Connect with us

NEWS

Gerakan Tolak Tersus LNG Meredup, Kebutuhan Sumber Energi Bersih di Bali Naik Signifikan

Published

on

Denpasar, JARRAKPOS.com – Rencana pembangunan Terminal Khusus Liquefied Natural Gas (Tersus LNG) di Desa Adat Sidakarya yang awalnya ditolak habis-habisan oleh Desa Adat Intaran, Sanur, Denpasar Selatan, kini gaungnya makin mereda. Gerakan penolakan tersebut redup seiring pernyataan Gubernur Bali, Wayan Koster yang mengungkapkan fakta bahwa proyek Tersus LNG yang diinisiasi oleh Pemprov Bali itu, sebenarnya tidak dibangun di atas lahan mangrove seperti yang dituduhkan Walhi Bali bersama pecinta lingkungan selama ini. Apalagi satu per satu billboard dan baliho tolak LNG di lahan mangrove yang bernilai ratusan juta itu, sudah diturunkan dan dibongkar paksa oleh aparat gabungan, pada Senin, 31 Oktober 2022.

Di sisi lain, pemanfaatan LNG sebagai sumber energi baik bagi industri perhotelan di Bali makin meluas, sehingga terpaksa mendatangkan bahan bakar ramah lingkungan ini dari luar Bali. Karena upaya ini, tidak sejalan dengan upaya penolakan Terminal Khusus (Tersus) LNG di Bali yang telah disiapkan oleh Pemprov Bali. Sebelumnya, Direktur Utama PT Pertamina Gas selaku induk perusahaan PT Pertagas Niaga, Gamal Imam Santoso menegaskan PTGN terus mendorong penetrasi penyerapan gas baik dalam bentuk CNG maupun LNG sebesar 12.000 MMBTU per bulan. Sayangnya LNG ini dipasok dari gas Jawa Timur maupun Kalimantan bagi industri hotel, restoran dan café di Bali.

Volume kebutuhan LNG ini diprediksi akan naik signifikan dengan kesadaran pemanfaatan energi yang lebih ramah lingkungan. “CNG dan LNG disalurkan oleh Subholding Gas Pertamina sebagai alternatif bagi konsumen yang wilayahnya belum tersambung jaringan pipa gas,” kata Gamal belum lama ini. Sebagai contohnya, Pertagas Niaga sebagai bagian dari Subholding Gas Pertamina mengalirkan LNG untuk Hotel SOL by Melia di Benoa, Kuta Selatan, Badung, Bali yang kali ini dikemas dalam bentuk micro bulk. Ini menjadi hotel kedua di Bali yang sekarang menggunakan LNG setelah sebelumnya didahului oleh Conrad Hotel, Benoa pada Juli 2022. LNG di SOL by Melia ini nantinya akan dimanfaatkan sebagai bahan bakar kebutuhan dapur dan boiler pemanas air serta laundry hingga 6.000 m3/ bulan.

Pertagas Niaga bekerja sama dengan Laras Ngarso Gede dalam pengangkutan dan pengoperasian penyaluran LNG untuk industri perhotelan di Bali ini. LNG menjadi salah satu opsi terbaik bagi industri yang mengedepankan penggunaan energi bersih serta faktor kepraktisan dikarenakan isi LNG adalah 1/600 gas alam pada suhu dan tekanan standar. “Subholding Gas menguasai rantai suplai LNG dari hulu hingga hilir sehingga jaminan ketahanan suplai LNG terjamin. Ini juga dalam rangka menjalankan program pemerataan energi bersih yang juga merupakan salah satu fokus G20,” ujarnya. Seperti diungkapkan, Konsultan dan Pakar Lingkungan, Dr. Ketut Gede Dharma Putra belum lama ini, sudah menilai adanya perang kepentingan terkait polemik Tersus LNG ini. Menurut Dharma Putra, polemik tersebut membangkitkan kembali kesadaran masyarakat Bali akan pentingnya energi bersih bagi kelistrikan di Bali.

Advertisement

Ia menuturkan saat ini Bali memiliki kapasitas pembangkit listrik lebih dari 1.200 MW, dengan kebutuhan maksimal 980 MW. “Sebesar 350 MW bersumber dari pembangkit Paiton di Probolinggo, Jawa Timur yang masih menggunakan batubara,” katanya. Seiring pertumbuhan ekonomi Bali, imbuhnya, beban listrik Bali akan mencapai 1.185 MW sampai dengan tahun 2023. Ketua Yayasan Pembangunan Bali Berkelanjutan ini, menilai pentingnya penggunaan energi bersih atau gas sebagai bahan bakar pengganti fosil fuel dalam sistem kelistrikan. Pembakaran batubara atau solar pada pembangkit listrik menimbulkan residu polutan dalam jumlah besar. “Dari sisi ekonomi penggunaan gas memiliki nilai efisiensi yang signifikan,” ujar peraih gelar magister kimia kelautan dari University of Wollongong, New South Wales, Australia ini.

Menurut Dharma Putra, penggunaan energi gas dalam sistem kelistrikan akan memberi stimulan kemandirian energi listrik bagi Bali. Disinggung soal lokasi proyek Terminal LNG yang diributkan, Dharma Putra menepisnya dengan upaya minimalisasi dampak negatif. “Bali berpengalaman mengelola kawasan proyek dengan recovery lingkungan lewat pendekatan sosial budaya yang tepat,” ulasnya. Terlebih menurutnya jika proyek itu memberi manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat dan alam Bali. Gelombang protes penolakan ini, menurutnya, bagian dari kendala-kendala di lapangan pascamelewati fase perencanaan. “Di Indonesia persoalan penentuan lokasi proyek sering menimbulkan masalah,” jelas doktor Bidang Budaya dan Lingkungan Universitas Udayana ini. tim/ama/ksm

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Warning: Undefined variable $user_ID in /home/jarrakpos/public_html/wp-content/themes/zox-news/comments.php on line 49

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply