Connect with us

NEWS

Pesangon Karyawan Perusda Bali Mesti Diluruskan, Gede Yudiantara: Kalau Tidak Pensiun Masak Dibayar?

Published

on


Denpasar, JARRAKPOS.com – Owner PT. Citra Indah Prayasalestari (PT CIPL), Ir. I Ketut Gede Yudantara akhirnya angkat bicara terkait dengan belum dibayarkan gaji maupun pesangon karyawan Perusahaan Daerah (Perusda) Provinsi Bali selama 3 bulan, yakni September, Oktober, dan November 2019. Menurutnya karyawan Perusda yang bekerja untuk mengelola sumber daya alam dengan luas lahan 519.52 hektar dikerjasamakan dengan PT. CIPL yang meliputi tanaman karet seluas 403,52 hektar, tanaman coklat 14 hektar, tanaman cengkeh 64,14 hektar, jalan dan emplacement seluas 37,86 hektar itu, sudah siap dibayarkan, asalkan sudah bekerja disiplin dan sesuai target. Apalagi terkait pesangon yang harus dibayarkan, padahal karyawan Perusda tersebut belum pensiun juga harus dibebankan kepada PT. CIPL.

6bl-ik#17/1/2020

“Jika PT CIPL harus bayar gaji karyawan sudah pasti dibayar dengan syarat karyawan harus disiplin dan bekerja sesuai target yang umum ditetapkan perkebunan karet di Indonesia. Biasa borongan, karena mereka yang bener bekerja upahnya jauh lebih tinggi, sekarang cuma yang malas yang dibela. Pesangon karyawan Perusda kalau dia kerja dan pas pensiun 50% kita bayar, kalau tidak pensiun masak dibayar? Bukan tugas kita. Itu kan urusan Perusda dengan karyawannya,” beber Yudiantara saat dihubungi JARRAKPOS.com, Kamis (23/1/2020), seraya mengakui sebenarnya masalahnya sangat sederhana dan gaji karyawan Perusda itu pun sudah lama disiapkan, tapi sampai sekarang banyak karyawan yang belum mengambil gaji, karena ada oknum yang menakut-takuti. “Jika mau menghormati perjanjian, kita itu kan partner, bukan musuh, dan mau untung dari investasi, karena keuntungan sesuai saham,” terangnya sekaligus meminta Gubernur Bali dan pihak Perusda Bali tidak membela yang salah, sehingga harus diluruskan dan dibenarkan.

Baca juga : Derita Kerugian Hingga Rp30 Miliar, PT CIPL Bongkar Skandal Karyawan Perusda Bali Malas

“Jjika ada yang salah, itu hukum Tuhan. Atau jika Perusda mau kasi insvestor lain, bayarlah dulu investasi yang sudah dikeluarkan sesuai hasil audit Perusda. Gampang sebenarnya jika menghendaki kebenaran. Kita sama sama orang Bali, dulu saya dicari terus menerus untuk bantu mengatasi Perusda, khusus Kebun Pulukan. Saya sadar jika bisa membantu harus membantu. Itu hukum Tuhan, janganlah setelah mandiri terus lupa segalanya. Padahal saya ingin, agar orang-orang malas jangan dibela. Soal bayar pesangon karyawan Perusda, ok itu kita sepakat, jika mereka pensiun sesuai masa kerja,” imbuhnya. Karena jika karyawan Perusda yang salah dan malas tidak diingatkan dan tidak dipinalty, itu sama saja artinya juga salah.

1bl-ik#15/1/2020

“Memang tidak mudah untuk bijak, apalagi kalau mereka yang salah pengikut kita. di situlah salahnya kita kalau tidak bertindak. Maka kebenaran itu kertas putih mudah dilihat, tapi seolah tidak ada isinya. Nah atas kekosongan itu kita tulis kebenaran dan ajaran yang benar,” sebutnya. Seperti diketahui, mediasi antara PT. Citra Indah Prayasalestari (PT CIPL) dan karyawan Perusahaan Daerah (Perusda) Provinsi Bali yang dimediasi oleh Komisi I dan Komisi II DPRD Bali, Sabtu (18/1/2020), menemui jalan buntu. Hingga Senin, (20/1/2020) pukul 15.39 WITA, belum ada kata sepakat antara Perusda Bali dan PT CIPL. Imbasnya, pembayaran karyawan Perusda selama 3 bulan, yakni September, Oktober, dan November 2019 yang siap dibayar oleh PT CIPL belum direalisasikan. Terkait persoalan itu, akhirnya Direktur PT CIPL Tjokorda Alit Darma Putra, SH., angkat bicara dan membongkar skandal oknum para karyawan Perusda Bali selama ini malas, sekaligus menyebut hal itu terjadi karena Perusda Bali selaku pihak pertama tidak mau menandatangani surat pernyataan pasca mediasi.

