Connect with us

EKONOMI

HIPMI Bali Dukung APNI Perjuangkan Harga Pokok Mineral Nikel

Published

on


Denpasar, JARRAKPOS.com – Badan Pengurus Daerah (BPD) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Bali juga menyatakan ikut mendukung Asosiasi Penambang Nikel (APNI) dalam memperjuangkan harga pokok mineral (HPM) nikel di atas Free on Board (FoB) tongkang. Dorongan itu di tengah kondisi larangan ekspor biji nikel pada 1 Januari 2020 yang membuat penambang dalam negeri berada dalam kondisi mati suri. Seperti diungkapkan Ketua Umum BPD HIPMI Bali, Ketua Umum BPD HIPMI Bali, Dr.dr. I Gusti Nyoman Darmaputra, SpKK., mengakui situasi tersebut terjadi akibat rendahnya harga jual komoditas pertambangan tersebut.

1bl-ik#8/2/2020

Sementara itu, jika tetap dipaksakan melakukan penambangan, semakin membuat harga tawar menjadi lebih murah dari harga produksi dan mematikan perusahaan. dr. Darma sapaan akrab pengusaha klinik kecantikan itu, menjelaskan organisasi pengusaha tersebut mendukung dan mengapresiasi APNI dalam penentuan HPM nikel di atas FoB tongkang. “Kami berharap ada kesepakatan dua belah pihak antara smelter dan penambang yang dibuatkan regulasinya dari Menteri ESDM untuk menetapkan harga HPM. “Apabila ada smelter yang dibeli harga dibawah HPM harus diberikan sanksi,” kata dr. Darma saat dihubungi, Minggu (16/2/2020).

Baca juga: Rangkul Petani dan Pemerintah, HIPMI Bali Libatkan Pengusaha Lokal Didirikan Koperasi Produksi Dukung Pergub Bali

Dia menilai harga internasional bijih nikel saat ini untuk kadar 1.8% FoB Filipina dihargai antara USD 59-61/ wet metric ton (wmt). Sehingga jika pemerintah mengajukan harga jual bijih nikel domestik kadar 1.8% FoB sebesar USD 38-40/wmt tetap dalam harga wajar. Jika dibandingkan dengan harga internasional tentu tidak memberatkan kedua pihak baik smelter maupun penambang. Untuk itu dia meminta Kementerian ESDM mewajibkan kepada penambang yang kadar 1.7% dilarang ekspornya Januari 2020 lalu. “Sebab, ada larangan ekspor, maka Kementerian ESDM mewajibkan barang penambang diterima smelter lokal yang kadarnya 1.7%,” tegasnya.

1bl-ik#5/2/2020

Untuk saling menjaga kualitas barang, juga disarankan penambang dan smelter bisa menunjuk masing-masing surveyor yang terdaftar di Kementerian ESDM agar kualitas barang mempunyai kepastian. Sehingga tidak merasa dicurangi satu sama lainnya. Untuk itu, dr. Darma mengatakan kebijakan yang dilakukan APNI patut didukung. “Dengan begitu tercipta persaingan yang sehat dan iklim ekonomi yang baik,” pungkas dr. Darma menegaskan. Secara terpisah, Ketua Umum BPP HIPMI, Mardani H Maming sebelumnya juga mengakui, harga internasional saat ini, bijih nikel kadar 1.8 persen FoB Filipina dihargai antara USD 59-61/ wet metric ton (wmt) sehingga jika pemerintah mengajukan harga jual bijih nikel domestik kadar 1.8 persen FoB sebesar USD 38-40/wmt merupakan harga yang wajar.

Baca juga: Pegadaian Denpasar Sinergi HIPMI Geliatkan Ekonomi Bali

Advertisement

Hal senada dibeberkan Mardani, untuk saling menjaga kualitas barang, Maming juga menyarankan penambang dan smelter boleh menunjuk masing-masing surveyor yang terdaftar di Kementerian ESDM agar kualitas barang mempunyai kepastian sehingga tidak merasa dicurangi satu sama lainnya. “Jika kita bandingkan dengan harga internasional tentu tidak memberatkan kedua pihak baik smelter maupun penambang,” tandasnya. Maming lantas meminta Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mewajibkan kepada penambang yang kadar 1.7 persen, yang dimana dilarang ekspor Januari 2020. “Karena ada larangan ekspor, maka Kementerian ESDM mesti mewajibkan barang penambang diterima oleh smelter lokal yang kadarnya 1.7 persen,” sebut mantan Bupati Tanah Bumbu tersebut. tim/net/ama