Connect with us

HUKUM

Kelian Banjar Adat Kaja Kangin Tantang Ketut Paang “Perang” di Jalur Hukum

Published

on

Kubutambahan, JARRAKPOS.com – Pengurus Banjar Adat Kaja Kangin, Desa Adat Kubutambahan, Buleleng, Bali, sesuai undangan, Kamis (15/4/2021) sore pukul 15.00 wita menggelar rapat.

Rapat yang digelar di Balai Banjar Adat Kaja Kangin yang kini menjadi objek sengketa antara ahliwaris Gede Putra (almarhum) versus Kelian Desa Adat Kubutambahan, Jro Pasek Ketut Warkadea itu beragenda tunggal minta sikap krama Banjar Adat Kaja Kangin soal somasi Bidkum Polda Bali, sebagai tim kuasa hukum ahliwaris Gede Putra (almarhum) sebagai pemilik tanah yang saat ini diatasnya dibangun Balai Banjar Adat Kaja Kangin itu.

Rapat yang berlangsung panas nan tegang itu dihadiri Camat Kubutambahan Made Suyasa, Perbekel Kubutambahan Gede Pariadnyana, Bhabinkamtibmas, para tokoh masyarakat dan masyarakat yang berjumlah 50 orang sebagaimana diklaim Kelian Banjar Adat Kaja Kangin I Gede Mudana.

Kelian Banjar Adat Kaja Kangin, I Gede Mudana, yang dari awal rapat sudah terlihat emosi, menantang ahliwaris Gede Putra (almarhum) untuk bertarung dan berperang lewat jalur hukum.

Advertisement

“Kita ada sertifikat, silahkan lewat jalur hukum. Saya siap masuk penjara, saya sudah biasa dipenjara. Kalau memang karena saya tanda tangan surat, harus masuk penjara, saya siap masuk penjara,” tantang Kelian Banjar Adat Kaja Kangin I Gede Mudana seraya menegaskan bahwa dirinya siap mempertahankan Balai Banjar Adat Kaja Kangin yang berdiri atas tanah sengketa itu.

Mudana mengaku dirinya berani masuk penjara karena dipastikan dia tidak akan sendiri masuk penjara. Ia pastikan bahwa kalau dia masuk penjara karena menandatangani surat pernyataan penguasaan atau pemilikan tanah itu maka ia yakin Perbekel Kubutambahan Gede Pariadnyana dan Kelian Desa Adat Kubutambahan Jro Pasek Ketut Warkadea pun masuk penjara bersama dirinya.

“Saya berani masuk penjara karena tidak mungkin saya sendiri masuk, pasti Jro Warkadea dan Perbekel pun masuk penjara bersama saya,” ucapnya sambil tersenyum kecut.

Foto Jarrakpos.com: Gede Mudana (baju kotak-kotak merah) tantang ahliwaris tanah

Uniknya, somasi dilayangkan kepada pribadi Jro Pasek Warkadea namun Mudana malah melibatkan masyarakat di Banjar Kaja Kangin seolah somasi itu menjadi kasus bersama. “Saya tanya krama yang hadir, setuju mengembalikan tanah ini atau mempertahankan tanah dengan Balai Banjar Adat ini?” tanya Mudana kepada krama peserta rapat.

Sayang, pertanyaan Mudana itu tidak direspon oleh krama yang hadir. Malah sebagian krama peserta rapat pergi meninggalkan rapat setelah mendengar pertanyaan Mudana itu.

Advertisement

Melihat situasi panas yang dibuat oleh Mudana, Camat Suyasa langsung memotong pembicaraan Mudana. Camat Suyasa meminta Mudana maupun krama agar tidak boleh menanggapi persoalan ini dengan emosi. “Tidak boleh menggunakan emosi. Mari kita mencari solusi terbaik. Mari kita melakukan mediasi dengan bertemu kedua pihak,” sergap Camat Suyasa.

Camat Suyasa menyatakan bahwa kasus ini bukan masalah kecil karena sudah masuk ke ranah hukum dengan melayangkan somasi kepada Jro Pasek Warkadea. Maka itu, ia meminta semua pihak harus menahan diri dan berhati-hati karena setelah sertifikat atas nama desa adat terbit, ahliwari Gede Putra (almarhum) pun datang dengan membawa sertifikat. “Hati-hati karena ini sudah masuk ranah hukum, sudah ada somasi. Ini bukan main-main. Mari kita cari jalan keluar secara damai. Jangan bergerak apa-apa bagi yang tidak mengetahui apa-apa,” tandas Camat Suyasa.

Menurut pandangan Camat Suyasa, kasus ini masih di ranah masalah adminitrasi alias perdata. Jadi, ia mengajak semuanya bersama-sama mencari kebenaran dengan cara melakukan mediasi dengan bertemu kedua pihak baik ahliwaris maupun Jro Pasek Warkadea. “Tanyakan juga ke BPN bagaimana status tanah ini. Kalau sudah ada sertifikat sebelumnya, sekarang bagaimana caranya menyelesaikan. Apakah perlu minta ke ahliwaris ya kita minta agar tetap dipakai. Biarkan Perbekel dan Kelian Banjar yang menyelesaikan, yang lain tidak usah ramai-ramai ikut,” papar Camat Suyasa lagi.

Foto Jarrakpos.com: Inilah lahan yang disengketakan antara ahliwaris alm Gede Putra versus Jro Warkadea

Sementara Perbekel Kubutambahan, Gede Pariadnyana mengaku bahwa dirinya memang ikut menandatangani surat pernyataan penguasaan karena Kelian Banjar Dinas Kaja Kangin sudah menandatanganinya terlebih dahulu. “Benar saya tanda tangan surat itu. Saya tanda tangan karena Kelian Banjar sebagai perpanjang Perbekel di bawah sudah tanda tangan maka saya tanda tangan. Karena Kelian Banjar sebagai pejabat terbawah lebih tahu di masyarakat,” ujar Perbekel Pariadnyana membela diri.

Sejumlah data yang diterima media ini menyebutkan bahwa lahan atau tanah seluas 500 meter persegi yang dipakai untuk SD 4 dan SD 5 serta Balai Banjar Adat Kaja Kangin itu berstatus pinjam pakai yang diberikan oleh pemiliknya bernama Gede Putra (almarhum).

Advertisement

Ini dibuktikan dengan surat dari beberapa Kelian Banjar Adat dan Kelian Banjar Dinas Kaja Kangin sebelumnya. Yakni Wayan Bagiarta, Kelian Banjar Adat Kaja Kangin dalam surat keterangan tertanggal 12 Desember 2007, menyatakan bahwa lokasi tanah Balai Banjar Adat Kaja Kangin merupakan tanah milik pribadi atas nama Gede Putra (almarhum). Dari tahun 1971 sejak berdirinya Balai Banjar Adat Kaja Kangin sampai dengan sekarang statusnya tetap memijam kepada Gede Putra (almarhum) dan kepada para ahliwarisnya.

Kelian Banjar Dinas Kaja Kangin, Ketut Dawan, dalam surat keterangannya tertanggal 11 September 2009 juga menyatakan hal serupa bahwa lokasi tanah SD 4 dan SD 5 Kubutambahan memang benar milik pribadi atas nama Gede Putra (almarhum) dan sampai sekarang ahliwaris dari Gede Putra (almarhum) belum mendapat ganti rugu dari Pemkab Buleleng. frs/*