Connect with us

NEWS

Ditanya Proyek Reklamasi Pelindo Babat Hutan Mangrove, WALHI Bali Ngaku Memiliki Keterbatasan

Kadek Saputra

Published

on

Denpasar, JARRAKPOS.com – Direktur Eksekutif WALHI Bali, Made Krisna Dinata, S.Pd., alias Bokis mengaku memiliki keterbatasan, ketika ditanya terkait proyek reklamasi Pelindo dengan mata telajang sudah jelas diketahui sangat banyak menerabas hutan mangrove. Ia berkata sudah ikut berteriak, bahkan Gubernur Bali pun turut angkat bicara dan membuat konfrensi pers. WALHI Bali di kala itu, juga bersengketa informasi dengan Pelindo yang melakukan reklamasi, sehingga 17 hektar hutan mangrove mati. “Jadi kan tidak serta merta dilimpahkan LSM (WALHI, red) yang memiliki keterbatasan ini. Di mana alam Bali ini merupakan tanggung jawab bersama terlebih lagi pemerintah, dan pemerintah bagaimana melihat hal tersebut? Pemerintah juga dalam bekerja dibiayai oleh pajak dan banyak sumber daya, seharusnya pertanyaan ini ditanya ke Gubernur Bali,” sentilnya.

Hal itu dikatakan Sarjana Pendidikan Agama Hindu IHDN Denpasar ini, usai mengikuti Sidang Penyelesaian Sengketa Informasi Publik yang digelar oleh Komisi Informasi Publik (KIP) Provinsi Bali dengan Pemohon WALHI (Wahana Lingkungan Hidup) Bali di Kantor KIP Bali, pada Jumat (2/12/2022). Lebih lanjut aktivis lingkungan asal Banjar Cempaka, Desa Pikat, Kecamatan Dawan, Klungkung ini, juga menangggapi terkait statemen Gubernur Bali yang mengatakan tidak akan memakai lahan mangrove untuk Tersus LNG. “WALHI meminta langkah apa yang dilakukan pemerintah selama ini?,” ujarnya, seraya mengaku ingin meminta dokumen tersebut untuk memastikan memang benar Tersus tersebut tidak dibangun di atas areal manggrove, karena sekarang summarynya masih di mangrove.

“Nah upaya kita meminta dokumen tersebut agar bisa mempelajari apa benar tidak dibangun di areal mangrove, dan Gubernur pernah berstatemen kalau umpanya pembangunan Tersus LNG tidak akan di mangrove, apa buktinya? Kami sempat protes bersama masyarakat. Kita meminta pernyataan tertulis dari Gubernur agar bisa menjadi pegangan oleh masyarakat dan bisa kita jadikan patokan pembanguan terminal LNG memang benar tidak di mangrove. Dan hasil kaji ulangnya ada gak, kalau tidak cocok hasil kaji ulangnya, apakah nanti akan dikembangkan lagi ke mangrove? Kalau tidak di atas mangrove bagaimana ini? Kan harus dijelaskan dahulu, baru kita bisa berkomentar dan mempelajari bersama. Kan salah juga, kalau saya berasumsi kalau tidak di mangrove tidak apa-apa kan salah juga saya. Kalau tidak di mangrove terus di mana? Mari kita pelajari bareng, mari publik pelajari bersama terutama publik yang terdampak,” tandasnya.

Ia juga menjelaskan terkait adanya pertanyaan dari Kuasa Hukum PT DEB, Dr. Hendri Jayadi Pandiangan, SH., MH., kenapa hanya PT DEB saja yang diserang? Ia mengaku WALHI Bali sejak 2011 aktif memperjuangkan mangrove di Tahura Ngurah Rai, sehingga terkait dengan respon WALHI terhadap Tersus LNG di kawasan mangrove pihaknya memastikan hutan mangrove tersebut tidak sampai diterabas. “Sebab dalam summary yang kami temukan, saat PT DEB sosialsasi di Desa Intaran 25 Mei 2022 akan menerabas sekitar 14,5 hektar mangrove dan melakukan pengerukan sedalam 15 meter. Jadi pertanyaan kami, di mananya kami menyerang? Itu kan tanggapan kami seseuai summary yang dipresentasikan sendiri oleh PT DEB. Bahkan kami sendiri secara resmi meminta FS atau study kelayakan,” papar Relawan ForBALI (Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa), kelahiran Banjarbaru Kalimantan Selatan, pada 4 Mei 1993 ini.

