SUARA PEMBACA
Merah Putih Tercabik, Pemkot Bandung Bubar?
Oleh : Imam Wahyudi
BANDUNG, JARRAK POS – Pemerintahan Kota Bandung bubar? Tentu, tidak! Mungkin saja, judul tulisan ringan ini terasa “bombastis”. Tapi tengoklah atau sekadar lewat Simpang Lima (lebih dikenal dengan sebutan Prapatan Lima) di sisi timur Jl. Asia Afrika yang merupakan akses utama ke pusat kota atau Alun-alun Bandung. Sebut saja gerbang utama menuju kawasan bersejarah Gedung Merdeka, arena penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955.
Di titik tengah Simpang Lima itu pula, berdiri tegak Menara Jam yang dibangun — menandai puncak Peringatan 60 Tahun KAA di Bandung, 24 April 2015 atau tiga tahun silam. Lantas apa hubungannya dengan kritisi berupa sindiran yang seolah Pemkot Bandung (kadung) bubar? Di puncak menara itu ditancapkan tiang untuk mengibarkan bendera Merah Putih. Karuan menambah indah dan tampak gagah. Tapi, nyaris tak sengaja — saat saya hendak melewati Jl. Asia Afrika — tercegat “traffic light” di ujung Jl. Ahmad Yani pada Rabu, 14 Maret 2016 pk. 14.31 WIB.
Saat itulah dalam hitungan menit, saya melihat bendera kebangsaan Indonesia itu — tetap berkibar dalam kondisi nyaris sudah tercabik. Tali pengencang bagian putih bawah pun kadung terlepas dari tiangnya. Kibarannya praktis tak karuan. Compang-camping. Merah Putih itu bagai tak berdaya untuk senantiasa gagah dan berwibawa, berkibar di angkasa kota tercinta.
Sebagai bahan cerita, berita dan bahkan sekadar celoteh — mungkin saja dianggap sederhana. Rasanya tidak! Ini soal serius dan mendasar yang perlu perhatian serius pula. Ada korelasi salah urus dalam tatakota. Bukan semata kendala apa pun yang memprasyaratkan itu.
Saya jadi teringat pada 1990an, ketika memanfaatkan menara antena piranti komunikasi 2-Meter di rumah dengan mengibarkan bendera merah-putih (serupa tadi). Seiring waktu diguyur hujan dan terik matahari, bendera itu jadi lusuh dan sobek. Pintu rumah kami diketuk oleh orang tak dikenal dan belakangan mengaku sebagai veteran ABRI (TNI -pen) yang meminta saya segera menurunkan bendera yang sudah tidak laik dikibarkan itu. Memahami peristiwa, ekspresi penghormatan terhadap bendera kebangsaan — hendaknya dengan patut dalam keutuhan bentuk dan warna sebagai Merah Putih. Bersamaan itu tersirat akan arti dan makna penghargaan atas jasa para pahlawan Kemerdekaan Republik Indonesia.
KEMBALI menyoal seolah Pemkot Bandung sudah “bubar”?! Semula, saya berseloroh begitu adanya — mengingat “trio pendekar” di pemerintahan ibukota Jawa Barat ini “kompak” larut dalam kontestasi Pilkada 2018 yang tengah berproses. Ridwan Kamil, sang walikota maju sebagai kandidat Pilgub Jabar. Wakilnya, Oded Danial menyalonkan Walikota Bandung. Tak ketinggalan, Yossi Irianto selaku Sekda Kota Bandung ikut kontestasi walikota pula. Yang menarik, tradisi demokrasi lima tahunan ini berlangsung serentak.
Saat “trio” tadi wajib cuti jabatan, terkesan Pemkot Bandung bak “anak ayam kehilangan induknya”. Padahal kita maklum, bahwa sistem kelola pemerintahan harus tetap berjalan dan berlanjut. Tak boleh ada kekosongan kepemimpinan. Sudah tentu ada pejabat pelaksana tugas (plt). Jangan-jangan masih gagap dengan setumpuk tugas yang harus dijalankan.
Soalnya pula, bendera merah putih yang sudah tercabik dan tetap berkibar tadi — justru kasat mata adanya di pusat kota. Tampak dari lima arah penglihatan. Betapa, kebijakan tampilan tatakota serupa itu tidak dibarengi dengan kesiapan kegiatan pemeliharaan dan atau menggantinya secara berkala. Dengan kata lain, kibaran bendera merah-putih dimaksud harus memenuhi prasyarat kepatutan dan selalu “fresh”.
SEPERTI dimaklumi, menara jam dengan puncaknya kibaran bendera merah-putih tadi dibangun untuk menyambut Peringatan 60 Tahun KAA pada tiga tahun silam. Semula bendera itu berupa ornamen visual (kaku), tidak dalam bentuk bahan kain merah-putih yang berkibar. Konon, terinspirasi “big band” di London, Inggris — meski tak persis sama.
Menara jam dengan empat muka (kali ini penunjukkan jarum jam pun tak sama -pen) ini merupakan pengganti Monumen Dasa Sila Bandung yang dipindahkan ke sayap kanan Gedung Merdeka, tepatnya di trotoar atas sungai Cikapundung di sisi Gedung PLN Distribusi Jawa Barat. Menara setinggi 15 meter, meliputi 11 kotak (empat muka) berwarna dasar merah bata. Di antaranya 10 kotak memuat 119 negara peserta KAA dan kotak ke-11 untuk jam ukuran cukup besar (juga empat muka). Bagian bawah yang melingkar berupa onggokan rumput sintetis. Sejatinya menara jam dimaksud dimaknai sebagai “landmark” (kekhasan) baru Kota Bandung. (*)
You must be logged in to post a comment Login