Connect with us

SUARA PEMBACA

Inspirasi Pendidik Merdeka dari Novel Guru Aini

Published

on

Denpasar, JARRAKPOS.com – Meski masih pandemi, pendidikan tidak boleh berhenti. Pendidikan yang di dalamnya terdapat sekolah, pendidik, siswa, pembelajaran, materi, dan hal lainnya harus beradaptasi dengan cara yang baru yang harus sama baiknya atau bahkan lebih baik dengan pembelajaran sebelumnya. Anak-anak yang memasuki tahun ajaran baru pun “dipaksa” mengikuti cara adaptasi yang baru agar mereka bisa menuntaskan atau mengawali pendidikan seperti sebelum-sebelumnya.

Anak-anak, mahasiswa harus tetap menggunakan waktu sebaik mungkin untuk mengisi diri dan memenangkan pertarungan atas waktu yang terus bergulir. Bukan hanya anak-anak, peserta didik, melainkan pendidik juga harus memetakan kemerdekaan sebagai pendidik di tengah pandemi ini. Pendidik harus lebih cepat beradaptasi. Memperbanyak mengisi diri lewat praktik baik apa pun. Salah satunya meningkatkan kemampuan literasi. Karya sastra bisa menjadi media mengisi diri di tengah pandemi ini yang tentunya akan membawa nuansa inspiratif untuk ditularkan kepada anak didik.

Berlama-lama di media sosial atau berselancar di dunia maya, kadang membuat diri menagih hal lain. Kegiatan membaca yang mungkin terlupakan di tengan kesibukan sehari-hari, kini harus dipaksa tumbuh lagi. Membaca buku yang nyata di genggaman, menghirup aroma kertas buku dan membukanya halaman per halaman adalah sensasi lain yang tidak ditemukan ketika membaca buku elektronik atau sekadar membaca di jejaring sosial media.

Karya Guru Aini bisa menjadi obat untuk dapat membangkitkan apa yang belum dan tidak pernah bangkit sebelumnya. Dalam novel ini, tersuguhkan kemerdekaan seorang guru dan siswa dalam pembelajaran bermakna. Pemaknaan yang positif, rasa syukur yang berlebih, serta kegigihan dalam menghapuskan kemiskinan dan kobodohan merupakan perkara unik yang dibahas dalam karya ini. Namun apa boleh buat, dia ingin jujur pada dirinya sendiri, bahwa yang paling diinginkannya adalah menjadi guru matematika yang mengajar anak-anak di pelosok. Dia tak mau menukar mimpinya itu, dia tak ingin menjadi hal lain, seindah apapun hal lain itu berjanji. (Guru Aini, halaman 7)

Advertisement

Ketika seorang guru maupun dosen hadir di kelas dan dapat membuat ingatan dan pengalaman yang melekat di hati siswa atau mahasiswa, maka pendidik itu dapat dikatakan berhasil dalam pembelajaraan. Apalagi dalam konteks novel Guru Aini di sini, dimana Desi Istiqomah sebagai tokoh yang terinspirasi oleh gurunya sendiri, yaitu Ibu Marlis untuk dapat menjadi guru matematika. Bahkan, tokoh Desi yang diceritakan dalam novel ini hanya memiliki mimpi untuk menjadi guru matematika saja. Tidak ada yang lain. Tokoh Desi pun siap menerima tantangan untuk mengajar di pelosok, asalkan dapat menjadi guru matematika dan mengabdi pada negeri sebagai seorang guru.

Dalam buku saku panduan merdeka belajar-kampus merdeka baik yang berlaku di perguruan tinggi maupun di sekolah menegaskan adanya delapan program khusus yang dibentuk sedemikian rupa dengan tujuan membentuk pembelajaran yang inovatif, tidak mengekang, dan sesuai dengan tingkat kebutuhan peserta didik. Desi merasa merdeka dan tanpa tekanan apapun untuk memilih pilihannya sendiri, seperti menjadi guru matematika. Pilihan Desi untuk menempuh pendidikan dinas dan menyandang guru matematika di pelosok sekali pun sesuai dengan potret kegiatan proyek kemanusiaan yang dibahas lantang di program merdeka belajar-kampus merdeka tahun 2020.

Tujuan proyek kemanusiaan dalam program merdeka belajar yaitu menjadikan mahasiswa atau pelajar dapat menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugas berdasarkan agama, moral, dan etika. Tujuan lainnya yaitu agar pelajar memiliki kepekaan sosial dan menggali permasalahan di suatu tempat yang dapat diselesaikan dan dicarikan solusi sesuai dengan keterampilan dan minat masing-masing. Proyek kemanusiaan dengan menjadi pengajar di berbagai bidang ilmu rutin dilakukan pemerintah dengan menggandeng anak muda sebagai penggeraknya.

