Connect with us

NEWS

GPS Tegaskan Pura Harus Dipertahankan, Tak Boleh Digusur Jika Ahli Waris Pindah Agama

Published

on


Denpasar, JARRAKPOS.com – Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) perwakilan Bali, Gede Pasek Suardika, SH.MH menegaskan tantangan sosial masyarakat Bali saat tidak sekadar masalah-masalah sosial seperti penduduk pendatang yang terus menyerbu Bali. Karena sudah mulai banyak potensi permasalahan sosial yang diakibatkan dari sisi ekonomi yang dapat mengancam tergusurnya nilai-nilai spiritual. Demikian ditegaskan Pasek Suardika usai menerima perwakilan pangempon Pura Hyang Ibu Pasek Gaduh Banjar Babakan, Canggu, Kuta Utara, yang tengah dililit perkara hukum dimana pura mereka terancam digusur, yang diterima di Sekretariat Kantor DPD RI Perwakilan Bali, Kamis (1/8/2019).

1b#Bn-21/7/2019

Permasalahan yang mulai beragam ini tidak bisa ditampik begitu saja karena muncul akibat pertumbuhan di sektor ekonomi. Dengan permasalahan yang ada krama Bali diingatkan jangan hanya sibuk menjaga persoalan-persoalan ritual, tetapi lupa untuk mengawal dan menjaga parahyangan. “Kasus ini sudah menjadi alarm. Kasus seperti ini sudah pernah kita prediksi akan terjadi, dan sudah berbunyi. Jika tidak ada kesadaran dari warga Bali, maka Bali akan kehilangan ciri khasnya. Karena pura dengan mudah digusur oleh aneka kepentingan,” tegasnya.

Baca juga : Pura Terancam “Alih Fungsi”, DPRD Bali Layangkan Surat Penundaan Eksekusi

Terkait dengan permasalahan hukum yang dihadapi para waris dan pengempon Pura Hyang Ibu Pasek Gaduh Banjar Babakan, Pasek Suardika mengarahkan agar warga dapat mencari solusi terbaik. Dengan tetap berpegang pada hukum yang berlaku, dan mampu menyelesaikan peradilan dengan cara-cara terhormat. “Saya harap tetap dicari solusi yang baik, bagaimana pura yang ada tetap menjadi pura, laba pura yang ada tetap menjadi laba pura, dengan cara-cara yang baik. Saya meyakini dalam proses hukum masih banyak celah yang bermasalah. Bagaimana misalnya setelah dikabulkan di PT (Peradilan Tinggi, red) di Mahkamah Agung, tapi dibatalkan di PK (peninjauan kembali, red). Saya menyadari bahwa anatomi MA tidak menguasai hukum adat di Bali,” jelas pria asal Buleleng ini.

1b#Bn-22/7/2019

Terkait kondisi itu, ia pun berharap ke depan lembaga peradilan agar berhati-hati dalam menangani masalah yang sensitif karena di Bali memiliki hukum adat yang kuat. Diingatkan bahwa masalah pura dan laba pura merupakan masalah yang menyangkut nilai-nilai budaya, adat-istiadat serta hubungan histori masyarakat Bali. “Apalagi terkait batara kawitan itu punya nilai sensitif bagi orang Bali yang luar biasa, sehingga tidak bisa disamakan dengan kalau nanti terjadi proses eksekusi yang sifatnya kayak ruko, toko, tanah. Ini tidak hanya (menyangkut) pengempon saja, bahkan menyangkut masyarakat Bali secara umum, karena menyangkut hubungan darah masyarakat Bali,” pungkasnya.

Baca juga : Pura Terancam Digusur, Bendesa Adat Canggu Segera Gelar Rapat Adat

Advertisement

Diketahui sebelumnya, kasus hukum pengurusan sertifikat Pura Hyang Ibu Pasek Gaduh di Banjar Babakan, Canggu, Kuta Utara yang digugat oleh pengempon dinyatakan kalah di tingkat PK setelah sebelumnya berhasil menang di MA. Pura ini sendiri telah ada sejak 1950-an. Pada tahun 1960-an, salah satu ahli waris berpindah agama, dan lantaran terjadi disharmonis ahli waris yang juga merupakam salah satu pengempon pura pindah dari tanah tersebut. Pada tahun 2013 pengempon bermaksud mensertifikatkan pura melalui proses gugatan hukum. Di tingak Pengadilan Negeri Denpasar penggugat dinyatakan kalah namun akhirnya menang di Pengadilan Tinggi setelah dilakukan banding. Tak terima, tergugat turut melakukan banding ke MA yang akhirnya juga dimenangkan pihak penggugat. Namun, enam bulan berselang setelah putusan, tiba-tiba tergugat dinyatakan kalah setelah naik PK di MA. Atas putusan tersebut, pura ini terancam tergusur. eja/ama