Connect with us

NEWS

Bali Tidak Sedang Baik-Baik Saja, Kekeringan dan Polusi Mengancam

Published

on


Denpasar, JARRAKPOS.com – Kalau mendengar kata Bali, apa sih yang terlintas di benak kita? Ya, tentu Pantai Kuta yang indah, suasana pedesaan Ubud dan Bedugul dengan hawa sejuknya, tari kecak dan pendet yang memukau, kehidupan malam di bar, beserta membaurnya bule mancanegara yang menyertai keramaiannya. Namun, di balik segala gemerlap keindahannya, sebenarnya Bali sedang terancam oleh kekeringan dan polusi. “Mungkin kita akan bertanya, apa iya, Pulau Bali yang tampak sangat hidup terancam kekeringan? Ternyata, penyebabnya adalah justru industri pariwisata yang menjadi andalan dan sangat menguntungkan Bali,” ungkap Ketua Umum Badan Independent Pemantau Pembangunan dan Lingkungan Hidup (BIPPLH) Bali, Komang Gde Subudi di Denpasar, Minggu (30/6/2019).

3b#Ik-14/6/2019

Dikatakan, setiap harinya 3 juta liter air atau sekitar 60% dari total konsumsi air di Bali digunakan untuk keperluan industri pariwisata. Jumlah itu tentu saja sangat banyak jika dibandingkan dengan konsumsi air untuk keperluan rumah tangga, yang hanya 100 ribu liter setiap harinya. Hal yang jadi masalah, air sebanyak itu diambil dari tanah. Ini juga semakin diperparah dengan semakin berkurangnya lahan terbuka hijau di Bali akibat pesatnya pembangunan hotel, vila, maupun infrastruktur pendukung seperti jalan raya. “Jika eksploitasi air tanah yang tinggi dibarengi dengan berkurangnya lahan terbuka hijau, maka ketersediaan air tanah akan berkurang dan menyebabkan terjadinya intrusi air laut. Air laut akan menembus lapisan air tanah dan bercampur,” jelasnya.

Baca juga : Isu Reklamasi Teluk Benoa Sudah Selesai, Foto Gubernur Koster di Medsos Jangan Dipolitisir

Lalu, dengan eksploitasi air tanah sebanyak itu, apa saja dampak yang sudah terjadi? Kata Subudi, rupanya dari 400 sungai di Bali, sekitar 260-nya sudah mengalami kekeringan. Akibatnya, setiap tahun banyak sawah yang harus beralih fungsi lahan akibat sistem irigasi khusus mereka kekurangan air. Hal ini juga menyebabkan banyaknya konflik antara petani lokal dan pengusaha pengembang properti. Selain sungai yang mengering, dampak eksploitasi air tanah yang berlebihan juga terjadi di Danau Buyan. Danau ini adalah salah satu sumber utama air tawar di Bali. “Sejak tahun 2012, Danau Buyan mengalami penurunan muka air sebanyak 3,5 meter. Tidak hanya danau, di beberapa tempat, sumur warga yang sedalam 40 meter pun sudah jarang air,” ujarnya.

Ik-27/5/2019

Dampak dari eksploitasi air tanah juga dirasakan oleh warga di sekitar pesisir. Ketiadaan air tanah menyebabkan air laut menembus lapisan air tanah yang biasa disebut intrusi. Pada beberapa tempat, intrusi dapat mencapai satu kilometer dari pantai. Kalau keadaan terus seperti ini, diperkirakan pada tahun 2025 Bali akan kehabisan air tawar akibat intrusi. Masalahnya, perubahan ini bersifat permanen. Artinya, selamanya Bali akan bergantung dengan teknologi desalinasi untuk mengubah air asin menjadi tawar yang biaya pembuatan dan pemeliharaannya sangat mahal. “Ini akan berdampak pada kenaikan pajak dalam berbagai bidang termasuk industri pariwisata. Dengan begitu, pada akhirnya industri pariwisata juga akan dirugikan,” sesalnya.

Baca juga : Tak Rugi “Belajar” 3 Periode di DPR RI, Gubernur Koster Percepat Jalan Shortcut Tuntas Tahun 2020

Advertisement

Selain ketergantungan kepada teknologi desalinasi, Bali juga akan kehilangan subak,sistem irigasi yang sudah dinobatkan UNESCO sebagai warisan dunia. Bali, pulau yang kita kenal sebagai tempat melepas penat di antara rutinitas kerja, sebagai destinasi wisata terbesar di Indonesia, sebagai media pengangkat keindahan linimasa instagram kita dalam menjadi sosialita. Alih fungsi lahan produktif (pertanian/sawah dan perkebunan) dialih fungsi menjadi perumahan, villa, hotel atau pun ruko. “Tanah negara atau Hutan mangrove yang dialih fungsi secara misterius menjadi milik pribadi dan diperjual belikan serta dibangun sarana prasarana mal, pertokoan dan lainnya,” beber pengusaha tambang batubara di Kalimatan Selatan ini.

Lm-11/5/2019

Karena itulah, rakyat Bali berharap Gubernur Bali, Wayan Koster dengan Nangun Sat Kerthi Loka Bali bisa menyelesaikan masalah-masalah besar yang harus diuraikan satu persatu. “Kami aktifis lingkungan sangat yakin dengan dukungan politik dan dukungan masyarakat Bali secara luas kepada Bapak Gubernur Wayan Koster akan mampu merapikan dan menyelesaikan persoalan-persoalan mendasar yang sedang sedang dihadapi Bali. Kita berharap lima tahun kepemimpinan Gubernur Koster bisa mengatasi bahaya kekeringan dan polusi yang mengancam Bali, agar menjadi Bali yang hijau, ramah dengan budayanya yang tinggi, sehingga Bali akan selalu menjadi destinasi pilihan utama wisata mancanegara dan wisatawan nusantara. Selamat bekerja Bapak Gubernur. Rakyat Bali mendukungmu,” tegas Subudi yang sangat mendukung Pergub terkait pelarangan penggunaan plastik, Pergub pemanfaatan buah lokal dan Perda Desa Adat di Bali itu. tim/net/ama

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Warning: Undefined variable $user_ID in /home/jarrakpos/public_html/wp-content/themes/zox-news/comments.php on line 49

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply