Connect with us

DAERAH

Konflik Adat Kubutambahan: Jro Warkadea Tuding Ada yang Sengaja Ciptakan Manajemen Konflik

Published

on

Kubutambahan, JARRAKPOS.com – Ternyata isu pembangunan Bandara Internasional Buleleng di Desa Kubutambahan, menjadi pemicu utama munculnya konflik di internal Desa Adat Kubutambahan.

Ini disadari oleh Penghulu Desa Adat Kubutambahan, Jro Pasek Ketut Warkadea sehingga ia pun tidak mau menyerah kepada kubu atau kelompok boneka yang diciptakan pejabat “plat merah” yang berambisi mengalihkan status tanah duwen pura seluas 370 hektar menjadi tanah negara.

Kelompok Ketut Ngurah Mahkota dan Gede Sumenasa yang bersemberangan dengan Jro Warkadea, dianggap sebagai bonekanya pejabat tertentu di Bali maupun Buleleng, sebagai senjata untuk menekan Jro Warkadea melepas tanah duwen pura dan dialihkan menjadi tanah negara.
Sayang, perjuangan dan tekanan kubu Mahkota untuk menekan Jro Warkadea dalam paruman desa yang digelar di Pura Bale Agung atau Pura Desa Kubutambahan, ternyata berantakan, Sabtu (27/2/2021) siang.

Kubu Mahkota tidak berdaya dalam paruman itu. Agenda mereka untuk menekan Jro Warkadea dalam paruman itu gagal total bahkan kalah telak dalam adu argumentasi. Alhasil, kubu Mahkota kalah dan walk out dari paruman. Dua pentolan kubu Mahkota yairu Ketut Ngurah Mahkota dan Gede Sumenasa walk out dari paruman.

Advertisement

Dengan demikian, paruman desa itu benar-benar menjadi panggungnya Jro Warkadea. Jro Warkadea menang telak dan kubu Mahkota pun kalah dan gagal total alias “gatot”.

Karena dengan aksi walk out oleh kubu Mahkota maka segala keputusan paruman menjadi milik Jro Warkadea alias segala pertanggungjawaban pengelolaan aset desa adat (selama ini menjadi senjata kubu Mahkota untuk menaklukkan Jro Warkadea) diterima secara bulat oleh peserta paruman desa.

Usai paruman desa, Jro Pasek Ketut Warkadea kepada wartawan menegaskan bahwa ada pihak-pihak menciptakan manajamen konflik di Desa Adat Kubtambahan.

Jro Warkadea menuding kelompok Mahkota ini sengaja dipakai oleh Gubernur bersama pejabat tertentu di Buleleng untuk menekan dirinya agar mau melepas tanah duwen pura dan dialihkan menjadi tanah negara sehingga lebih muda dipakai membangun bandara.

Advertisement

“Nah persoalan ini muncul ketika ada Isu Bandara. Isu Bandara ini pertama Gubernur KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha) dan itu seksional, tanah DP berubah menjadi tanah negara , mohon maaf inilah dimanfaatkan untuk bagaimana manajemen konflik terjadi supaya saya setuju menggunakan tanah DP menjadi tanah negara. Nah saya mohon ijin kepada Gubernur, dari pada hilang tanah DP 370 Hektar lebih baik tidak perlu ada Bandara nanti bapak “KEPONGOR” karena sudah tidak sesuai dengan Nangun Sat Kerthi Loka Bali,” tandas Jro Warkadea.

“Terhadap DP kalau itu disewa dan dimanfaatkan selamanya dengan hak penyertaan modal, CSR dan lainya kami welcome dan siap bahkan sudah disampaikan diawal kepada Pak Gubernur asal jangan status tanah dirubah, katanya mau ditukar Guling tanah mana yang dikasih….? Tanah di Sumberklampok?” tandas Jro Warkadea dengan nada sindir.

