Connect with us

DAERAH

Gagal Pahami Panyepian. Galian C Ilegal Tetap Marak

Published

on

Sisa material galian C mangkrak dalam radius Kawasan Rawan Bencana (KRB) III radius enam kilometer mengancam perkampungan. (Ist)

DENPASAR, JARRAK POS – Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali Prof I Gusti Ngurah Sudiana mengharapkan perayaan Hari Nyepi Tahun Baru Caka 1940 momentum agar menjaga keseimbangan Bhuana Agung (alam semesta) dengan Bhuana Alit (badan sendiri). “Untuk itu, kerusahakan alam agar segera dihentikan akibat ulah manusia yang tidak bertanggungjawab, salah satunya galian C dibawah kaki Gunung Agung Karangasem, kata Sudiana di Denpasar, Minggu (18/3/2018).

Menurutnya, apabila kejahatan lingkungan tersebut masih dibiarkan dengan menggali tanpa ijin (illegal) merupakan kegagalan memaknai perayaan Nyepi Tahun Baru Caka 1940. Ia mengkhawatirkan adanya bencana yang menimpa pada masa depan, akibat ulah oknum yang tidak bertanggungjawab. “Momentum perayaan Nyepi sebagai perbaikan dan pelestarian alam (jagat) yang dijaga secara lahir dan batin oleh semua pihak,” ujarnya.

Untuk itu, pemerintah agar hadir menuntaskan permasalahan ini, serta para oknum tumbuh kesadarannya tidak merusak lingkungan semana-mena hanya untuk memuaskan indriya semata. Hal itu agar sesuai dengan nilai-nilai universal “Tri Hita Karana”, mengingat galian C terlalu dekat denagn kaki Gunung Agung maupun masuk kawasan hutan.

Dalam “Bhisama” juga tertuang dalam Lontar Batur Kalawasan yang berbunyi “Ling ta kita nanak akabehan, riwekasan wenang ta kita pratyaksa ukir tan pasir, ukir pinaka wetuning kara, pasir angelebur sahaning mala, ri madya kita awangun kahuripan, mahyun ta kita maring relepaking telapak tangan, aywa kamaduk aprikosa dening prajapatih, yan kita tan eling, moga-moga kita tan amangguh rahayu, doh panganinum, cendek tuwuh, kageringan, lan masuduk maring padutan”

Advertisement

Artinya Inget pesanku kepada masyarakat sekalian, di kemudian hari jagalah kelestarian gunung dan pantai/laut, gunung adalah sumber kesucian dan pantai/laut tempat menghilangkan kekotoran, di tengah “daratan” melaksanakan kegiatan kehidupan, hiduplah dati hasil tanganmu sendiri, jangan sekali-kali hidup senang dari merusak alam, kalau tidak mematuhi, kamu terkena terkutuk. Tidak akan menemukan keselamatan, kekurangan bahan makanan dan minuman, terkena berbagai penyakit dan bertengkar sesama saudara.

Sementara itu, Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lembaga Kajian Masalah Sosial (LKMS) Bali Lanang Sudira menambahkan, “Tawur Agung Kesanga” di Catus Pata (Perempatan Jalan) di Seluruh Bali sebagai makna menyucikan alam semesta secara niskala (rohani). Upaya itu untuk menjaga taksu (aura rohani) Pulau Dewata agar tetap layak sebagai tempat membangun peradaban umat manusia.

Untuk itu, penjahat lingkungan harus diberantas tuntas hingga ke akar-akarnya. Kegiatan Galian C Ilegal tidak berijin melanggar Undang-Undang (UU) RI No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam aturan tersebut, ancaman pidana paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 10.000.000.000; (Sepuluh Miliar).

Selain itu diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Bali No. 4 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan. Serta diatur pula dalam Peraturan Gubernur (Pergub) No. 6 Tahun 2016 tentang Perizinan Usaha Pertambangan Batuan. “Saya merasa prihatin, terkait jargon Karangasem The Spirit of Bali belum ada realisasi kongkrit karena kerusakan galian C belum ditanggulangi secara serius,” tutupnya. aya/ama

Advertisement
Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Warning: Undefined variable $user_ID in /home/jarrakpos/public_html/wp-content/themes/zox-news/comments.php on line 49

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply