Connect with us

PARIWISATA

Kunjungan Wisatawan ke Bali Meningkat, PHR Malah Turun, Setoran Pajak Lari Kemana?

Published

on


Denpasar, JARRAKPOS.com – Target ambisius tingkat kunjungan Wisman (wisatawan mancanegara) ke Bali di tahun 2019 oleh pemerintah pusat hingga 7,2 juta orang dipastikan tidak akan tercapai. Karena diprediksi kunjungan akan berada di kisaran 6,5 juta, sehingga diharapkan hingga akhir Desember 2019 kunjungan wisatawan domestik ke Bali bisa mengisi kamar hotel yang kosong. Kendati demikian kondisi ini patut tetap disyukuri, namun disisi lain peningkatan kunjungan wisatawan justru tidak berbanding lurus dengan capaian pendapatan PHR (Pajak Hotel dan Restauran) pemerintah kabupaten/ kota di Bali. Kunjungan wisatawan Nusantara juga diharapkan terus meningkat agar bisa berkontribusi meningkatkan tingkat hunian kamar hotel di Bali yang sudah over supply.

1bn-ik#23/12/2019

“Namun dengan peningkatan kunjungan wisatawan setahun ini mestinya juga terjadi peningkatan PHR yang tinggi. Ini kok malah jadi tanda tanya ke mana wisatawan pergi dan setoran pajaknya apa sudah ke tangan pemerintah,” ujar Ketua ICPI (Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia) Wilayah Bali, Dr. I Putu Anom SE,M.Par di Denpasar, Selasa (24/12/2019). Peningkatan jumlah wisatawan yang menginap di hotel juga tentunya diharapkan terus mendongkrak PAD (Pendapatan Asli Daerah) Kabupaten/ kota di Bali melalui pajak PHR. Namun di sisi lain, beberapa tahun terakhir bermunculan banyaknya kasus tunggakan PHR yang sebenarnya wajib dibayar/disetor oleh industri pariwisata terutama hotel dan restaurant kepada pemerintah daerah kabupaten/ kota di Bali.

Baca juga : Tumbuh 35 Persen, Bali Gaet Pasar Turis Vietnam

“Ada beberapa faktor yang menyebabkan atau mempengaruhi tunggakan pembayaran PHR tersebut terjadi. Pertama, kurangnya pengawasan atau kontrol dari pemerintah daerah khususnya dari Dinas Pendapatan Daerah kabupaten dan kota. Kedua, masih lemahnya sistem pemungutan PHR sehingga mudah dimanipulasi pihak industri, bahkan bisa dimanfaatkan untuk mengurangi jumlah kewajiban yang harus disetorkan. Selanjutnya adanya sikap mental yang kurang disiplin atau kurang terpuji dari pihak industri terhadap kewajiban pembayaran atau penyetoran pajak. Padahal PHR tersebut sebenarnya sudah dibebankan kepada wisatawan,” jelasnya.

1mg-lm#23/12/2019

Selain faktor tersebut juga dijelaskan akademisi dan mantan Dekan Fakultas Pariwisata Universitas Udayana ini, bahwa tunggakan PHR juga disebabkan karena ada kondisi keuangan industri yang kurang sehat. Sehingga dalam menjalankan operasionalnya justru menggunakan uang yang semestinya dibayarkan sebagai PHR yang telah dititipkan wisatawan kepada pihak hotel. Sementara yang jelas-jelas tidak berkontribusi pada PHR yakni banyaknya restoran dan akomodasi pariwisata ilegal atau tidak berijin. “Usaha yang masih ilegal tentunya tidak menyetor PHR sehingga harus ditertibkan atau ditindak tegas oleh pemerintah daerah yang secara langsung menjadi pesaing bagi dunia usaha yang telah beroperasi dan memiliki legalitas dan ijin lengkap,” tandasnya.

Baca juga : Bali Dilirik Wisatawan dan Pengusaha Asal Turki

Advertisement

“Ke depan sistem pemungutan PHR harus disempurnakan, demikian pula penertiban industri-industri yang beroperasi secara ilegal,” ujarnya lanjut menegaskan pungutan PHR adalah titipan dari wisatawan untuk dibayarkan kepada pemerintah. “PHR tersebut adalah kewajiban wisatawan yang membayar dan pihak industri hanya diminta membantu memungut dan menyetorkan kepada pihak pemerintah daerah kabupaten atau kota,” jelas Putu Anom. eja/ama