Connect with us

NEWS

Garuda Indonesia Bangkrut !

Published

on

Jarrakpos.com. “Maling teriak maling.” Sistem kelola tak sehat. Korupsi yang mentradisi. Lantas mengaku rugi. Bahkan berteriak, membangunkan perhatian khalayak yang awalnya tak tahu menahu. Itulah cerita faktual kondisi Garuda Indonesia saat ini.

Hal serupa juga menerpa sejumlah perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lainnya.

Payah dan parah. Payah dalam sistem kelola yang cenderung “amburadul”. Parah sebagai akibat mata rantai korupsi tak pernah henti.

Lantas teriak merugi, hingga posisi SOS — minta pertolongan. Bahkan sudah level ICU (Intensive Care Unit). Sekarat.

Advertisement

Maskapai penerbangan yang (pernah) dibanggakan mabuk berat. Akibat “over dosis”. Tergeletak di jalanan, praktis jadi tontonan sambil lalu. Kadung “hidup segan mati tak mau”. Sekarat! Secara teknis, Garuda Indonesia sudah bangkrut.

Bila itu yg terjadi alias bangkrut, tentu bukan akibat dadakan. Sebuah masalah yang tak datang tiba-tiba. Praktis sudah menahun. Lanjut terakumulasi. Nyaris tanpa sekat solusi dini. Bagai “bom waktu” yang kali ini siap meledak. Ambyar.
***
Pengakuan Wamen BUMN, Kartika Wirjoatmojo di DPR RI — justru menuai tanya: ke mana saja selama ini?! Artinya sudah tahu adanya sengkarut di Garuda Indonesia.

Utang menumpuk hingga mencapai lebih Rp 138 Triliun. Sementara aset milik Garuda Indonesia, jauh lebih rendah dari kewajibannya. “Hanya” sekira Rp 98,2 Triliun. Itu artinya entitas negatif menyundul Rp 40 Triliun. Waduh, benar adanya — sudah sekarat.

Sebuah tekanan keuangan yang luar biasa berat. Berakibat beban utang selangit. Secara kasat mata, pendapatan tak sebanding pengeluaran.

Advertisement

Utamanya biaya boros untuk operasional dan perawatan pesawat. Tak kecuali biaya sewa pesawat yang memicu praktik korupsi.

Sudah bukan rahasia lagi, biaya sewa pesawat yang mahal. Melebihi jauh dari “global average”. Berlipat 4-5 dibanding umumnya. Mencapai 24,7 % dari pendapatan. Koq, bisa?! Apa pun alasan dan pertimbangan, di sinilah indikasi koruptif sudah tampak.

Muntah akibat. Alih-alih bisa kembali berlindung di balik PMN (Penyertaan Modal Negara). Masalah sengkarut dibuka di depan publik, artinya tak lagi lancarjaya. Saking di sana-sini (perusahaan BUMN lain -pen) juga merugi dan aksi korupsi.

Negosiasi dan restrukturisasi utang jadi solusi. Toh, tak kunjung presisi. Utang pun kian membengkak. Akibat lain, kerugian tercatat Rp 1,43 Triliun per bulan.

Advertisement

Pendapatan hari-hari ini hanya Rp 710 miliar. Berbanding beban biaya mencapai Rp 2,13 Triliun. Satu berbanding tiga. Kadung sekarat, jelang kematian.

Sekali lagi, bagai “buah simalakama”. Langkah restrukturisasi bukan hal mudah alias beresiko. Proses legal pun akan menghadapi kompleksitas masalah. Dengan kata lain, upaya penyehatan berulang. Sependek ini, selalu menemui jalan buntu.

Masalah berputar di sekitar itu. Kinerja tak sehat, merugi, korupsi, utang selangit, gugatan hingga pailit. Limbung dan bingung!

 

Advertisement

 

 

Sumber : Imam wahyudi
Editor : Kurnia

Advertisement