Connect with us

HUKUM

Tak Terima Hasil Mediasi, Krama Hindu Bali Minta MDA Dampingi Penegakan Hukum Adat Bali

Published

on

Badung, JARRAKPOS.com – Ketua Tim Advokasi Desa Adat Canggu, I Made Sudiana, SH., menegaskan tidak menerima hasil mediasi atas kasus sengketa Pura Hyang Ibu Pasek Gaduh Banjar Babakan, Canggu, Kuta Utara yang difasilitasi Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet sekaligus dalam kapasitasnya sebagai Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Bali. Hasil mediasi yang disajikan dianggap tidak memperhatikan kepentingan secara utuh dalam upaya melestarikan adat, budaya dan eksisistesai krama pengempon pura dari sisi Hukum Adat Bali.

“Ketua MDA harus maksimal, jangan dikacaukan dengan peran beliau sebagai FKUB, itukan ambivalen. Artinya bertolak belakang, beliau harus tegas kalau beliau ada pada posisi MDA. Mesti harus ada dasar, yaitu Hukum Adat yang harus dikukuhkan. Bagaimana caranya Hukum Adat Bali itu bisa dipakai dasar kehidupan di Bali terlepas dia krama tamiu,” ujar Sudiana ditemui di Badung, Selasa (4/8/2020).

Ia menjelaskan dalam mediasi diputuskan secara sepihak bahwa pengempon pura hanya berhak atas pura, sementara jaba pura dimiliki secara bersama dengan pihak Katolik (keluarga) yang telah memenangkan hak waris secara utuh di Mahkamah Agung (MA) atas putusan Peninjauan Kembali (PK). Sementara saat semangat mediasi krama pengempon pura sudah jelas menunjukkan keinginannya agar dapat menguasai pura secara utuh termasuk jaba pura. Hal tersebut membuat krama pengempon pura kesal dan memutuskan untuk melakukan upaya hukum baru memperjungkan hak atas pura secara utuh.

“Mestinya Dia (MDA, red) harus tunduk pada adat dan budaya Bali, itu yang harus dipakai dasar sehingga kalau kita bicara Ajeg Bali itu jelas langkah-langkahnya bukan sekedar slogan. Dan beliau (Putra Sukahet, red) sebagai ketua lembaga adat mesti harus paham lah bagaimana cara mengambil langkah-langkah strategis. Agar adat dan budaya Hindu itu lestari, kan itu tugas beliau baik itu menyangkut prahyangan, pawongan dan palemahan,” jelasnya.

Advertisement

Sudiana juga mengaku telah didatangi perwakilan dari MDA sekaligus dari FKUB Provinsi Bali yang diwakili oleh Putu Hendra pada tanggal 29 Juli 2020 (malam). Menanyakan apakah benar pernyataan yang disampaikan dalam menilai peran MDA Bali tidak optimal menyikapi mediasi dalam sengketa kasus yang dimaksud. “Pertama dia (Putu Hendra, red) meragukan statemen saya di media. Saya sudah pertegas bahwa itu benar statamen saya. Kedua disuruh klarifikasi, tentu saya harus punya prinsip karena ini bukan masalah saya tapi masalah adat budaya yang menjadi warisan leluhur, ini tanggung jawab generasi. Tanggung jawab kita sebagai masyarakat adat, kalau bukan kita ngukuhin adat, budaya lan agama, nyen ken ongkon,” ucapnya.

Karena ada upaya hukum lanjutan dari krama pengempon pura, ia meminta agar MDA menunjukkan sikap tanggung jawab untuk menegakkan adat, budaya dan Agama Hindu. Bahkan nanti kalau diminta untuk mendampingi krama Hindu di pengadilan. “Beliau harus mensupport ini, karena maksud dan tujuan dari semeton Hindu memperjuangkan. Itu kan hak adat yang diperjuangkan bukan hak pribadi,” bebernya lanjut mengatakan agar MDA tidak hanya hadir sebagai mediator atas putusan hukum yang ada sebelumnya karena menimbulkan penolakan yang ditunjukkan dengan pengajuan upaya hukum lanjutan. “Dasarnya kan kajian dari Hukum Adat Bali itu yang dipakai dasar. Makanya disini kalau tidak paham, ketemu dengan pakar-pakar hukum adat seperti Prof. Windia, mestinyakan melajah kemo,” sarannya.

Dijelaskannya saat didatangi oleh perwakilan MDA, justru hanya menyampaikan hasil mediasi tanpa didasari referensi penyelesaian masalah dari sisi Hukum Adat Bali. Lanjut meminta agar MDA benar-benar hadir untuk menjaga eksistensi adat, budaya dan Agama Hindu. “Karena beliau (MDA, red) akan bertugas, kalau belum punya referensi cari referensi agar bisa melaksanakan tugas sebagai lembaga bagaimana caranya agar adat dan budaya dan agama itu lestari. Kita kan nyujuhin adat, budaya lan Agama Hindu. Ini ngukuhin karena ini warisan leluhur yang adi luhung yang justru karena adat dan budaya, Agama Hindu itu Bali terkenal di seluruh dunia. Kan sebenarnya ini aset, masak dirusak,” tandasnya.

Saat dikonfirnasi, perwakilan MDA dan FKUB Provinsi Bali, Putu Hendra membenarkan telah mendatangi Sudiana. Dalam pembicaraan yang dilakukan ia mengaku Tim Advokasi Hukum Desa Adat Canggu itu masih kukuh dengan pendiriannya dan cenderung emosi menyikapi hasil mediasi yang telah berjalan. Dijelaskannya upaya mediasi yang dilakukan pihaknya sudah maksimal namun hanya bercermin dari kajian putusan hukum tanpa melihat kajian dari sisi Hukum Adat Bali. “Kalau pihak Katolik maupun pihak Hindu melakukan upaya hukum itu MDA tidak ikut lagi. Tapi Mediasi sudah berakhir dengan pura itu sudah menjadi disepakati untuk menjadi milik semeton Hindu kita berjuang untuk pura,” ungkapnya.

Advertisement

Ditanya apakah MDA sebelum melakukan mediasi telah didasari atas kajian Hujum Adat Bali justru ia berdalih semua terkait hal itu ada di Buku Pesamuan Agung dan MDA dalam mediasi hanya menengahi atas putusan hukum saja. “Tiang tidak masuk kajian hukum, yang saya ikuti MDA sudah melaksanakan pengiriman surat ke MA untuk menunda eksekusi dan langkah mediasi ada MDA dan FKUB, ” jelasnya. Ditanya apakah MDA melakukan upaya jemput bola untuk mendampingi krama Hindu dalam proses hukum lanjutan. Ia justru meminta agar krama melayangkan surat. “Saran saya pengempon Pura Pasek Gaduh melalui DA Canggu bersurat kembali ke MDA, sehingga ada permohonan tertulis, ada dasar MDA melakukan kajian hukum adat dan membentuk Tim (apabila diperlukan),” jawabnya. eja/ama

Continue Reading
Advertisement