Connect with us

NEWS

Pangkas Uang Pesangon Pensiun, PD FSP PAR-SPSI Bali Sepakat Tolak UU Cipta Kerja

Published

on

Denpasar, JARRAKPOS.com – Ketua Pengurus Daerah Federasi Serikat Pekerja Pariwisata – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PD FSP PAR-SPSI) Provinsi Bali, Putu Satyawira Marhaendra membeberkan adanya pelemahan atas hak pekerja/buruh pada Undang-Undang Omnibus Law Kluster Ketenagakerjaan (UU Cipta Kerja). Pelemahan tersebut terlihat jelas mengenai pesangon pensiun yang telah mengurangi hak yang telah disepakati sebelumnya pada Undang-Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang juga dituangkan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB). “Ketentuan baru ini akan memangkas hak pekerja, karena sebelumnya telah dituangkan dalam Perjanjian Kerja Bersama antara pengusaha yang diwakili oleh manajemen dengan pekerja yang diwakili oleh Pengurus Unit Kerja FSP PAR – SPSI,” terang Satyawira usai menyatakan sikap yang diterima langsung Ketua DPRD Provinsi Bali, I Nyoman Adi Wiryatama di Kantor DPRD Provinsi Bali, Renon, Denpasar, Senin (19/10/2020).

1bl#ik-11/10/2020

Satyawira menegaskan aspirasi ini sangat penting didengar oleh pemerintah, karena para pekerja merasa dirugikan atas berkurangnya besaran pesangon saat waktu pensiun tiba. Penolakan atas UU Cipta Kerja ini akibat tidak memihak nasib pekerja, termasuk di sektor pariwisata di Bali karena sudah jelas akan mengurangi nilai total pesangon yang akan diterima. “Dengan Undang-Umdang Cipta Kerja ini maka pesangon yang diterima pekerja pariwisata akan berkurang Rp40 juta hingga Rp60 juta, sehingga menjadi alasan bagi FSP PAR – SPSI Provinsi Bali untuk menolak Undang-Undang Cipta Kerja ini,” terang pria yang gemar aksi sosial kemanusiaan itu. Ditambahkan, pengaturan yang dilakukan pada Undang-Undang yang baru disahkan ini, justru memposisikan hak pensiun yang secara normal disamakan dengan hak pensiun bagi pekerja yang melanggar peraturan yang ditetapkan oleh perusahaan.

Sementara itu, pekerja yang pensiun normal merupakan pekerja yang memberikan kontribusi terhadap perusahaan, sehingga tidak elegan jika diberikan pesangon sama seperti yang melakukan pelanggaran kerja. “Kontribusi pekerja dengan masa kerja diatas 24 tahun, haknya hilang begitu saja karena Undang-Undang Cipta Kerja ini. Padahal dalam PKB telah disepakati besarannya dan sekarang hak pekerja yang berkontribusi secara sungguh-sungguh disamakan dengan hak pekerja yang melanggar disiplin kerja yang telah diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama,” ungkap Satyawira. Situasi sebelumnya dijelaskan, bahwa PKB yang telah disepakati tidak boleh dikurangi terkecuali dalam situasi force majeure. Terlebih pengusaha sudah dibantu oleh pemerintah dengan ditalanginya uang penggantian hak sebesar 15% dari total pesangon yang diterima dan pengusaha sudah diwajibkan ikut Dana Pensiun BPJS Ketenagakerjaan.

2mg#ik-7/10/2020

Tentunya dengan pesangon hanya satu kali ketentuan, uang tunai yang dikeluarkan oleh pengusaha akan semakin kecil untuk membayar dedikasi, loyalitas dan produktifitas pekerja untuk membangun perusahaan sampai pensiun. “Tegas kami katakan ini Kapitalis bukan Pancasilais,” ucapnya lanjut mengatakan dengan berkurangnya nilai pesangon yang didapat saat pensiun, maka akan sulit mewujudkan harapan hidup tenang dan bahagia di masa senja. “Untuk itu, kami dari PD FSP PAR – SPSI Bali yang anggotanya bekerja di kelompok perusahaan yang taat membayar pesangon sesuai UU 13 Tahun 2003 sebesar 7% dari hasil survey pemerintah, mohon keadilan agar ada solusi baik melalui Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri dan Peraturan Daerah yang memiliki kekuatan hukum yang mengikat sehingga hak kami tidak dikurangi,” harapnya.

Pada kesempatan itu, Ketua DPRD Bali Adi Wiryatama mengaku sangat berterimakasih dan mengapresiasi aspirasi yang disampaikan PD FSP PAR – SPSI Provinsi Bali secara profesional tanpa aksi demontrasi. Selain itu, juga mampu menyampaikan aspirasi dengan alasan menolak secara rinci. Mantan Bupati Tabanan dua periode itu menyatakan akan meneruskan aspirasi yang diterima kepada DPR RI agar pemerintah mampu mengakhiri kekisruhan akibat ada aspek yang dipermasalahkan pada pasal UU Cipta Kerja yang dinilai kurang adil bagi pekerja/buruh. “Semangat pemerintah kita harus hargai, karena tujuan pemerintah mengatur tujuannya agar lebih baik. Kalau dalam pengaturan ada beberapa hal yang dinilai kurang merasa adil, itulah perlu kita buka ruang komunikasi dan tidak ribut. Kalau ribut hancur semua. Karena pekerja dan buruh memerlukan pengusaha, pengusaha juga perlu pekerja dan buruh inilah pentingnya kehadiran pemerintah untuk duduk secara tri parted,” terangnya. eja/jmg

Advertisement
Continue Reading
Advertisement