Advertisement

Ditambahkan, Kuasa Hukum Walhi Made Juli Untung Pratama, SH., M.Kn., menjelaskan dalam sidang tersebut merupakan masih tahap awal sidang antara Walhi (Wahana Lingkungan Hidup) dengan PT DEB (Dewata Energi Bersih) dan masih ditunda. Selanjutnya sidang akan dilanjutkan kembali, ketika PT DEB melengkapi dokumen yang diminta oleh Majelis Komisioner KPI Bali. “Dokumen yang diminta berupa FS studi kelayakan yang digunakan untuk membangun Tersus di kawasan mangrove,” ujarnya. Perlu diketahui sebelumnya, Sidang Penyelesaian Sengketa Informasi Publik yang digelar oleh Komisi Informasi Publik (KIP) Bali dengan Pemohon Walhi (Wahana Lingkungan Hidup) Bali, akhirnya bisa menggiring dokumen Tersus LNG menjadi sengketa informasi publik. Sidang perdana ini, dihadiri oleh Kuasa Hukum Walhi Bali, Made Juli Untung Pratama, SH., M.Kn., dan Direktur Eksekutif Walhi Bali, Made Krisna Dinata, dan Termohon yang dihadiri oleh Kuasa Hukum PT Dewata Energi Bersih (DEB), Dr. Hendri Jayadi Pandiangan, SH., MH., di Kantor KIP Provinsi Bali, Renon, Denpasar, pada Jumat (2/12/2022).

Dalam sidang tersebut, Ketua Majelis Sidang, Dewa Nyoman Suardana S.Ag., mempertanyakan kepada Pemohon, kenapa sampai mengajukan permohonan informasi publik kepada Termohon berupa dokumen studi kelayakan. Diketahui surat permohonan Walhi Bali pada tanggal 15 September 2022 itu, sampai tidak mendapat tanggapan. Ketua Majelis pun juga mempertanyakan Termohon, yaitu Kuasa Hukum PT DEB untuk meminta penjelasan, sehingga Walhi sampai mengajukan keberatan. Menanggapi hal itu, Kuasa Hukumnya PT DEB, Hendri Jayadi menjelaskan, PT DEB sebetulnya bukanya tidak mau menanggapi surat permohonan dokumen dari WALHI Bali. Namun dijelaskan Walhi sendiri juga mengirimkan surat itu bukan hanya kepada PT DEB saja, namun juga bersurat ke Tahura, dan dinas terkait lainnya. Usai sidang sengketa informasi itu, pihak Termohon mempertanyakan surat Walhi yang sangat intens dikirim ke PT DEB. Pihaknya menilai sejatinya tidak hanya PT DEB saja yang menggunakan bahan-bahan dokumen berkaitan lingkungan.

“Jadi saya luruskan bukan kami tidak menanggapi, tetapi dokumen yang diminta dari Walhi Bali, menurut kami dokumen itu sifatnya privat, kenapa hanya kami saja yang terus diserang?,” sentilnya, seraya mengakui PT DEB sebagai perusahaan yang taat aturan dan ketentuan, ketika ada persoalan pasti akan dikomunikasikan sampai selesai. Terkait sengketa informasi ini, Hendri Jayadi menjelaskan PT DEB adalah perusahaan yang berbentuk privat yang sifatnya join adventure company, karena didirikan oleh Padma Energi dan Perusda (Perumda) Provinsi Bali. Di mana dalam pendirian tersebut, PT DEB memiliki perjanjian pemegang saham, bahkan dalam PT DEB sendiri tidak ada anggaran daerah yang digunakan dalam pendirian PT DEB, sehingga dokumen yang dimiliki bukan sebagai informasi publik seperti yang dituduhkan Walhi. “Ketika Perusda memiliki saham di PT DEB sifatnya join adventure company, kemudian Padma Energi sendiri meminjamkan penuh kepada DEB sebesar 22%. Maka dari itu DEB merupakan perusahaan privat bukanlah perusahaan publik,” paparnya.

