Connect with us

NEWS

Praktek Pemalsuan Merk, Pelanggan Blue Bird Sangat Dirugikan

Published

on


Denpasar, JARRAKPOS.com – Kasus pemalsuan merk mulai menjadikan perhatian masyarakat, karena selaku konsumen dipastikan sangat dirugikan dari kasus tersebut. Salah satunya, pemalsuan merk dan logo Blue Bird Group, mulai dirasakan dampaknya sangat merusak image salah satu perusahaan taksi terbesar di Nusantara, karena pelanggannya terus mengadu, karena merasa sangat dirugikan. Karena itulah, baru-baru ini, Blue Bird memasang pengumuman Peringatan Penyalahgunaan Merk Terdaftar di media massa. Apalagi selama ini, pemalsuan atau penyalahgunaan merk terdaftar ternyata belum mendapat perhatian maksimal maupun tindakan tegas dari aparat penegak hukum.

12b#Ik-1/4/2019

Terbukti, pelanggaran hukum pemalsuan merk berkenaan dengan banyaknya praktek pemalsuan merk di lapangan makin marak. Padahal, merk dagang Blue Bird Group, seperti di Bali banyak yang ditiru oleh oknum driver atau perusahaan angkutan lainnya, bahkan tanda pengenal pun dibuat seidentik mungkin, sehingga mengelabui pelanggannya. Untuk memberi efek jera salah satu pelakunya yang diduga memalsukan ID pengenal driver Blue Bird Group sudah ditetapkan sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Denpasar. “Itu dugaan perbuatan pidana, jika terbukti harus dihukum sesuai pasal yang menjeratnya. Itu perbuatan dugaan tindak pidana,” ujar Putu Armaya, SH selaku Direktur Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Provinsi Bali, Senin (8/7/2019).

Baca juga : Praktek Pemalsuan Merk Blue Bird, Bisa Terancam Kasus Penipuan dan Pelanggaran Merk

Padahal menurut Armaya yang juga berprofesi sebagai lawyer itu, pemalsuan atau penyalahgunaan merk terdaftar itu secara langsung dirugikan adalah pemegang merk itu sendiri. Karena selain konsumen atau pelanggannya Blue Bird yang tidak mendapatkan pelayanan yang seharusnya, juga dari perusahaan taksi itu sendiri akan dirugikan secara langsung. Termasuk kasus pemalsuan atau penyalahgunaan pemakaian identitas palsu dari pemegang merk tersebut juga akan diancam hukuman pidana. “Yang dirugikan secara langsung adalah perusahaan PT Blue Bird-nya. Dugaan pemalsuan identitas ya jelas terancam pidana. Itu pidana, kerugian konsumen jika pelayanan taksi yang bersangkutan tidak baik banyak keluhan dan lainnya jelas konsumen rugi. Lagian itu perorangan,” tandasnya.

Ik-1/3/2019

Sementara itu, jika dari sisi perlindungan konsumen menyoroti dari pelayanan angkutan yang dipakai tersebut menerima banyak keluhan pelanggan, sehingga pelayanannya kuran baik dan menerima banyak keluhan. “Kalau persepektif perlindungan konsumen jika taksi yang bersangkutan banyak keluhan, pengadian dan pelayanan kurang baik, bisa dikategorikan melanggar hak-hak konsumen. Jka itu pemalsuan itu sudah masuk tindak pidana. Ini kasus yang disidangkan di PN Denpasar unsur pidananya. Kalau masalah perlindungan konsumen, ya jelas harus ada yang dirugikan, ada keluhan, pelaku usaha siapa? Angkasa Pura juga bisa kena, jika tanpa pengawasan,” bebernya.

Baca juga : Harus Berplat Kuning, Jika Angkutan Sewa Ingin Pajak Kendaraan Disubsidi

Advertisement

Kalau ditarik ke masalah perlindungan konsumen, ada konsumen yang dirugikan, dan pelaku usaha itu bisa driver, Angkasa Pura dan lainnya. “Jika merugikan dari tarif yang mahal tanpa ada informasi yang baik-baik, jelas dan jujur jelas melanggar konsumen. Namun kasus di atas itu lebih ke tindak pidana,” paparnya lagi. Seperti diketahui Pengamat dan Praktisi Hukum, I Kadek Agus Mulyawan, SH.MH juga mengakui selama ini, pelanggaran merk di Bali belum maksimal mendapat banyak perhatian para penegak hukum. Tentunya masyarakat perlu diedukasi, terutama dari sisi kajian hukum akibat pelanggaran merk yang dilakukan beberapa subyek hukum baik perorangan maupun perusahaan dengan tujuan untuk mendapat keuntungan lebih, sedangkan merknya dapat tercemar.

Bn-3/6/2019

“Perbuatan  pihak  lain yang  menggunakan  Merek  yang  sama  pada keseluruhannya  atau  pada  pokoknya  dengan  merk  terdaftar  milik  pihak  lainnya untuk  barang dan/atau  jasa  sejenis  yang  diproduksi  dan/atau  diperdagangkan,  menurut  Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis adalah  perbuatan  yang  dilarang  dan termasuk  jenis  pelanggaran. Hukumannya diancam 5 tahun  dan apabila mengakibatkan gangguan kesehatan dan kematian ancaman 10 tahun, dan jika orang lain yang tertipu akibat merek yang tidak sana korban bisa melaporkan pasal penipuan dengan ancaman 4 tahun penjara,” tegasnya. tim/net/ama