“Tapi kalau itu berubah statusnya, maaf saya tidak berani mempertanggungjawabkan, nanti kena kutukan Skala dan Niskala. Artinya kutukan dari masyarakat dan Tuhan/Ida Bhatara karena bukan tanah Desa Adat melainkan tanah Duwe Pura (milik pura) dan termasuk kami disebut telah menyertifikatkan tanah itu,” tandas Jro Warkadea.

Jro Pasek Warkadea menerangkan, “Paruman tadi selain membahas pertanggungjawaban kami selaku bendesa baik upacara maupun pembangunan yang dilaksanakan Desa Linggih. Pelaksanaan ini beberapa asset adat telah kami perjuangkan sehingga saat itu terjadi proses hukum seperti pasar yang telah menjadi milik Desa Adat dulu PD Pasar sehingga terjadi eksekusi dan porses hukum. Nah itu yang kami perjuangkan bagaimana pertahankan asset-asset.”

Advertisement

Terkait dengan surat kontrak tanah duwen pura oleh PT Pinang Propertindo yang berkedudukan di Jakarta, Jro Warkadea menjelaskan bahwa PT pinang Propertindo telah memberikan penjelasan via surat ditujukan kepada Desa Linggih Desa Adat Kubutambahan beserta prajuru serta seluruh komponen adat desa sebelumnya. Dalam penjelasannya melalui surat yang ditandatangani Lucky Winata selaku Direksi, sejumlah isu dijawab, diantaranya soal sewa lahan, kredit sebesar Rp 1,4 triliun dan penelantaran lokasi lahan yang disewa.

Lucky Winata mengakui telah menyewa lahan milik Desa Adat Kubutambahan seluas 370,80 hektar dari tahun 2000 hingga 2091 senilai Rp 3.997.987.250. Nominal yang telah dibayarkan sebesar Rp 2.496.053.750,-. Dengan demikian, kata Lucky Winata, PT Pinang Propertindo masih memiliki kewajiban kepada Desa Adat Kubutambahan sebesar Rp 1.501.933.500.

”Mengingat situasi ekonomi dalam masa pandemi Covid-19, PT Pinang Propertindo akan melunasi sisa pembayaran paling lambat bulan Desember 2021,” demikian kata Lucky Winata.

Sedang soal kredit senilai Rp 1,4 triliun, PT Pinang Propertindo tidak pernah melakukan pinjaman dan hanya berperan sebagai dukungan collateral SHGB kepada sister company sebagai jaminan tambahan dan bukan jaminan utama. Hingga saat ini sebagian besar kredit berjalan dengan baik dan lancar.

Advertisement

“Memang ada satu kredit bermasalah bagian pinjaman dari sister company atas nama PT BIM untuk proyek di Batam, namun jaminan asset PT BIM melebihi (mengcover) nilai pinjaman. Posisi PT Pinang hanya memberikan beberapa SHGB tambahan jaminan atas kredit PT BIM tersebut,” jelasnya.

Lucky Winata menambahkan, tudingan PT Pinang Propertindo menelantarkan tanah sewa milik desa adat, tidak benar. Berdasar surat sewa menyewa tanggal 1 November 2001 dan 14 April 2002. PT Piang telah melakukan usaha pertanian dengan jagung gembal bekerja sama dengan SMK Bali Mandara. Awalnya berhasil, namun sejak distribusi air distop oleh Desa Bulian, usaha tersebut kemudian berhenti.

“Secara fisik lahan itu saat ini dikuasi Desa Adat Kubutambahan dan digarap oleh krama desa adat untuk usaha pertanian dan peternakan. Dan hasilnya untuk kas Desa Adat Kubutambahan,” tutupnya.

Terhadap pembatasan peserta paruman, Jro Warkadea menjelaskan bahwa pembatasan itu dilakukan terkait pandemi Covid-19.

Advertisement

“Dalam awig-awig /peraturan tidak ada, namun pertimbangan aparat keamanan pandemi covid sehingga kita hadirkan Desa Linggih saja makanya saya tidak berani, kalau rapat ini dengan jumlah kerama sedikit mari kita siarkan karena dalam pengambilan keputusan tidak mesti melibatkan desa lain toh Desa Linggih saja,” jelasnya. frs/jmg/*