Connect with us

NEWS

IGN Kesuma Kelakan Sosialisasikan Dinamika Aktualisasi 4 Pilar Kebangsaan

Published

on

Buleleng, JARRAKPOS.com – Anggota Badan Pengkajian MPR RI, IGN Kesuma Kelakan, ST., M.Si., kembali turun gunung untuk memberikan Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan, pada Sabtu, 10 Desember 2022 di Desa Lemukih, Kecamatan Sawan, Buleleng. Sosialisasi kali ini, hadir I Kadek Setiawan, Anggota DPRD Provinsi Bali dari Fraksi PDI Perjuangan Dapil Buleleng, Kepala Desa Lemukih, Kelian Adat Lemukih, beserta para tokoh-tokoh masyarakat. Dihadapan ratusan warga Desa Lemukih, Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PDI Perjuangan itu, membeberkan merambahnya budaya asing ke Indonesia melalui media massa, baik elektronik maupun cetak serta media internet sangat mempengaruhi perkembangan budaya Indonesia. Proses saling mempengaruhi adalah gejala yang wajar dalam interaksi antar masyarakat. Melalui interaksi dengan berbagai masyarakat lain, bangsa Indonesia telah mengalami proses dipengaruhi dan mempengaruhi. Kemajuan bisa dihasilkan melalui interaksi dengan pihak lain. Hal inilah yang terjadi dalam proses globalisasi. “Oleh karena itu, globalisasi bukan hanya soal ekonomi namun juga terkait dengan masalah atau isu makna budaya dimana nilai dan makna yang terlekat di dalamnya masih tetap berarti,” terang Anggota DPD RI Perwakilan Bali periode 2014 – 2019 itu.

Dijelaskan Alit Kelakan sapaan akrabnya itu, globalisasi adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang bergerak terus dalam masyarakat global. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi mempercepat akselerasi proses globalisasi ini. Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting kehidupan. Globalisasi menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baru yang harus dijawab dan dipecahkan dalam upaya memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan kehidupan. Globalisasi sendiri merupakan sebuah istilah yang muncul sekitar dua puluh tahun yang lalu, dan mulai begitu populer sebagai ideologi baru sekitar lima atau sepuluh tahun terakhir. Sebagai istilah, globalisasi begitu mudah diterima atau dikenal masyarakat seluruh dunia. Wacana globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu mengubah dunia secara mendasar. “Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat akses terhadap informasi semakin terbuka lebar, masyarakat bisa mendapatkan informasi dari banyak media seperti televisi, internet, sosial media dan lain-lain. Ini membuat masyarakat semakin terbuka, cerdas dan berpikir kritis. Hal ini merupakan salah satu dampak positif yang ditimbulkan dari globalisasi terhadap bangsa Indonesia,” katanya.

Wakil Gubernur Bali periode 2003–2008 tersebut juga mengakui globalisasi juga telah menempatkan manusia pada dunia tanpa batas (borderless world). Globalisasi yang disertai dengan revolusi dibidang ICT (Information and Communication Technology) membawa pengaruh pada generasi muda. Berbagai kemudahan memperoleh informasi akibat akselerasi di bidang ICT telah membuat generasi muda Indonesia teracuni dengan berbagai dampak negatif globalisasi. Hal ini dapat di lihat dari kondisi di lapangan yang menunjukkan bahwa munculnya budaya kekerasan, konsumerisme telah menjadi gaya hidup, lunturnya semangat gotong royong, kurangnya penghargaan terhadap budaya sendiri, meninggalkan hasil produksi dalam negeri dan lebih membanggakan hasil produksi luar negeri serta kurangnya pemahaman terhadap identitas negaranya. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang lahir karena keanekaragaman dan perbedaan yang dipersatukan oleh kesadaran bersama untuk hidup sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Belajar dari sejarah bahwa keanekaragaman dapat memicu terjadinya konflik yang dengan susah payah dan penuh pengorbanan telah dapat diatasi, sehingga sekarang bangsa Indonesia dapat tetap utuh sebagai suatu bangsa yang beranekaragam.