Ia kembali menegaskan PT DEB bukannya tidak mau menanggapi surat maupun permintaan dokumen dari Walhi. Apa yang pertanyakan oleh Hendri Jayadi cukup beralasan, karena kenapa hanya PT DEB yang diserang oleh Walhi Bali? Perlu diketahui, Direktur WALHI Bali, Made Krisna Dinata, alias Bokis sebelumnya mengaku WALHI Bali baru mengetahui adanya dampak proyek reklamasi yang dilakukan oleh PT. Pelindo Sub Regional Bali Nusra, setelah adanya pengaduan kelompok nelayan dari sejumlah pemberitaan media. Pernyataaan Bokis tersebut nampak aneh, karena mega proyek reklamasi Dumping 1 dan Dumping 2 di Pelabuhan Benoa sudah nampak di depan mata. Namun di sisi lain, sangat getol dan habis-habisan menolak proyek Tersus LNG di Desa Adat Sidakarya, Denpasar yang dirancang Pemprov Bali sebagai sumber utama energi bersih di Bali. Meskipun juga mengaku turut menyoroti keluhan Kelompok Nelayan Penyelam Tradisional Satu Nafas yang keberatan terhadap proyek reklamasi dan pemotongan maupun pendalam alur di Pelabuhan Benoa, namun gaungnya baru-baru ini tidak pernah terdengar.

Advertisement

Padahal, Kelompok nelayan tersebut menyampaikan keluhan dan protes langsung ke PT Pelindo Sub Regional Bali Nusra, karena jelas-jelas sangat merugikan dan tanpa kompensasi langsung saat perusahaan BUMN itu tengah melakukan pembangunan mega proyek yang telah mendapatkan bantuan negara yang didapat melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp1,2 triluin untuk mendukung pembangunan BMTH khususnya pengerukan alur dan kolam pelabuhan. Setelah ditanyakan langsung, akhir direktur pecinta dan penyelamat lingkungan ini, meminta pemerintah segera mengambil langkah dan melakukan respon terhadap protes mega proyek di Pelabuhan Benoa. “Mengharapkan pemerintah mengambil langkah tegas merespon secara adil,” ujar Bokis usai Sidang Mediasi Sengketa Informasi sebelumnya dengan pihak Tahura Ngurah Rai di Kantor Komisi Informasi (KI) Provinsi Bali, Renon, Denpasar, pada Rabu (2/11/2022). Ia mengaku sangat menyayangkan proyek di Pelabuhan Benoa malah menimbulkan dampak yang signifikan terhadap para nelayan, termasuk menimbulkan hektaran mangrove yang mati.

Tetapi, dirinya mengaku masih memiliki keterbatasan terhadap data – data mengenai berbagai persolan lingkungan di Pelabuhan Benoa, sehingga masih ada persolan lingkungan belum dapat menjadi perhatian. Salah satunya, pihaknya mengetahui mangrove mati akibat dampak dari Pelindo, setelah melalui press conference oleh Gubernur Bali, Wayan Koster yang meminta PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III saat itu, harus segera menghentikan proyek reklamasi di Pelabuhan Benoa. Alasannya, karena sekitar 17 hektar ekosistem bakau atau mangrove mati, akibat dampak aktivitas reklamasi tersebut. Disisi lain, WALHI Bali juga sudah pernah menegangkan gugatan terhadap proyek reklamasi Pelindo. Di mana Komisi Informasi (KI) Provinsi Bali telah memutus sengketa informasi yang berlangsung di Komisi Informasi bahwa perijinan reklamasi seperti ijin lokasi kegiatan reklamasi, ijin pelaksanaan kegiatan reklamasi, dokumen AMDAL reklamasi Pelindo III Cabang Benoa yang dilakukan di areal Pelabuhan Benoa merupakan dokumen yang wajib dibuka.

Dengan demikian, pihaknya mendukung rencana pikak DPRD Bali untuk memanggil Kelompok Nelayan Penyelam Tradisional Satu Nafas beserta jajaran PT. Pelindo Sub Regional Bali Nusra, jika pembangunan merusak lingkungan. Sebelumnya diketahui, Ketua Komisi III DPRD Bali, AA Ngurah Adi Ardhana mendukung Kelompok Nelayan Penyelam Tradisional Satu Napas agar melaporkan protes ke Ombudsman jika keluhannya tidak tanggapi Pelindo Regional Bali Nusra. “Bagus itu untuk melaporkan ke Ombustman memiliki bukti permulaan sehingga dapat meminta suatu lembaga untuk membuka informasi serta menunjukkan seandai adanya aturan yang dilingkari dan meminta diluruskan,” kata Gung Adhi di Denpasar, Selasa (1/11/2022). tra/tim/ama

Advertisement
Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Warning: Undefined variable $user_ID in /home/jarrakpos/public_html/wp-content/themes/zox-news/comments.php on line 49

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply