Connect with us

DAERAH

Dalam Dunia Politik: Kejujuran tak Menjadi Pilar Utama

Published

on

Siti Nurfadia Mopi

Oleh : Siti Nurfadila Mopi

Mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, IAIN Sultan Amai Gorontalo.

JARRAKPOS-GORONTALO.COM – Bukan politiknya yang salah, namun orang-orang yang bermain di dalamnya. Sayangnya, pemikiran seperti ini bertolak belakang dengan asumsi-asumsi masyarakat. Banyak orang awam yang beranggapan bahwa politik itu kotor. Politik itu jahat, bahkan ada yang anti dengan politik.

Politik berasal dari bahasa Yunani “Polis”, yang berarti kota atau negara kota. Kemudian arti itu berkembang menjadi “Polites”, yang berarti warga negara, “Politeia”: semua yang berhubungan dengan negara, “Politika”: pemerintahan negara, dan “Politikos”: kewarganegaraan.

Advertisement

Dari sini kita sudah bisa menyimpulkan, bahwasanya politik adalah dari dan untuk warga negara, hubungan antara pemerintah dan masyarakat. Jadi, seorang pemimpin pemerintahan mengusahakan kesejahteraan rakyatnya sendiri.

Namun, pada kenyataanya arti sesungguhnya dari politik ini sudah dinodai oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Sehingganya stigma-stigma mengenai politik yang buruk sudah tertanam dalam pikiran masyarakat. Padahal politik tidak selamanya kotor, politik tidak selamanya buruk, politik tidak selamanya jahat pada orang lain, politik juga dapat memanusiakan manusia. Hanya saja oknum yang bermain dalam dunia perpolitikan sudah mencederai pengertian politik yang sesungguhnya.

Sistemnya sudah benar, namun penggeraknya yang menyalahgunakan sistem itu. Politik tidak kotor, namun orang nya yang mengotori politik itu.

Menghalalkan segala cara, terutama dalam dunia perpolitikan adalah penyakit yang melanda negara kita. Hal seperti ini dapat menghancurkan pilar-pilar demokrasi secara perlahan. Penyebaran hoax, politik kekuasaan, politik uang, politik intimidasi, bahkan hingga munculnya politik romantisme. Banyak sekali virus-virus yang sudah dimasukan dalam politik ini.

Advertisement

Berbohong didesain sedemikian rupa hingga tampak benar. Berbagai cara dibubuhkan dalam tubuh politik oleh beberapa orang. Sungguh miris.

Ironinya, banyak orang yang beranggapan, kalau jujur pasti kalah, sehingga harus menggunakan cara-cara yang melanggar norma.
Ironinya, banyak yang beranggapan, cara seperti ini digunakan untuk kepentingan bersama, agar tercapai satu tujuan.
Dapat disimpulkan, bahwasanya “Ketidakjujuran dihalalkan seolah menutupi ketidakmampuan, dan kejujuran seakan menjadi barang haram untuk dilakukan”.

Sungguh, miris sekali negara kita.

Jika ketidakjujuran dalam perpolitikan Indonesia terus dibudayakan dengan berbagai macam alasan yang harus dipertahakan, maka hancur sudah negara kita. Pondasinya tidak kokoh. Tokoh pun ikut roboh basis etika perpolitikannya.

Advertisement

Negara kita perlu memperbaiki sistem perpolitikan, untuk menjadi negara yang maju lagi bersih. Jika segala sistem selalu menggunakannya dengan ketidakjujuran, maka kini Indonesia masuk dalam penjara kebohongan. Indonesia yang dikenal dengan negara pemeluk islam terbanyak, namun nyatanya hampir seluruh tokoh-tokoh penting menggunakan kekuasaannya dengan jalan yang melanggar norma agama.

Kejujuran merupakan pintu gerbang tegaknya demokrasi di Indonesia, juga merupakan peranan penting yang menjadi tonggak peradaban bangsa. Jika pondasinya saja sudah rusak, maka tidak menutup kemungkinan bangunannya pun akan ikut roboh. Kejujuran perlu dibudayakan dalam tataran perpolitikan Indonesia.

Jujur dalam berpolitik adalah dobrakan baru yang perlu dilakukan guna kesejahteraan bersama. Majulah tanpa dasar kecurangan, majulah dengan pondasi yang kuat, jadikan kejujuran adalah pondasinya. Jika menang dengan berlandaskan kejujuran, akan memperoleh senang, lagi tenang. (*)

Advertisement