Connect with us

NEWS

Protes Proyek Pengeboran Karang di Pelabuhan Benoa, Nelayan Sesalkan Tidak Pernah Diajak Dialog dan Sosialisasi

Published

on

Badung, JARRAKPOS.com – Protes kelompok nelayan terkait proyek pengeboran karang di Pelabuhan Benoa yang diduga menyebabkan air laut keruh saat rapat klarifikasi di Desa Adat Tanjung Benoa akhirnya kandas. Namun bersama 33 orang anggotanya, Ketua Kelompok Nelayan “Penyelam Tradisional Satu Napas” Tanjung Benoa Abdul Latif tetap mengajak para nelayan yang merasakan dampak yang sama untuk melakukan protes kepada Pelindo. Pihaknya sangat proaktif menanyakan proses pembangunan Pelindo yang berdampak langsung terhadap tempat mereka menangkap ikan. Namun, Pelindo memang tidak ada melakukan sosialisasi terhadap kelompoknya. Kelompok Nelayan “Penyelam Tradisional Satu Napas” Tanjung Benoa merupakan salah satu kelompok nelayan dari sekitar 10 kelompok di daerah Tanjung Benoa. “Sehubungan dengan adanya pengerukan untuk yang kesekian kalinya di Teluk Benoa menimbulkan kekhawatiran kami atas pembangunan perluasan wilayah pelabuhan yang tentunya tidak dapat dihindari akan mempersempit keberadaan tempat-tempat ikan berkembang biak juga dapat merusak terumbu-terumbu karang yang butuh ratusan tahun untuk tumbuh dan berkembang,” ujarnya.

Abdul Latif juga menyesalkan bahwa pihak pengembang dari Pelindo tidak pernah mengajak pihaknya untuk berdialog maupun sosialisasi sebagai masyarakat yang masih menggantungkan hidup dari keberlangsungan areal kawasan Teluk Benoa dan seyogyanya keberadaan kelompoknya yang sudah turun-temurun menjadi nelayan penyelam tradislonal tidak seharusnya di lupakan keberadaanya. “Kami tidak pernah diajak untuk berdialog urun-rembuk sebelumnya dan tidak ada sosialisasi padahal kami adalah termasuk ring satu dan masyarakat bawah yang terdampak langsung dari setiap adanya kegiatan proyek di areal pelabuhan. kami memahami bahwa tuntutan kemajuan dan pariwisata membutuhkan fasilitas yang lebih baik,” jelasnya. Ia pun membeberkan sejumlah permasalahan yang saat ini mereka alami selaku Kelompok Nelayan Penyelam Tradisional yang merasa dirugikan yang mana Perairan Teluk Benoa merupakan sumber mata pencaharian utama bagi para Nelayan Tradisional khususnya Penyelam Penembak ikan.

Ia mengaku sudah sejak lama mewarisi kearifan nenek moyang mereka dan masih dipertahankan hingga saat ini, hingga pihaknya melayangkan surat pengaduan yang berisi 5 poin, yakni:
1. Bahwa kami sangat merasakan dampak langsung dari kegiatan [pengurugan] tersebut, di antaranya tingkat kekeruhan air di sekitar Teluk Benoa beberapa bulan terakhir sangat mengkhawatirkan.
2. Menyulitkan kami untuk mengatur waktu dan lokasi penyelaman karena sedikitnya waktu tenggang untuk air jernih yang bisa bertahan di dalam Teluk Benoa.
3. Berdampak sangat signifikan kepada hasil tangkapan kami yang tentunya berakibat makin rendahnya daya Jual kami untuk menghidupi keluarga. Sebagaimana diketahui banyak dari masyarakat kami sejak pandemi beralih profesl menjadi nelayan, karena kehilangan pekerjaan atau dirumahkan
4. Adapun penghasilan kami sebelum adanya pengerukan dilakukan dengan kondisi air laut yang tidak keruh dan jemih berjumlah sebesar Rp200.000.- per hari.
5. Semenjak adanya pcngerukan yang membuat air menjadi sangat keruh pendapatan kami menurun antara 60% hingga 80%.

“Kami menuntut hak kami yang terampas, karena selama adanya kegiatan pengerukan air di sekitar Teluk Benoa menjadi keruh. Kami para penyelam tradisional yang terdampak langsung dari kegiatan tersebut. jadi kami bukan minta-minta seoerti yang di tafsirkan,” ujarnya. Untuk itu, pihaknya menuntut hak sebagai termasuk korban dari pengerukan untuk pengembangan Pelabuhan Benoa. Diketahui, PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo terus mengoptimalkan bantuan negara yang didapat melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar 1,2 T untuk mendukung pembangunan BMTH khususnya pengerukan alur dan kolam pelabuhan. Pembangunan fasilitas di sisi laut khususnya kolam dan alur kapal diproyeksikan untuk mampu melayani kapal-kapal cruise dengan panjang hingga 350 meter dan mampu mengangkut total penumpang hingga 6.000 orang sehingga memberikan dampak ekonomi yang signifikan. Namun, sayangnya proyek tersebut justru menimbulkan aksi protes Kelompok Nelayan “Penyelam Tradisional Satu Napas” Tanjung Benoa kembali mengungkapkan keberatannya terhadap mega proyek PT Pelindo Regional Bali Nusra terkait Pengerukan alur untuk pengembangan Pelabuhan Benoa sebagai Bali Maritime Tourism Hub (BMTH).

