Connect with us

POLITIK

“Kotak Kosong” Lebih Menarik? Generasi Milenial Butuh Pemimpin Tak Hanya Bisa Bagi-bagi Uang

Published

on

Badung, JARRAKPOS.com – Para generasi muda di Badung mungkin telinga dan matanya mulai agak terbuka dengan kondisi demokrasi yang dirasakan makin tidak sehat. Mungkin lagi hal itu berkaca dari puncak proses pencalonan di Pilkada Badung tahun 2020 yang akhirnya untuk pertama kalinya hanya memajang satu pasang calon atau kandidat. Sedangkan disebelahnya hanya ada pilihan untuk mencoblos kolom kosong atau biasa santer dikenal “kotak kosong” atau Koko. Tapi apa mereka paham dengan apa itu Koko? Sebagian dari mereka menyebutkan, Koko artinya tidak datang ke TPS atau Golput berarti sudah masuk gerbong si kotak kosong. Pemahaman mereka dianggap keliru, karena Koko itu dihitung, jika pemilihnya datang mencoblos langsung ke TPS di tanda gambar kolom kosong (kolom tanpa gambar pasangan calon). Hal ini yang semestinya menjadi kewajiban KPU Badung sebagai penyelenggara memberikan pemahaman, tapi sepertinya malah tidak dilakukan.

1bl#-ik-26/11/2020

Seperti diungkapkan salah satu tokoh generasi muda dan penggerak kader milenial di Kuta Selatan, I Wayan Adi Gunadiyasa mengaku merasa sangat miris dan prihatin dengan kondisi politik di Badung yang dirasakan sangat menyesatkan generasi muda. Alasannya, karena saat menjelang pencoblosan Pilkada Badung seolah-olah hanya ditawarkan satu paslon saja. Padahal kotak kosong juga sebagai pilihan yang lebih menarik bagi generasi milenial masa depan yang sesuai data BPS tahun 2020 sebanyak 128,5 ribu orang atau sekitar 35,40 persen dari jumlah pemilih di Badung. Wajar saja apa yang dikatakan itu, sebagai luapan emosi generasi muda saat ini yang digiring untuk memilih calon pemimpin yang biasanya menjual janji-janji agar bisa mudah dan mulus terpilih. Celakanya lagi, sepak terjang pemimpinnya sepertinya hanya bisa membagi-bagikan uang tanpa cerdas berpikir mengelola anggaran.

Selain itu dikatakan sangat miris memang, saat ini Badung yang awalnya kaya raya mendadak jatuh miskin, jika berada di tangan pemimpin yang tak mampu berhitung untuk menyisihkan anggaran ketika ada musibah atau krisis terjadi. Bahkan, sebagai generasi muda baru pertama kali ini mendengar ada sosok pemimpin yang kabarnya menyiapkan anggaran dengan masih berhutang di periode sebelumnya. Katakanlah untuk mewujudkan janji-janji hibah atau bansos yang akhirnya tak mampu diwujudkan. Bahkan banyak mendengar untuk anggaran program pendidikan dan kesejahteraan untuk masyarakat Badung saja belum bisa berbuat banyak. Padahal sebelumnya Badung dikatakan sudah bergelimang uang. Terus kemana larinya gemerincing Dolar di Badung? Itu yang menjadi pertanyaan kaum melenial di Badung yang mengaku tak paham tata cara dan tata kelola anggaran pemimpinnya saat ini.

12bl#ik-1/11/2020

“Kita harap masyarakat melihat dengan mata terbuka, bahwa politik dengan satu pasangan calon ini sudah membuktikan proses demokrasi di Badung ini sudah tidak jalan. Kita harap masyarakat sudah bisa lebih melek dan tahu mana pemimpin yang bisa membawa kebaikan untuk masyarakat dan mana pemimpin yang sekedar menawarkan janji saja,” sentil tokoh muda milenial yang akrab disapa Libar itu, saat menghubungi JARRAKPOS.com, Selasa (1/12/2020). Menurutnya situasi politik di Badung yang hanya ketemu pasangan calon tunggal, ibaratnya elit partai politik tidak bisa memberikan demokrasi yang baik. “Jadi situasi politik di Badung rasanya kurang sehat,” tegas Ketua DPC PSI Kecamatan Kuta Selatan ini, seraya mengatakan sebagai generasi muda melihat calon yang ditawarkan itu memang seperti apa sah-sah saja. Namun di lingkungan jaman milenial saat ini, dibutuhkan pemimpin yang lebih memperhatikan masyarakat dan melek teknologi. “Jangan hanya jadi calon pemimpin yang sekedar istilahnya masih konvensial dan hanya bergelut di kegiatan lama. Apalagi hanya bagi-bagi uang,” sentilnya.

Dipertegas kembali, sosok pemimpin harapan generasi muda dibandingkan dengan yang ditawarkan saat ini, semestinya yang lebih melek teknologi. Di samping itu punya figur yang bisa lebih melihat kondisi di Badung, karena masih banyak kebutuhan masyarakat yang belum bisa dipenuhi ataupun diwujudkan dengan baik. “Bagi generasi muda kurang menarik apa yang ditawarkan oleh pemimpin di Badung saat ini. Apalagi gaya bagi-bagi uang, apakah hanya untuk kelompok tertentu saja atau semua masyarakat Badung? Apa sudah tepat atau tidak, apalagi di masa Covid-19 saat ini banyak yang di PHK, sehingga uang menjadi kebutuhan utama masyarakat Badung. “Kalau mau membagi-bagikan uang sasarannya harus tepatlah, bukan hanya kelompok-kelompok tertentu saja. Karena itu, kotak kosong (Koko, red) jadi menarik bagi generasi muda. Karena generasi muda sebagian besar menaruh pilihan untuk perubahan di Badung. Karena banyak yang lebih penting bagi generasi muda malah tidak dipedulikan oleh pemimpinnya saat ini, khususnya petahana, sehingga bisa datang beramai-ramai ke TPS hanya untuk mencoblos kotak kosong. Jadi bisa seperti itu,” paparnya.

1bl#ik-4/11/2020

Generasi milenial juga tidak sabar ingin segera melihat ada sosok pemimpin di Badung yang bisa membawa kepentingan masyarakat Badung. Di sisi lain, situasi politik di Badung malah membentuk kelompok-kelompok tertentu, bukan kepentingan masyarakat yang seharusnya dibawa. Ibarat anak kekilangan induknya, sehingga merasa ada pembiaran bagi sebagian masyarakat. Terbukti sangat banyak bantuan yang lebih tidak tepat sasaran peruntukan, apalagi kondisi Covid-19 juga banyak yang tidak dapat bantuan, misalnya saja sembako. “Beberapa orang saya tanya tak pernah menerima bantuan seperti sembako. Padahal mereka yang bener-bener membutuhkan dan sangat terdampak,” tutupnya. ama/tim/ksm

Advertisement