayah yang sangat membutuhkan listrik khususnya di Indonesia Timur tidak perlu lagi kesulitan dalam mendapatkan gas untuk menghidupkan pembangkit listrik. Proyek terminal LNG tersebut sejalan dengan pemerintah dalam pemenuhan energi bersih nasional guna mencapai net zero emission pada 2060.

Di samping itu, project LNG ini untuk membangun ekosistem kuat dalam menjadikan Bali, bahkan Indonesia sebagai negara yang mandiri dan berdaulat. Jadi relokasi Terminal LNG di kawasan Sidakarya ini merupakan upaya untuk mewujudkan ketahanan energi nasional, utamanya dalam memenuhi kebutuhan listrik di Bali dan Indonesia wilayah timur, termasuk untuk ketahanan pariwisata Bali di masa mendatang. Sarana dan fasilitas Terminal LNG akan segera berdiri di Bali, juga sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional. Penataan dan pengoperasian Terminal LNG nantinya juga merupakan upaya konkret dalam menjaga dan meningkatkan tren positif sektor pariwisata di Pulau Dewata. Di sisi lain, Bali juga merupakan pusat wisata nasional bersama BUMN akan menjadi bagian untuk menaikkan tingkat competitiveness Bali dan memastikan ekonomi di Bali tumbuh kembali pasca pandemi Covid-19. Penataan Terminal LNG akan berkontribusi besar bagi para pelaku UMKM dan terciptanya penambahan lapangan kerja baru yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Bali. Karena untuk mendukung pengembangan pariwisata, UMKM dan lapangan kerja ini diperlukan listrik, sehingga alasan inilah kenapa harus membangun fasilitas energi listrik, karena Bali masih memerlukan listrik, khususnya green energy.

Hal ini sesuai dengan program pemerintah yang memutuskan pada tahun 2030 Provinsi Bali akan menggunakan green energy. Oleh karenanya, harus terus membangun pembangkit listrik ramah lingkungan dengan dukungan Terminal LNG ini. Tujuan dibangunnya Terminal LNG ini adalah sebagai pintu gerbang penerimaan gas alam khususnya LNG di Pulau Bali. Salah satu alasan lain yang mendorong pembangunan terminal LNG di Sidakarya adalah turut mensukseskan program “Bali Green Province” yang diusung oleh Pemprov Bali sesuai dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru “Menjaga Kesucian dan Keharmonisan Alam Bali Beserta Isinya, Untuk Mewujudkan Kehidupan Krama Bali Yang Sejahtera dan Bahagia, Sakala-Niskala Menuju Kehidupan Krama dan Gumi Bali Sesuai Dengan Prinsip Trisakti Bung Karno: Berdaulat secara Politik, Berdikari Secara Ekonomi, dan Berkepribadian dalam Kebudayaan Melalui Pembangunan Secara Terpola, Menyeluruh, Terencana, Terarah, dan Terintegrasi Dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan Nilai-Nilai Pancasila 1 Juni 1945. Dalam program tersebut, Pemprov Bali mewajibkan penggunaan gas sebagai bahan bakar di seluruh hotel di kawasan Bali. Peralihan penggunaan BBM ke BBG selain menghemat biaya juga dapat menjaga kelestarian lingkungan, sesuai dengan Pergub Bali No.45 tahun 2019 tentang Bali Energi Bersih.

Selain itu, juga ditandatangani PKS Pemprov Bali dengan PT PLN (Persero) No.075/31/PKS/B.Pem.Otda/VIII/2019 pada tanggal 21 Agustus 2019 tentang Penguatan Sistem Ketenagalistrikan dengan Pemanfaatan Energi Bersih di Provinsi Bali. Apalagi dalam RUPTL PLN tahun 2021-2030 diproyeksikan terjadi peningkatan beban listrik di Bali hingga 1.185 MW pada tahun 2023. Karena itu, Terminal LNG di Sidakarya ini sudah sangat mendesak dibangun, setelah dilaksanakan grounbreaking relokasi Pembangkit Tenaga Listrik Tenaga Gas (PLTG) Grati ke Pesanggaran, Denpasar pada Jumat, 18 Februari 2022. Gas alam terkenal paling aman dan tidak berbahaya untuk digunakan sebagai bahan bakar rendah karbon, bebas polusi, tidak ada hujan asam, tidak ada pencemaran merkuri, warnanya biru, emisi CO2 dipotong menjadi 50 persen, dan hanya sepersepuluh dari polutan udara batubara yang dibakar untuk pembangkit listrik. Untung dari sisi lokasi Terminal LNG yang dirancang tersebut tidak ada satupun aturan yang dilanggar. Bahkan, Perda Kota Denpasar No.8 tahun 2021 tentang RTRW Kota Denpasar yang berlaku dari tahun 2021-2041 dalam Pasal 20 Ayat (2) menerangkan “Sistem Jaringan Energi, bahwa jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi terletak di Kelurahan Pedungan dan Desa Sidakarya dan jaringan yang menyalurkan minyak dan gas bumi dari fasilitas produksi – tempat penyimpanan terletak di Kelurahan Pedungan, Kelurahan Sesetan dan Desa Sidakarya.