Advertisement

Ketua Kelompok Nelayan “Penyelam Tradisional Satu Napas” Tanjung Benoa Abdul Latif membongkar pengeboran karang di Pelabuhan Benoa dikhawatirkan merusak habitat ikan dan terumbu karang. Oleh karena, dampak pengerukan karang tersebut, air laut menjadi putek (keruh) warna putih. “Anak saya saja tadi malam menyelam cari ikan kesulitan karena air keruh itu,” kata Abdul Latif di Tanjung Benoa, Kuta Selatan, Badung, Kamis (27/10/2022). Karena keluhan tersebut, pihaknya sempat dipanggil mengahadiri Rapat Undangan dari Bendesa Adat Tanjung Benoa I Made Wijaya yang menghadirkan Anggota DPRD Badung I Wayan Luwir Wiana dengan Manajemen PT Pelindo Regional Bali Nusra terkait “Masalah keberatan dari salah satu Kelompok Nelayan yang ada di Tanjung Benoa kepada pihak Pelabuhan Indonesia (Pelindo) di Badung, Selasa (25/10/2022). Menurutnya, kerusakan terumbu karang itu bisa berdampak jangka panjang. Nelayan akan kehilangan mata pencaharian, karena tempat habitat ikan rusak.

Abdul Latif mengaku adanya penurunan pendapatan sejak enam bulan lalu diperkirakan akibat dampak proyek tersebut. Kelompoknya melakukan protes sejak tiga bulan proyek itu sudah berjalan. Bisanya rata – rata penghasilan mencapai Rp 200 ribu, kini hanya Rp100 ribu. Mereka pun telah melakukan komukasi kepada pihak manajemen PT Pelindo Regional Bali Nusra agar segera mendapatkan penanganan, bahkan sudah menemui kepala proyek pembangunan tersebut. “Dalam komunikasi kami dengan mereka, memang benar ada melakukan pengeboran karang, dikatakan dilakukan pengeboran karena karangnya keras,” ungkapnya. Mengingat belum mendapatkan respon sesuai harapan Kelompok “Penyelam Tradisional Satu Nafas”, melayangkan surat keperihatinan kepada PT. Pelabuhan Indonesia (Persero) yang ditandatangani oleh Ketua Abdul Latif dan Sekretarisnya Badarudin beserta 38 orang anggotanya, pada Senin, 17 Oktober 2022.

Sebelumnya, Group Head Sekretariat Perusahaan, Ali Mulyono mengakui pihaknya tak hanya melakukan percepatan pembangunan di sisi darat, namun juga berfokus pada pengerukan alur dan kolam di area BMTH. “Pengerukan alur dan kolam di area BMTH akan terus kami kebut beriringan dengan pembangunan fasilitas di sisi darat. Nantinya alur dan kolam area BMTH akan merata hingga minus 12 MLWS dari sebelumnya minus 9 MLWS, sehingga harapannya mampu mengakomodir kunjungan cruise yang lebih besar, ” kata Ali, Senin (1/08/2022). Ali menambahkan, dukungan pemerintah dalam pengembangan BMTH yang diwujudkan melalui PMN ini diprediksi memberikan dampak ekonomi bagi pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan masyarakat secara langsung, mulai dari penerimaan pajak daerah, devisa dari wisatawan asing hingga pertumbuhan UMKM di kawasan Bali dan sekitarnya.

“Dari awal pembangunan BMTH ini diniatkan untuk memberikan semacam multiplier effect guna mendukung pengembangan ekonomi wisata di kawasan Bali sehingga mampu meningkatkan pendapatan warga melalui pengembangan UMKM dan pemerintah,” pungkas Ali. Komitmen Tingkatkan Layanan Selaian berupaya melakukan penataan di area BMTH, Pelindo juga melakukan upaya peningkata layanan operasional di area BMTH, salah satunya adalah perpanjangan dermaga timur di area BMTH dari sebelumnya sepanjang 360 Meter nantinya akan diperpanjang 160 Meter menjadi 500 Meter. Proyek pembangunan dermaga timur sendiri di mulai dari September 2021 dan di targetkan rampung pada akhir tahun 2022 ini. Nantinya perpanjangan dermaga timur ini juga akan menjadi bagian upaya Pelindo meningkatkan layanan baik jumlah kapasitas sandar kapal cruise, terminal penumpang domestik dan juga layanan terminal multipurpose.

Advertisement

Perlu diketahui, Pelabuhan Benoa sendiri memiliki posisi strategis dalam rute pelayaran cruise dan yacht di Indonesia atau disebut dengan konsep Butterfly Route. Dalam pengembangannya, Benoa Cruise Terminal di Pelabuhan Benoa sebagai bagian utama BMTH diproyeksikan tidak hanya menjadi hub terminal cruise atau tempat sandar kapal pesiar terbesar di Indonesia, bahkan di Asia. Tetapi juga menjadi pusat pariwisata kemaritiman yang dilengkapi dengan Marina Yacht, Yacht Club, Theme Park, Sport Facility, serta dilengkapi dengan beragam fasilitas yang mendukung industri dan aktivitas perekonomian seperti LNG Terminal, Liquid Cargo Storage, Wet Berth, Dry Berth, Bali Fish Market, dan juga retail UMKM. tim/jp

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Warning: Undefined variable $user_ID in /home/jarrakpos/public_html/wp-content/themes/zox-news/comments.php on line 49

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply