Connect with us

Bali

Walhi Bali Dituding Tutup Mata Soroti Reklamasi BTID

Published

on

Denpasar, JARRAKPOS.com – Wahana Lingkungan Hidup Eksekutif Daerah Bali (Walhi Bali) yang makin ngotot menyoroti rencana pembangunan terminal khusus Lequfied Natural Gas (Tersus LNG) di kawasan Desa Sidakarya, Denpasar Selatan, Denpasar, kembali menjadi tanda tanya besar banyak pihak. Apalagi sudah sampai melakukan sengketa informasi yang melibatkan Walhi Bali sebagai pemohon informasi publik dengan PT Dewata Energi Bersih (DEB) selaku termohon di Kantor Komisi Informasi Publik (KIP) Provinsi Bali di Jalan Cok Agung Tresna, Renon, Denpasar.

Sikap Walhi Bali itu, dinilai sangat tidak wajar dan terkesan mengada-ngada, karena seolah-olah selalu tebang pilih menyoroti kasus lingkungan yang cenderung menyeret proyek-proyek tertentu di Bali. Hal itu ditegaskan oleh Pembina Yayasan Bakti Pertiwi Jati (YBPJ), Komang Gede Subudi yang juga penekun spiritual, karena aktif dan khusus di bidang Pelestarian Situs Ritus tersebut, mengaku sangat menyesalkan sikap Walhi Bali yang selama ini tidak konsisten sebagai penggiat lingkungan dan selalu tebang pilih kasus. Ia menuding banyak proyek yang juga diduga berdampak terhadap lingkungan.

Salah satunya, proyek reklamasi pengembangan Pelabuhan Benoa oleh PT Pelindo Regional Bali Nusra, termasuk mega proyek reklamasi perluasan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Bahkan yang lebih anehnya lagi, proyek reklamasi yang sudah nyata-nyata di depan mata dilakukan oleh pihak swasta yang kini diklaim oleh PT Bali Turtle Island Development (BTiD) di kawasan Serangan, Denpasar yang seolah-olah lepas dari sorotan Walhi Bali. Padahal seperti diketahui, pada tanggal 9 Oktober 2018, pihak BTID sudah resmi melaksanakan ground breaking di wilayah hasil reklamasi Pulau Serangan.

Selain itu, selama ini diketahui masyarakat luas, bahwa pulau tersebut adalah hasil reklamasi, dan bahkan reklamasi itu telah memiliki hak guna bangunan yang dikeluarkan oleh Pemerintah. “Kalau merasa jadi aktivis jangan setengah-setengah. Hanya menyoroti masalah itu (Tersus LNG) dan tidak berkesan baik,” sentil Jro Gede Subudi sapaan akrab Ketua Umum dan Pendiri Badan Independen Pemantau Pembangunan dan Lingkungan Hidup (BIPPLH) itu, saat ditemui di Denpasar, Rabu (8/3), seraya menyebutkan Walhi Bali tidak bijak hanya menyoroti Tersus LNG saja. “Padahal kalau mau komunikasi mari kita komunikasi dan mari kita diskusi dan membicarakan Bali ke arah yang lebih baik lagi,” tandasnya.

Advertisement

Jro Gede Subudi yang juga Ketua dan Pendiri Yayasan Bumi Bali Bagus (YBBB) ini, menyadari setiap menjelang tahun politik saat ini, dipastikan akan banyak muncul persoalan yang sengaja digunakan untuk mendapatkan keuntungan tertentu. Karena itulah, suasana Bali yang selama ini aman dan tetap kondusif harus terus dijaga. “Seharusnya di tahun politik ini, Bali harus dijaga secara bersama-sama. Karena kita tidak lagi berbicara di tatanan teori tapi strategi menjaga tatanan Bali,” katanya. Karena itu, ia meminta masyarakat bijak menilai aktivis mana yang benar-benar menjaga Bali dan peduli dengan Bali. Ia pun memandang ada dugaan upaya terselubung dari oknum Walhi Bali yang sengaja medorong untuk membenturkan pihak Desa Adat Intaran dan Desa Adat Sidakarya.

“Harus hati-hati dengan aktivis yang hanya menyoroti hanya satu tempat. Apalagi ingin membenturkan desa adat. Bahkan, hanya bikin kesan saja tidak boleh. Apalagi beneran membikinkan bentokan. Seharusnya tidak menimbulkan kesan arogan. Bahkan sikap Walhi Bali seolah-olah tidak ada yang tahu tentang lingkungan dari pada pihak lain,” sentil Jro Gede Subudi lagi.

Di sisi lain, Direktur Eksekutif WALHI Bali, Made Krisna Dinata, S.Pd., alias Bokis mengaku memiliki keterbatasan, ketika ditanya terkait proyek reklamasi Pelindo dengan mata telajang sudah jelas diketahui sangat banyak menerabas hutan mangrove. Ia berkata sudah ikut berteriak, bahkan Gubernur Bali pun turut angkat bicara dan membuat konfrensi pers. WALHI Bali di kala itu, juga bersengketa informasi dengan Pelindo yang melakukan reklamasi, sehingga 17 hektar hutan mangrove mati. “Jadi kan tidak serta merta dilimpahkan LSM (WALHI, red) yang memiliki keterbatasan ini. Di mana alam Bali ini merupakan tanggung jawab bersama terlebih lagi pemerintah, dan pemerintah bagaimana melihat hal tersebut? Pemerintah juga dalam bekerja dibiayai oleh pajak dan banyak sumber daya, seharusnya pertanyaan ini ditanya ke Gubernur Bali,” katanya. tim/jp

Advertisement
Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Warning: Undefined variable $user_ID in /home/jarrakpos/public_html/wp-content/themes/zox-news/comments.php on line 49

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply