Connect with us

NEWS

Aturan Zonasi Kaku, PPDB 2020 Terancam Kembali Kisruh dan Gaduh

Published

on

Badung, JARRAKPOS.com – Upaya pemerintah merevisi aturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2020-2021 dengan menerbitkan Permendikbud No.44 Tahun 2019 dipastikan akan kembali sistem penerimaan siswa baru terancam kisruh dan gaduh, akibat carut marutnya sistem zonasi yang bikin pusing. Pasalnya pada jalur zonasi dengan ketentuan kuota paling sedikit 50% dari daya tampung sekolah masih kaku, hanya diberlakukan dengan mengacu pada jarak terdekat antara rumah siswa dengan sekolah yang dituju.

1bl-ik#2/4/2020

Hal itu diungkapkan langsung, Ketua Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan (YPLP) Kabupaten PGRI Badung, Dr. Drs. I Made Gede Putra Wijaya, SH. MSi., ditemui Selasa (21/4/2020) yang mengatakan, jalur zonasi sifatnya sangat subjektif dan berpotensi tidak memberikan azas keadilan bagi siswa. Dicontohkan, penerimaan siswa untuk jenjang SMA/SMK maka siswa yang lulus SMP akan mendaftar pada satu sekolah negeri. Sementara di lapangan lokasi sekolah lanjutan yang dituju memiliki potensi siswa dari beberapa SMP.

Bila zonasi yang dimaksud dengan jarak terdekat dari sekolah dipastikan lulusan dari SMP terdekat akan mengisi jalur zonasi secara penuh, karena bisa saja lulusan di sana hampir semua berdomisili di dekat SMA yang akan dituju. Sebaliknya bagaimana dengan lulusan SMP lain yang jarak rumah lebih jauh otomatis kesempatan untuk diterima dengan jalur zonasi hanya hisapan jempol saja. “Tetap tidak bisa dijadikan acuan, kalau tidak ada parameternya lagi selain zonasi,” ujar praktisi pendidikan asal Desa Gerih, Badung ini.

1bl-bn#1/4/2020

Melihat potensi kerawanan tersebut, ia menyampaikan gagasan agar pemerintah Provinsi Bali dibawah kewenangan Dinas Pendidikan memperjelas jalur zonasi agar mampu memberikan keadilan bagi siswa untuk dapat bersekolah sesuai pilihan. Untuk itu penting jalur zonasi tetap menerapkan kuota berdasarkan sekolah. Contoh di satu SMA/SMK ada beberapa sekolah SMP, sehingga ada semacam perankingan yang diberikan menjadi kuota siswa yang akan diterima.

“Kalau zonasi dipakai rawan sekali, karena yang dekat yang dapat, bagaimana kalau ada sekolah yang tidak dijangkau dalam zonasi itu. Setiap sekolah harus punya kuota masing-masing tidak zonasi murni. Kalau tidak begitu siswa SMP yang dekat dengan SMA/SMK yang dituju menghabisi semua kuota. Kalau begitu siswa tidak perlu punya prestasi apa-apa dan mereka sudah menghabisi semua kursi. Lalu bagaimana dengan siswa SMP yang juga merasa ada di zonasi sekolah pilihan. Bagaimana peran guru, peran sekolah menilai anak-anaknya sampai dengan tamat,” ungkap Kepala SMK PGRI 1 Badung itu.

12th-ik#27/3/2020

Desakan ini juga didasari keinginan agar pada PPDB tahun ajaran 2019-2020 sekolah negeri tidak lagi memaksakan untuk menerima siswa dalam jumlah besar, bahkan dengan penambahan ruang belajar. Kondisi sebelumnya juga dinilai telah mengabaikan keberadaan sekolah swasta.”Jangan abaikan peran sekolah swasta. Mereka yang tidak mendapatkan kesempatan untuk di plot atau diarahkan ke SMA negeri ya bisa masuk mencari sekolah swasta. Jika sekolah swasta dan negeri dibedakan ini jadi masalah, ada diskriminasi atau dikatomi dalam dunia pendidikan,” tandasnya.

Dikonfirmasi terpisah, Sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi Bali I Ketut Sudarma, S.Sos., mengatakan, sesuai Permendikbud No: 44 Tahun 2019 tentang PPDB 2019-2020. Jalur zonasi 50 %, jalur afirmasi 15%, perpindahan tugas orang tua/wali sisiwa 5% dan jalur prestasi sisanya baik dari kategori akademik maupun non akademik. Ditegaskan untuk jalur zonasi tidak boleh kurang dari 50% namun yang mendapatkan jatah tetap berdasarkan lokasi siswa terdekat. “Di provinsi kan titik koordinat tetap (Google,red). Kita sudah punya di jalur prestasi 30% sesuai Permendikbud. Mari kita sama-sama menjaga agar tidak kacau,” tegasnya tanpa mempertimbangkan aspirasi dari masyarakat dan kalangan pendidik. eja/ama

Advertisement