Connect with us

EKONOMI

Perusda Bali Diperingati Gubernur, Owner PT CIPL: Potensi Untung Rp4 Miliar Setahun Melayang

Published

on


Gianyar, JARRAKPOS.com – Owner PT Citra Indah Prayasa Lestari (CIPL), Ir. I Ketut Gede Yudantara menegaskan sesungguhnya perselisihan terkait pengelolaan kebun karet (Kebun Pulukan) di Kabupaten Jembrana dengan pihak Perusda Provinsi Bali, sesungguhnya sangat mudah diselesaikan. Sepanjang Perusahaan Daerah (Perusda) Bali berkeinginan agar pihak investor mendapatkan keuntungan, sehingga mampu meningkatkan produktifitas karetnya. “jika Perusda mau investor mendapatkan keuntungan dan tanaman keret sudah saatnya menghasilkan getah maksimal, sehingga investasi yang menelan banyak dana bisa kembali dan pembagian keuntungan dapat dinikmati sesuai sharing masing-masing,” ungkap pengusaha sukses dan pakar perkebunan ini, saat ditemui di Gianyar, Jumat (31/1/2020).

1th-bn#1/2/2020

Seraya menegaskan, sepanjang Perusda mau menyerahkan karyawannya untuk diatur disiplin dan mau panen sesuai norma-norma kebun keret umumnya. “Artinya walau itu karyawan Perusda dan dititipkan ke PT CIPL, maka pihaknya yang harus mengatur, bukan sebaliknya,” tegasnya. Di sisi lain juga ditegaskannya jika Perusda Provinsi Bali menginginkan kebun keret tersebut, maka Perusda dipersilahkan untuk membayar nilai investasi yang sudah dikeluarkan kendati harus dicicil dalam waktu satu tahun. Terkait besaran ganti rugi tetap diserahkan sesuai kesepakatan yang berimbang antar dua belah pihak. Sepanjang kerjasama ini bisa dilanjutkan harus dipastikan karyawan yang bertugas menyadap karet bisa dioptimalkan sesuai potensi panen yang ada. “Yang punya karyawan ini Perusda, tapi disuruh kerja di kita, seharusnya kita yamg ngatur. Sekarang dia (pekerja Perusda, red) kerja hanya 3 sampai 4 jam suka-suka dia kerjanya, tapi harus dibayar penuh,” jelasnya.

Baca juga: Derita Kerugian Hingga Rp30 Miliar, PT CIPL Bongkar Skandal Karyawan Perusda Bali Malas 

Berkaitan duduk perkara penyebab terjadinya tunggakan pembayaran gaji karyawan Perusda Bali, seharusnya kembali pada kesepakan sebelumnya. Apalagi sesungguhnya sebagai partner (rekan) antara PT CIPL dan Perusda Bali harus memiliki equity, kendati pihak PT CIPL tetap membayar sewa tanah dan dibebani kinerja karyawan yang tidak sesuai harapan. Ini menjadi pilihan yang jelas bagi PT CIPL untuk bisa tetap berharap karyawan yang dikaryakan Perusda bisa terus dipekerjakan. “Kalau dia sebagai patrner (Perusda, red) kalau mau cari untung kan harusnya kalau perusahaan untung dia kan dapat untung, juga dari persentase saham dia. Kalau mau panen untung,” bebernya. Sementara itu terkait sistem panen yang diharapkan PT CIPL, Gede Yudantara menjelaskan, seorang pemanen harus memanen 400 pohon karet (luas 1 hektar) per hari. Karena produksi per hektar tanaman karet akumulasinya sekitar 2.000-2.500 Kg per tahun, dimana karet disadap S2/D3 artinya disadap 3 hari sekali.

6bl-ik#17/1/2020

Tapi, jika dihitung dalam satu tahun ada 300 hari kerja, berarti dalam satu tahun di sadap 100 kali, sehingga jika di rata-ratakan sekali sadap berarti 20 Kg per panen. Jika harga borongan Rp7.000 per Kg, berarti dapat Rp140.000 per hari. Dihitung dalam 25 hari kerja maka pendapatan bersih bisa Rp3,5 juta per bulan. Hasil itu bisa berkurang pada saat musim kering sampai 60%, dan produksi akan kembali naik di musim penghujan. “Kalau musim sekarang dia bisa dapat 15 Kg, kalau saja dikali 70 berarti sudah 1.050 Kg. Jika 25 hari kerja dikali 100 saja, hasilnya bisa Rp2,5 juta. Apa tidak hebat dapat segitu. Ini kondisi sekarang, diambil alih bisa saja. Anda (Perusda, red) kalau mau ambil alih bayar dong investasi saya, saya gak kangkangi kok. Kalau diambil silahkan bayar, kalau mau suruh saya kerja, karyawan suruh kerja benar dong. Sebetulnya kan bolanya disana cuma karena dibela sana-sini silahkan saja,” bebernya merinci, sekaligus meminta agar Gubernur Bali, Wayan Koster mau mendengar kondisi sebenarnya dari kedua belah pihak.

Baca juga: Pesangon Karyawan Perusda Bali Mesti Diluruskan, Gede Yudiantara: Kalau Tidak Pensiun Masak Dibayar?

Advertisement

Menurutnya hal ini dinilai sangat penting agar mampu menganalisa kondisi sebenarnya yang terjadi di Kebun Pulukan. Pihaknya sendiri sangat siap untuk diajak bertemu Gubernur Koster dan berdiskusi terkait kelanjutan pengelolaan kebun karet. Apalagi kabarnya gubernur yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali ini, memperingati Perusda Bali jangan sampai membuat gaduh. Selain itu, Ketua DPRD Bali juga memberitahukan kepada gubernur bawah Perusda seolah-olah tidak mau bersepakat. “Emang kebun karet itu hanya ada di PT CIPL? Kenapa di Sumatera untung di Jawa untung. Jangan bilang kebun karet itu ada satu di dunia. Di Thailand ada kebun karet di Malaysia ada mereka untung, masak kita tidak bisa untung?,” sesalnya karena investasi yang sudah digarap memiliki potensi keuntungan hingga Rp4 miliar setahun melayang, karena tidak dikelola dengan baik.

1bl-ik#15/1/2020

Terkait dugaan kebun karet tidak terkelola dengan baik karena faktor SDM penyadap karet turut disampaikan salah satu rekanan PT CIPL, saat bekerja membangun guest house di kawasan perkebunan tersebut. Hal ini disampaikan Ida Bagus Adnyana Wijaya, dimana pada tahun 2006 saat mengerjakan proyek, ia menyaksikan sendiri penyadap banyak yang bekerja beberapa jam saja. Kondisi ini juga membuatnya prihatin pengusaha yang sukses mengelola perkebunan karet di Pati, Jawa Tengah dan kelapa sawit di Kalimantan ini bisa merugi di Kebun Pelukan, karena tidak didukung kinerja para karyawannya secara penuh. “Saya kenal Pak Ketut 2004 dari sisi bisnis dan tidak pernah bermasalah. Dulu sudah nyadap sudah ada hasil kok bagus hasilnya. Nyadap pagi kerja dua jam sudah keluar. Kalau tiang melihat karena tenaga kerja (malas, red) tiang sendiri melihat itu,” jelasnya. eja/ama