Baca juga : Gubernur Koster: Kualitas Alam Bali Menurun, Harus Diperbaiki

Advertisement

Objek perjanjian kesepakatan antara PT CIPL dengan Perusda Bali jelas Cok Alit, sapaan akrab Tjokorda Alit Darma Putra adalah pengelolaan sumber daya alam dengan luas lahan yang dikerjasamakan seluas 519.52 hektar. Meliputi tanaman karet seluas 403,52 hektar, tanaman coklat 14 hektar, tanaman cengkeh 64,14 hektar, jalan dan emplacement seluas 37,86 hektar. “Dalam pengelolaan perkebunan tersebut Perusda Bali mengkaryakan karyawannya yang berjumlah 100 orang di perkebunan yang dikelola oleh PT.CIPL selaku pemegang hak atas perkebunan tersebut sejak 22 November 2006 sampai dengan November 2031 (25 tahun, red),” ucapnya. Dalam perjalanan operasional, jelasnya PT CIPL selalu mengalami penurunan di tingkat produksi.

1mg-bn#9/1/2020

Bahkan, setelah dilakukan analisa dan pengecekan secara langsung di lapangan oleh jajaran direksi, komisaris, dan pemegang saham PT CIPL, ditemui fakta bahwa kedisiplinan karyawan-karyawan Perusda Bali yang dikaryakan tersebut sangat rendah. “Di mana tanggung jawab seorang karyawan sadap karet seluas 1 hektar dengan jumlah tanaman atau pokok sebanyak 400 pohon, namun yang disadap hanya 30 sampai 70 persen. Bahkan ada yang disadap hanya 50 persen saja,” tegasnya. Imbuh Cok Alit, PT CIPL sudah berusaha mengkomunikasikan permasalahan pekerjaan yang tidak tuntas ini kepada karyawan sampai dengan tingkat Direksi Perusda, namun tidak ada upaya apapun. Padahal menurut Cok Alit, seharusnya perusahaan bersama Perusda Bali sudah mulai menikmati keuntungan masa panen getah karet mulai tahun 2018 lalu, namun malah akan menderita kerugian jika dihitung kasar selama mulai berinvestasi tahun 2006 lalu, sekitar Rp28 miliar hingga Rp30 miliar.

Baca juga: Awal Tahun 2020, Dua Kapal Cruise Kembali Sandar Bersamaan di Pelabuhan Benoa

“Akibatnya, kami mengalami keterlambatan pembayaran gaji karyawan yang disebabkan permasalahan finansial yang selalu merugi. Kewajiban PT CIPL kepada Perusda meliputi pembayaran sewa lahan, gaji termasuk THR, tunjangan listrik karyawannya termasuk juga pajak PBB dengan total kurang lebih dalam setahun sebesar Rp 3,5 miliar belum termasuk biaya-biaya operasional setiap bulannya,” ungkapnya. Ditanya lebih lanjut, Cok Alit menjelaskan permasalahan keterlambatan pembayaran termasuk pembayaran gaji karyawan, Perusda Bali telah mengundang PT.CIPL untuk bertemu Gubernur Bali Wayan Koster pada 8 Oktober 2019 lalu. Konyolnya, Dewan Pengawas Perusda menyampaikan bahwa investasi karet di Bali tidak cocok. Merespons hal itu, terang Cok Alit, gubernur menyarankan agar ikatan kerjasama antara Perusda dan PT.CIPL diakhiri.

1bn-ik#28/12/2019

Saat dikonfirmasi terpisah, Perusda Bali yang diwakili Ketua Dewan Pengawas Perusdq Bali, Dr.-Ing. Ida Bagus Kesawa Narayana membatah tuduhan skandal karyawannya malas menyadap getah karet selama ini. “Saat dimediasi oleh Komisi I dan II DPRD Bali kan sudah dijawab oleh mereka (karyawan Perusda Bali, red) bahwa mereka tidak seperti itu. Kan karena harga karet turun awalnya USD5 perkilo, tapi sekarang cuma USD1. Jadi ga sesuai harganya, sehingga hasilnya turun. Bukan karena menyadap hanya 3 kilo (seharusnya minimal 5 kg),” kelit Koordinator Kelompok Ahli Gubernur Bali itu, seraya menambahkan telah melayangkan tiga kali somasi kepada PT CIPL, karena dianggap telah wanprestasi terkait perjanjian kerjasama dengan Perusda Bali. “Kan kerjasama PT CIPL sudah tidak sesuai dengan perjanjian. Seperti perlengkapan kantor tidak dirawat selama ini. Jika terus seperti itu ada perubahan kita akan ambil alih,” tandasnya. tim/aka/ama

Advertisement