Connect with us

NEWS

Ada “Aroma” Lain Dibalik Reklamasi Pelabuhan Benoa Distop

Published

on


Jakarta, JARRAKPOS.com – Direktur Eksekutif LSM JARRAK, John K. Nahadin akhirnya juga mencium “aroma” lain dibalik surat resmi Gubernur Bali, Wayan Koster yang menghentikan reklamasi pengembangan Pelabuhan Benoa. Padahal disatu sisi, malah memberi sinyal lampu hijau untuk pengembangan kawasan Pulau Penyu yang segaris dengan kawasan Teluk Benoa yang selama ini ditolak oleh sejumlah elemen dan kalangan krama Bali. Karena itulah, ditemukan adanya kejanggalan dari kebijakan tersebut yang diduga mengarah terhadap perang investor merebut “investasi emas” di kawasan Teluk Benoa. “Kebijakan ini kita nilai janggal dan ada apa ini? Mendadak proyek pengembangan sudah 90 persen lebih dihentikan. Dulu dia (Koster, red) kemana? Giliran swasta….okeeee. Sedangkan BUMN distop,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (31/8/2019).

Bn-24/8/2019

Anehnya lagi, Pelindo juga membangun dikawasannya sendiri, dan sudah menghabiskan dana lebih dari Rp500 miliar. Apalagi pembangunan di kawasan Pelindo tersebut telah sesuai dengan RIP (Rencana Induk Pelabuhan) yang disepakati oleh semua perijinan mulai kota, provinsi dan kementrian. Namun jika reklamasi pengembangan Pelabuhan Benoa mau dihentikan sepihak oleh Gubernur Bali, maka seharusnya berani bertanggungjawab terhadap penggunaan anggaran yang sudah diinvestasikan oleh BUMN. “Kok malah akan dijadikan ruang terbuka hijau? Apabila ada pelanggaran dokumen lingkungan ya seharusnya hanya hal-hal tersebut yang diperbaiki dan kalo ada pelanggaran pihak yang salah mungkin bisa ditindak oleh instansi yang berwenang. Karena proses ini telah melibatkan pendampingan dari TP4D Kejati Bali. Bila mau distop, ya stop melalui mekanisme yang ada. Investasi yang dikeluarkan oleh BUMN dengan dana investor tersebut bagaimana pertanggung jawabannya? Hal ini ada apa?,” sentil Pendiri LSM JARRAK ini.

Baca juga : Berkedok KEK Kepariwisataan, LSM JARRAK Pertanyakan Dukungan Koster Disinyalir Memuluskan Reklamasi Pulau Penyu

Dikatakan, Gubernur Bali memang harus adil untuk program pemerintah, maupun swasta dangan payung penyelamatan lingkungan dalam arti luas. Namun, apabila mau membuat RTH di seluruh kawasan teluk, maka Gubernur Bali harus bisa mencabut dulu Perpres No.51 tahun 2014. “Tapi kan tidak di areal otoritas Pelindo. Sementara itu, Pulau Pudut dan Pulau Penyu ada diluar kawasan RIP, namun malah didukung dan diduga mau direklamasi. Padahal reklamasi kawasan itu yang ditolak oleh seluruh elemen masyarakat. Bukan di kawasan Pelindo, so jangan ada reklamasi lagi. Karena dampaknya bagi bakau (mangrove, red) terbukti merusak,” tutupnya seraya menyebut akan menurunkan tim investigasi dan pakar hukum LSM JARRAK pusat untuk membuka tabir kebenaran guna mengungkap polemik ini. Sebelumnya, LSM JARRAK mempertanyakan sikap dan dukungan Gubernur Bali, Wayan Koster yang memberikan sinyal lampu hijau terhadap rencana Pulau Penyu menjadi salah satu Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di bidang kepariwisataan yang digarap oleh PT BTID (Bali Turtle Island Development).

3b#Ik-14/6/2019

Proyek pengembangan kawasan Pulau Penyu dikhawatirkan akan kembali merusak lingkungan di kawasan konservasi dan tanaman mangrove di sekitarnya. Rencana tersebut dituding Ketua BPW LSM JARRAK Bali disinyalir bisa hanya sebagai kedok untuk memuluskan proyek investor yang dikhawatirkan akan mereklamasi kawasan Pulau Penyu. “LSM JARRAK mempertanyakan sikap gubernur (Koster, red) soal dukungan untuk pengembangan Pulau Penyu yang digarap oleh investor. Kenapa diberikan dukungan? Kita ingin dapat kajiannya, karena kenapa dan ada apa ini? Apa ada kedok dibalik itu? Sebelumnya kan sudah jelas sikapnya (Koster, red), karena tidak akan ada lagi yang mengotak-atik kawasan Teluk Benoa termasuk Pulau Penyu dan Pulau Pudut. Jangan dibuat bingung masyarakat di Bali. Kita hanya ingin mempertanyakan hal itu,” tandas Ketua BPW LSM JARRAK Bali, I Made Rai Sukarya saat dihubungi di Bandung, Kamis (30/8/2019) malam. tim/ama

Advertisement