Jika dilihat untuk saat ini penerapan 4 Pilar Kebangsaan masih jauh dari yang diharapkan masih banyak masalah sosial, antara lain mengenai keadilan. Keadilan seolah-olah tidak berlaku untuk orang-orang kalangan atas, yang dimana hal ini menimbulkan kesenjangan sosial yang cukup dalam dan masih banyak lagi hal-hal lain yang menunjukan masih kurangnya penerapan 4 Pilar Kebangsaan. Pilar pertama, Pancasila sebagai ideologi terbuka ialah, bahwa nilai-nilai dasar Pancasila, intisari yang dikandung ideologi Pancasila tetap kita pegang teguh dan tidak boleh berubah. Keterbukaan itu menyangkut penjabaran pelaksanaannya yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan nyata yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam setiap kurun waktu. Sebagai ideologi terbuka, Pancasila diharapkan selalu tetap komunika-tif dengan perkembangan masyarakatnya yang dinamis dan sekaligus memantapkan keyakinan masyarakat terhadapnya. “Oleh karena itu ideologi Pancasila harus di budayakan dan di amalkan, sehingga akan menjiwai serta memberi arah proses pembangunan dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,” tegasnya.

Advertisement

Pilar kedua, Undang-Undang Dasar 1945 merupakan pilar kedua kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia setelah Pancasila. Setiap negara mempunyai konstitusi atau Undang-Undang Dasar dengan tujuan yang spesifik sesuai dengan harapan para pendiri Negara itu. Konstitusi-konstitusi yang dimiliki oleh negara-negara di dunia ternyata amat beragam bentuk dan susunannya. Ada yang menggunakan Mukaddimah/Pembukaan ada pula yang tidak, ada yang terdiri atas banyak pasal dan ada pula yang hanya terdiri atas beberapa pasal. Kesemuanya sangat tergantung dari maksud para pendiri negara itu dalam mengatur kehidupan ketatanegaraan. Undang-Undang Dasar 1945, sebagai konstitusi Negara Republik Indonesia, menurut Bagir Manan, hakekatnya merupakan perwujudan paham tentang konsitusi dan konstitusionalisme yaitu pembatasan terhadap kekuasaan pemerintah di satu pihak, dan jaminan terhdapat hak-hak warga Negara maupun setiap penduduk di pihak lain. Pilar ketiga, tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia termaktub di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada Bab I Pasal 1 yang berbunyi “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”.

Dalam konsep dan teori modern saat ini tentang negara ditemukan dua bentuk yaitu negara kesatuan (unitarisme) dan negara serikat (federasi). Melihat aspek historis dan fakta yang ada, maka Indonesia menetapkan diri sebagai negara kesatuan yaitu bentuk suatu negara yang merdeka dan berdaulat, dengan satu pemerintahan pusat yang berkuasa dan mengatur seluruh daerah. “Dan pelaksanaannya (saat ini) dengan sistem desentralisasi yakni kepala daerah (sebagai pemerintah daerah) diberikan kesempatan dan kekuasaan untuk mengurus “rumah tangganya” sendiri dan dikenal dengan sistem otonomi daerah,” jelasnya. Terakhir pilar keempat, Bhinneka Tunggal Ika terdapat dalam Garuda Pancasila sebagai Lambang Negara Repu-blik Indonesia. Lambang negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika Lambang negara Indonesia berbentuk burung Garuda yang kepalanya menoleh ke sebelah kanan (dari sudut pandang Garuda), perisai berbentuk menyerupai jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu” ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Lambang ini dirancang oleh Sultan Hamid II dari Pontianak, yang kemudian disem-purnakan oleh Presiden Soekarno dan diresmikan pemakaian-nya sebagai lambang negara pertama kali pada Sidang Kabi-net Republik Indonesia Serikat tanggal 11 Februari 1950.

Dinamika dalam mengaktualisasikan 4 Pilar Kebangsaan ke dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan benegara adalah suatu keharusan, agar 4 (empat) Pilar Kebangsaan tetap selalu relevan dalam fungsinya memberikan pedoman bagi pengambilan kebijaksanaan dan pemecahan masalah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Agar loyalitas warga masyarakat dan warga negara terhadap 4 Pilar Kebangsaan tetap tinggi. “4 Pilar Kebangsaan adalah Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika, dengan demikian Sebagai pewaris perjuangan bangsa, maka manusia Indonesia saat ini seharusnya dapat menghargai apa yang telah ditetapkan dan disepakati oleh founding fathers Negara bangsa Indonesia yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai sesuatu yang harus dijunjung tinggi oleh semua elemen bangsa dengan cara memahami esensinya lalu diimplentasikan secara konkrit dalam kehidupan empirik supaya kompatibilitas dan kebernasannya dapat dirasakan,” pungkas Alke sapaan bekennya itu. tim/jp

Advertisement
Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Warning: Undefined variable $user_ID in /home/jarrakpos/public_html/wp-content/themes/zox-news/comments.php on line 49

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply