Connect with us

PARIWISATA

PKB ke-42 Siap Sajikan Parada Busana Adat ke Pura Warisan Leluhur

Published

on


Denpasar, JARRAKPOS.com – Gaya berbusana masyarakat ke pura akhir-akhir ini menjadi sorotan luas. Ada yang melihatnya sebagai sebuah indikator kemajuan seiring meningkatnya taraf hidup masyarakat yang mengarah pada stylistic. Disaat yang sama ada keresahan melihat perubahan gaya berbusana. Salah satunya busana yang digunakan untuk persembahyangan ke pura cenderung mengikuti trend fashion dan tidak mencerminkan nilai-nilai yang mengakar dalam masyarakat Hindu Bali. Hal tersebut disampaikan Pakar Busana Bali A.A.Ngr. Anom Mayun. K. Tenaya, dalam Kriyaloka (Workshop) Busana Adat ke Pura, di Kalangan Angsoka Taman Budaya (Arts Center) Provinsi Bali, Kamis (12/3/2020).

1bl-ik#8/3/2020

Ditegaskannya, trend fashion yang dibawa oleh media dijadikan sumber rujukan berbusana yang sejatinya tidak cocok diterapkan dalam masyarakat Bali, khususnya sebagai rujukan busana ke pura. Padahal aturan atau awig-awig dalam bentuk pakem berbusana sudah warisan leluhur secara lengkap dengan mempertimbangkan unsur-unsur estetika dan etika. Menurutnya bila masyarakat saat ini hendak ke pura sudah ada himbauan, dan tak harus ribet dan mahal asalkan mau belajar dan latihan. Bagi yang wanita tidak diperbolehkan menggunakan kebaya pendek (lengan pendek) dan jangan menggunakan kain yang dijarit. “Jelas tidak boleh berbusana menggunakan kain dijarit seperti rok ke pura, dan saat ini kita mengajak cara menggunakan busana yang rapi, beretika dan sederhana,” terang Dosen yang kini sedang menempuh S3 yang meneliti berbagai jenis kain khas Bali itu.

Trend fashion saat ini juga dinilai Anom Mayun terkesan demi tuntutan berpenampilan trendi, modis dan meniru kalangan selebretis sebagai sumber rujukan berbusana yang sungguh tidak cocok diterapkan untuk busana ke pura. Didalam awig-awig atau pakem berbusana dijelaskannya sudah ada prinsip berbusana adat Bali. “Keindahan sebuah busana tidak saja terlihat dari komposisi dan harmoni dari elemen busana tetapi juga bagaimana busana menjaga adab kesopanan. Secara umum struktur busana Bali mengacu pada prinsip-prinsip yang diwariskan oleh leluhur. Tidak saja menjadi panduan dalam mengatur bentuk atau struktur busana, juga mengatur tata susila dalam berbusana. Prinsip-prinsip yang digunakan dalam sistem tata busana adat Bali yakni Triangga, Wesa dan Nyasa, serta Purwodaksina dan Prasawiya,” jelasnya dengan rinci.

6bl-ik#9/3/2020

Dalam workshop yang diikuti duta kabupaten/kota se-Bali itu juga dipraktekan menggunakan busana ke pura bagi pria dan wanita yang baik dan benar. Juga dicontohkan pedoman berbusana yang benar mulai dari Triangga yakni menata busana berdasarkan kosmologi Hindu mengatur struktur busana mulai kepala, badan hingga kaki. Wasa, yakni dimaknai sebagai status dalam fase serta Yasa, yakni berbusana yang menunjukkan jenis kelamin (maskulin atau feminim). Terakhir yakni Pradaksina dan Prasawiya dalam busana diterapkan saat melilitkan kain ditubuh pria dan wanita. Pradaksina berarti memutar ke kanan kain atau wastra pria dan saput dililitkan kearah kanan searah jarum jam. Sebaliknya wastra perempuan dililitkan kearah kiri berlawanan arah jarum jam.

Kabid Kesenian dan Tenaga Kebudayaan Propinsi Bali, Ni Wayan Sulastriani dalam acara kriyaloka tersebut menyatakan, digelarnya Kriyaloka Busana Adat ke Pura harapanya agar ada satu persamaan pandangan dalam mengaplikasikan pakem berbusana adat Bali. “Jenis kain, model atau kekhasan dari masing-masing kabupaten beraga. Akan tetapi tata cara menggunakan busana yang baik masih banyak yang keliru. Melalui kriyaloka ini kita berharap akan dapat disosialiasikan oleh masing-masing kabupaten kota di Bali, sehingga generasi kita di Bali paham menggunakan busana yang beretika,” kata Sulastriani lanjut berharap para duta kabupaten/kota dapat mempersiapkan diri untuk ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-42 yang akan datang. “Untuk busana tetap akan diparadekan, dan diikuti seluruh kabupaten/kota di Bali,” tandasnya. eja/ama/*

Advertisement