Proyek-proyek kemanusiaan semacam yang disampaikan dalam novel ini juga selalu ramai pendaftarnya dan anak muda sebagai garda terdepan misi merdeka belajar ini dapat memanfaatkan proyek ini secara maksimal dan membantu pemenuhan fasilitas pendidik di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar. Tokoh Desi juga anak muda lainnya yang menjatuhkan pilihan seperti ini bisa menjadi solusi untuk kurangnya tenaga guru yang kompeten, bersemangat, berjiwa petualang, dan mampu melangkah meninggalkan zona nyaman untuk bisa mengabdi pada negeri sesuai porsinya masing-masing. Hal ini dapat membantu pemerintah dalam mewujudkan pendidikan yang merata dan adil untuk seluruh wilayah Republik Indonesia.

Advertisement

“Kau yakin menjadi guru, Desi? Kau lihatlah nasib guru-guru itu!” “Itu bicara yang tak pantas! Enak saja bicara! Mana bisa kita menilai profesi agung seorang guru hanya dengan imbalan-imbalan materi macam itu!” (Guru Aini, halaman 3). Menjadi guru adalah panggilan jiwa…. Kita akan kesulitan memajukan pendidikan jika seseorang ingin menjadi guru sekadar untuk mencari nafkah. (Guru Aini, halaman 8). Berdasarkan konteks yang dibangun dalam Novel Guru Aini ini, tokoh Desi ditampilkan berkonflik dengan pasangannya saat Desi memutuskan untuk menerima program pemerintah untuk menjadi guru dinas. Desi terlibat percakapan serius dengan pasangannya dalam menyampaikan keinginannya untuk dapat mengabdi sebagai guru matematika, meski nantinya akan ditempatkan di pelosok negeri.

Menjadi guru dalam pandangan kekasih Desi ini justru bertentangan dengan aspek nilai moral dan etika sebab ada sebuah keraguan dan usaha membandingkan profesi guru dengan profesi yang lain dari sudut pandang penghasilan atau uang semata. Desi menyebut profesi guru guru sebagai profesi agung yang tidak dapat dibandingkan hanya dengan imbalan atau materi semata. Nilai yang berlaku di masyarakat Indonesia zaman ini masih memandang rendah pada profesi guru, terutama jika dilihat dari sisi penghasilan.
Arti kemerdekaan yang sesungguhnya dalam pendidikan harus diawali dari adanya guru yang “merdeka”, guru yang tahu tujuan, siap mengajar, siap belajar bersama, siap membimbing, memiliki kompetensi yang matang, mental yang kuat, semangat, dan menginspirasi, baru akan berdampak kepada siswa yang bahagia sehingga merdeka belajar bisa diwujudkan dengan baik.

Dalam novel Guru Aini ini, pengarang mencoba untuk membuka perspektif masyarakat terhadap kemerdekaan belajar itu bukanlah pemberian, melainkan harus diperjuangkan bersama antara guru itu sendiri, siswa, orang tua, juga lingkungan masyarakat. Guru yang bahagia, siswa yang bahagia, orang tua yang bahagia, serta masyarakat yang mendukung, membuat kemerdekaan pendidikan bisa dijalankan dengan baik. Sebagai guru dia memahami psikologi pendidikan bagi anak-anak kampung. Kemiskinan dan kepercayaan diri yang rendah membuat mereka selalu merasa hal-hal akademik yang hebat akan selalu menjadi milik orang lain, milik orang kota, milik anak-anak orang kaya di sekolah-sekolah hebat. Mereka selalu memerlukan contoh nyata, dari kalangan mereka sendiri.

Kehadiran Desi dan Aini memiliki aspek penting untuk dapat memberikan kesan bahwa tugas menjadi guru tidaklah mudah. Ada pengorbanan, keikhlasan, keteguhan, dan kepercayaan diri serta dapat meyakinkan setiap anak untuk menempuh pendidikan dengan maksimal. Guru terbaik dalam konsep merdeka belajar adalah guru yang dapat membangkitkan semangat belajar, dapat menginspirasi, dan dapat menemukan hal-hal terbaik dari setiap diri peserta didik. Untuk mencari yang terbaik tersebut, guru harus mampu menyelami psikologi peserta didik dan dapat melakukan pendekatan yang tepat terkait pemahaman seperti apa yang sesuai dengan kapastitas masing-masing individu. Guru Desi adalah guru penggerak dan agen perubahan.

Advertisement

Setiap pendidik harus merasa merdeka terlebih dahulu sebelum memberikan kemerdekaan itu pada anak didiknya juga pada pendidikan itu sendiri. ***

Continue Reading
Advertisement