NEWS
Aturan Zonasi Dilanggar, SMA/SMK Negeri Terima Titipan Siswa “Orang Sakti” Terancam Sanksi

Ket foto : Anggota Komisi IV DPRD Denpasar, AA Ngurah Gede Widiana.
Denpasar, JARRAKPOS.com – Dibukanya Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun pelajaran 2018/2019 tahap dua di jenjang pendidikan SMA/SMK, membuat puluhan orangtua siswa belum lama ini berbondong-bondong mendaftarkan anaknya ke sekolah negeri terdekat masing-masing. Padahal selain terancam banyak yang diduga menggunakan SKTM (Surat Keterangan Tanda Miskin) dan piagam penghargaan PKB (Pesta Kesenian Bali), mereka bisa terancam sanksi serius. Menurut Anggota Komisi IV DPRD Denpasar, AA Ngurah Gede Widiana yang membidangi pendidikan mengakui PPDB ada regulasi Permendikpora yang mengatur.
Artinya dari aturan itu, ada keseriusan kajian data yang dimiliki dan tidak ada kepentingan. “Orang sakti (pejabat, red) yang ada disekitar juga harus fear. Seperti zonasi ini dianggap sudah cukup dan ukurannya NEM, dan zonasi bagus untuk menghindari orang tidak menyebrang sekolah. Tetapi kalau kita jumlahnya konsisten jangan lagi ada kebijakan lain. Ini kan last minute ujuk-ujuk kita mensosialisasikan dari 3 bulan sebelum polanya yang diperintahkan Permen. Tetapi kenyataannya banyak yang tidak sekolah, dan membuat kekisruhan pada masyarakat bawah,” sentilnya di Denpasar, Jumat (27/7/2018).
Karena itulah, otomatis dengan adanya kebijakan keputusan menerima siswa SMA/SMK yang dikatakan tercecer sudah jelas ada penerimaan gelombang kedua. Salah satu alasannya penerimaan ini sebagai spirit wajib belajar 12 tahun dan sudah canangkan dari dulu. Sayangnya akibat kebijakan itu, baik sekolah maupun siswa bisa terancam sanksi, yaitu guru tidak bisa ikut sertifikasi guru kalau siswanya lebih sampai di guru SD pun juga sama. Sedangkan sanksi untuk sekolahnya tidak akan bisa mendapatkan dana bos. “Tapi anehnya kepala sekolah tidak berani menentang kebijakan dari pemerintah, sehingga zonasi terdekat diserahkan kepada kepala desa yang mengatur, bagaimana kalau terjadi adanya kepentingan politik dari berbagai macam, yang ngurus sekolah itukan semua anggota DPR juga,” bebernya.
Kisruh PPDB ini menurut Politisi Partai NasDem ini, karena memang dari awal tidak pernah serius mengantisipasi penerimaan siswa khususnya di Denpasar. Semestinya aturan itu bisa dilaksanakan secara nasional, tapi antara pihak pemerintah yaitu Disdikpora tidak betul-betul melakukan pendataan berapa kapasitas yang dibutuhkan oleh sekolah negeri karena memang mainset masyarakat khususnya di Denpasar masih sekolah negeri yang bisa ditampung. “Sisanya kan ada sekolah swasta mereka juga harus diisi. Terus apa parameter yang paling pas untuk menyeleksi ini? Dan ketiga kita masih ada kemasan miskin ataupun tidak mampu daripada tangan-tangan sakti untuk melayangkan kebijakan. Kita sadar kalau politisi untuk konsituen, sedangkan pejabat untuk relasinya. Ini kan kita tidak mau serius taat sebagaimana yang telah dianjurkan oleh bapak presiden yaitu revolusi mental,” katanya.
PPDB juga mempersiapkan jalur miskin, tetapi tidak ada yang mau mengambil lewat jalur miskin, dan keputusan Gubernur dan DPR katanya banyak orang miskin yang belum masuk ke sekolah negeri yang dinilai sangat kontradiktif. “Jadi kata-kata yang kita wacanakan diruang publik itu memalukan dan pemerintah tak pernah menyadarinya dan rakyat yang tidak dapat akan berpikir. Bagaimana yang dapat relasi dengan tangan yang tidak kelihatan mungkin diam, atau kalau kita mau memberikan kekhususan kepada lingkungan terdekat akan kita berikan presentase,” tegasnya seraya menjelas parameternya harus jelas, seperti tanah di SMAN 8 jalannya lingkungan, sehingga banjar terdekat harus terakomodir sebagaimana kebijakan bahwa guru dapat menyekolahkan anaknya.
Sebelumnya, proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA/SMK negeri di Bali 2018 yang terkesan dipaksakan ke negeri, juga sangat disayangkan bisa mengancam sekolah swasta, khususnya di Badung terancam gulung tikar. Akibat pemaksaan itu, sangat mempengaruhi jumlah penerimaan siswa di SMA/SMK swasta menurun tajam, padahal ruang belajar negeri masih terbatas. “Banyak sekolah swasta, khususnya daerah Badung khususnya nyaris gulung tikar, karena siswa banyak numplek ke negeri,” keluh Ketua YPLP PGRI Kabupaten Badung Dr I Made Gede Putra Wijaya.
Ia mengatakan, kondisi tersebut dikhawatirkan akan mempengaruhi kualitas pendidikan, sumber daya penylenggaraan kurang memadai. Apalagi ternyata PPDB 2018 ini sangat berbeda dengan PPDB tahun 2017 silam. Dijelaskannya, PPDB tahun 2018 ini mengadopsi murni peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan (Permendikbud) nomor 17 tahun 2017. “Untuk PPDB tahun 2018 ini tentunya ada perbedaan yang cukup signifikan juga dengan tahun 2017, dimana tahun ini kami mengadopsi murni Permendikbud 17 tahun 2017 yang menerapkan sistem zonasi secara murni 90 persen. Walaupun 10 persen kita memiliki 5 persen jalur prestasi, dan jalur khusus 5 persen,” ungkapnya. aka/ama
You must be logged in to post a comment Login