Advertisement

Selain itu, dalam Peta Sebaran Ruang Terbuka Hijau, Potensi RTH Tahura (Perda Kota Denpasar No.8 tahun 2021) mengecualikan area lokasi kegiatan usaha dengan warna putih mengingat sebagai Blok Khusus Tahura Ngurah Rai. Apalagi disadari 80 persen kelistrikan berada di Bali selatan, namun akibat membengkaknya utang PT. PLN (Persero) pada tahun 2021 sebesar Rp631,6 triliun menyebabkan tidak lagi melakukan investasi jaringan listrik, sehingga diputuskan Terminal LNG ini berlokasi di Bali selatan, sehingga berdasarkan studi kelayakan (FS) terpilihlah Desa Sidakarya. Oleh karena itu, infrastruktur minyak dan gas bumi Terminal LNG dan jalur pipa gas bersifat strategis dan tidak dapat terelakkan dibangun di Desa Sidakarya yang sudah sangat sesuai dengan RTRW Kota Denpasar. Terminal LNG di Desa Sidakarya dengan PKKRPL yang telah terbit, juga diupayakan agar dapat selaras dengan perencanaan RIP (Rencana Induk Pelabuhan) Desa Serangan sebagai pelabuhan pengumpan lokal (Kepmenhub No.KP432 tahun 2020) yang sedang disusun berdasarkan Pasal 73 Ayat (2) UU No.17 tahun 2008, memperhatikan RIPNAS, RTRWP Bali, RTRWK Denpasar, keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain terkait di lokasi pelabuhan, kelayakan teknis, ekonomis dan lingkungan, keamanan dari keselamatan lalu lintas kapal. Hal ini bertujuan agar dalam penyusunan RIP tidak terjadi overlapping.

Isu lainnya, berkaitan dengan eksistensi kesucian pura di sekitar infrastruktur minyak dan gas bumi Terminal LNG di Desa Sidakarya, juga akan tetap terjaga dengan baik. Terdapat 5 pura yang berjarak di radius 600 meter hingga 2.000 meter dari lokasi kegiatan usaha ini, yakni Pura Sukamerta, Pura Dalem Pengembak, Pura Luhur Dalem Mertasari, dan Pura Tirta Empul Mertasari yang merupakan Pura Kahyangan Desa, serta Pura Sakenan sebagai Pura Dang Kahyangan, namun dibatasi oleh lautan dan beda pulau di Desa Serangan. Jadi berdasarkan Bhisama Kesucian Pura di Bali yang dituangkan ke dalam penjelasan Pasal 67 Ayat (5) Huruf d Perda Kota Denpasar No.8 tahun 2021 tentang RTRW Kota Denpasar diterangkan, “Selanjutnya dalam penjelasan tersebut diuraikan bahwa mengingat hitungan luas radius Kesucian Pura di Bali bila dituangkan dalam peta meliputi luas di atas 35 persen dari luas wilayah Pulau Bali (berdasarkan luas radius 10 Pura Sad Kahyangan dari 252 Pura Dang Kahyangan) dan mengingat bahwa untuk mengakomodasi perkembangan pembangunan akan dibutuhkan lahan-lahan untuk pengembangan kawasan budidaya, maka dilakukan penerapan pengaturan tiga strata zonasi (utama/ inti, madya/ penyangga, dan nista/ pemanfaatan terbatas) dengan tetap memegang prinsip-prinsip Bhisama Kesucian Pura, dan memberi keluwesan pemanfaatan ruang semala tidak mengganggu nilai kesucian pura, terutama zona nista/ pemanfaatan terbatas yang diuraikan lebih lengkap pada arahan peraturan zonasi”.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka ketentuan Bhisama radius Kawasan Tempat Suci di Kota Denpasar tidak dapat diterapkan dengan tegas, karena pada kenyataannya lokasi Tempat Suci di Kota Denpasar sebagian besar adalah di tengah-tengah pemukiman, sehingga dibutuhkan kesepakatan penetapan radius kesucian dengan unsur-unsur pendukung tersebut. Karena itu, dapat disimpulkan kegiatan usaha penyaluran pasokan gas bumi ke Pesanggaran merupakan kegiatan pendukung fasilitas energi bersih yang sesuai dengan Pergub Bali tahun 2019 tentang Energi Bersih. Selain itu, komitmen dari pemrakarsa pembangunan Terminal LNG yang juga telah diamanatkan dengan RKKPRD, maupun RKKRPL yang telah diterbitkan, pelaku usaha wajib memperhatikan lingkungan sekitar, termasuk kawasan suci. Untuk itulah PT. Dewata Energi Bersih (DEB) siap turut serta menjaga kawasan suci sekitar lokasi kegiatan usaha Terminal LNG. dx

Advertisement
Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Warning: Undefined variable $user_ID in /home/jarrakpos/public_html/wp-content/themes/zox-news/comments.php on line 49

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply