Connect with us

POLITIK

Sudirta Ajak Dosen dan Mahasiswa Bangun Karakter

Published

on

Denpasar, JARRAKPOS.com – Para tokoh dan pahlawan yang merupakan pendiri bangsa ini, seperti Bung Karno, Bung Hatta, dan lainnya, ternyata tokoh yang sudah berjuang sejak mereka menjadi mahasiswa. Dan itu berarti, bahwa cikal bakal kemerdekaan bangsa Indonesia adalah karena kontribusi pendidikan melalui sekolah. Walaupun, ajaibnya, mereka adalah tokoh-tokoh bangsa yang menempuh pendidikan di sekolah yang didirikan oleh pemerintah kolonial. Hal itu diungkap Anggota DPR RI, Wayan Sudirta, SH, saat tampil sebagai narasumber dalam acara GEMA ACARA PENERIMAAN EKSEKUTIF MUDA Universitas Mahasaraswati Denpasar, Senin (28/9/2020) yang dilakukan secara ‘’online’’ untuk 2.600 mahasiswa baru UNMAS.

1bl#ik-13/9/2020

Karenanya, lanjut Sudirta, keluarga-keluarga yang menginginkan keluarganya maju dan mengejar ketertinggalkan, melakukannya dengan mengirim putra-putri mereka untuk menempuh pendidikan di sekolah, waktu itu sekolah-sekolah di perkotaan. ‘’Orangtua saya buta huruf, tapi dia seorang Kepala Dusun, Kelian Banjar, Kelian Dadia dan disegani krama. Walau buta huruf, beliau menyekolahkan ke-24 anaknya walaupun tidak berkecukupan keuangan, entah dapat ide dari mana. Setelah dilihat perkembangan sampai sekarang, orang mengatakan, anak-anak Guru Dangin, nama ayah saya, sukses karena pendidikan. Saya juga tidak mungkin bisa duduk dan bicara di depan mahasiswa, kalau dulu tidak bersekolah,’’ ujar Sudirta, panjang lebar. Sudirta diundang langsung Rektor Unmas Dr Made Sukamerta yang mengharap Sudirta berbagi pengalaman tentang perjuangan di DPR maupun di DPD RI dua periode sebelumnya. Rektor yang juga pemangku/pinandita ini juga mengajak mahasiswa cerdas memilih wakil di legislatif maupun eksekutif.

Sudirta memaparkan pengalaman pribadi itu sebagai alumni Saraswati, dimana SMA-nya ia tamat di SLUA Tabanan. ‘’Pengalaman pribadi ini, maaf bukan bermaksud menepuk dada. Tapi, sekadar mengatakan bahwa, saya benar-benar yakin bahwa untuk memajukan generasi muda, pendidikan sangatlah penting. Karena para pendiri bangsa ini, yang meletakkan konsep dasar pembangunan bangsa, adalah produk dari pendidikan. Tapi, visi dan misi pendidikannya harus jelas, seperti dikatakan Bung Karno dan pendiri bangsa yang lain, betapa pentingnya nation and character building, membangun bangsa dan membangun karakternya,’’ katanya.

1bl#ik-11/9/2020

Sudirta mengajak seluruh mahasiswa maupun dosen UNMAS, mengingat kembali pentingnya pembangunan karakter, kejujuran, keberanian, semangat bekerja keras dan disiplin. Walaupun saat Bung Karno dan pendiri bangsa berhasil memerdekakan Indonesia melawan kolonialisme, selain bermodalkan pendidikan formal, mereka juga memiliki kejujuran, keberanian, dedikasi, kecerdasan, serta karakter serta kesetiakawanan, sehingga selain bisa mengusir penjajah, juga mempersatukan suku, agama dan budaya yang bhinneka menjadi Republik Indonesia.

Ia banyak memaparkan, bagaimana negara-negara seperti Jepang, Korea, yang pernah mengalami kekalahan dalam Perang Dunia II, hanya dalam beberapa puluh tahun, bisa bangkit dan menjadi bangsa yang maju. Modal mereka jelas, disiplin, kerja keras, kecerdasan, dan nasionalisme. Negara lain yang tidak kalah menarik untuk jadi referensi, seperti Skandinavia, Finlandia, Selandia Baru, menjadi negara yang bersih dari korupsi, sejahtera, nasionalisme yang juga kuat. Negara-negara ini dalam pendidikannya menekankan kejujuran dibanding kepintaran.

1bl#ik-15/9/2020

‘’Di negara ini, nak yang menyalip antrean, mendapat hukuman lebih keras dibanding anak yang nilai akademisnya tidak terlalu tinggi. Lalu, sistem pendidikan kita bagaimana? Mengapa masih banyak korupsi, mengapa banyak ketidakadilan, penegakan hukum yang menyimpang? Dimana masalahnya? Kita perlu merenungkan, mungkin penekanan pendidikan di Indonesia ini perlu menekankan kepintaran, keberanian, nasionalisme dan kejujuran,’’ katanya.

Di akhir paparan, setelah menyemangati Eno dan Listya, dua mahasiswa yang mengajukan pertanyaan dalam webminar tersebut, Sudirta membacakan sebuah puisi Wiji Tukul, salah satu ‘’orang hilang’’ semasa pemerintahan Soeharto yang otoriter. Sudirta yang juga dikenal sebagai advokat keras dan mengkritisi Soeharto sampai pernah menjadi DPO selama 13 bulan, dan kini juga dikenal sebagai pengacara Ahok dan pengacara Presiden Joko Widodo dan Menteri Hukum dan HAM, lalu membacakan puisi Wiji Thukul yang berjudul “Dibawah Selimut Kedamaian Palsu”: “Apa gunanya ilmu; kalau hanya untuk mengibuli; apa guna baca buku; kalau mulut kau bungkam melulu; di mana-mana moncong senjata; berdiri gagah; kongkalikong; dengan kaum cukong; di desa-desa; rakyat dipaksa; menjual tanah; tapi, tapi, tapi, tapi; dengan harga murah; apa guna baca buku; kalau mulut kau bungkam melulu.” ora/jmg

Advertisement
Continue Reading
Advertisement