Connect with us

NEWS

5000 Tahun Hindu Beradaptasi Di Tengah-Tengah Masyarakat

Published

on

Bali, Jarrakpos.com — Umat Hindu perlu tetap mengedepankan sikap inklusif dan toleransi kultural sesuai faham desa kala patra atau ruang, waktu, manusia dan lingkungannya. Kemampuan dan kelenturan dalam sikap beradaptasi demikian kiranya telah dan akan menempatkan wajah Hindu yang sejuk teduh di masa lalu, kini dan ke depan. Demikian budayawan Putu Suasta di Denpasar, 18/01/2023 dikutip dari Atnews.id.

Menurutnya, desa kala patra tersebut mengandung makna yang mendalam yang bersifat lentur dan dinamis, sehingga ajaran Hindu mampu beradaptasi dimanapun, di semua kantong kultural maupun dengan perkembangan zaman.

Ajaran Hindu selalu hidup dan bertumbuh (Sanatana Dharma) menyesuaikan dengan kebudayaan daerah setempat, sehingga warna kultural setiap daerah memberi warna pada Hindu setempat.

Hal ini merupakan cerminan ajaran Hindu yang senantiasa mengingatkan keragaman dan kebhinekaan dari ciptaan Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa).

Advertisement

Untuk itu, dalam mewujudkan hal itu diperlukan toleransi, sinergi dan harmonisasi sesuai dengan prinsip ajaran-ajaran leluhur “Vasudhaiva Kutumbakam”.

Nilai tersebut sudah diadopsi dirumuskan menjadi visi kota Denpasar “Vasudhaiva Kutumbakam”, sebagai kota yang memiliki penduduk yang majemuk dan toleran. Dalam posisinya sebagai pintu gerbang masuknya wisatawan global ke Indonesia, model kota Denpasar telah menjadi model praktek Pancasila.

Sebagai ibukota Provinsi Bali yang sarat budaya adiluhung, sepatutnya, Denpasar benar-benar mewujudkan visi “Vasudhaiva Kutumbakam” sekaligus mendukung program Pemerintahan Presiden Jokowi yang mencanangkan Moderasi Beragama.

Ajaran Vasudhaiva Kutumbakam akan semakin merambat ke seluruh Planet Bumi, mengingat KTT G-20 Tahun 2023 yang akan diselenggarakan di India mengusung tema besar “Vasudhaiva Kutumbakam – One Earth. One Family. One Future”.

Advertisement

Putu Suasta yang pernah jadi asisten peneliti Prof Hildred Geertz Universitas Princeton, juga Alumnus UGM dan Cornell ini mengatakan, bahwa Hindu memang memiliki sifat universal untuk mewujudkan perdamaian setiap individu dan lingkungannya.

“Maka budaya Hindu yang berkembang diberi warna oleh masing-masing daerah. Sehingga pluralisme dan fleksibilitas kultural tetap terjaga. Pemerintah Indonesia yang berideologi Pancasila tetap mendukung adanya kebudayaan Hindu yang majemuk, seperti Hindu dengan kebudayaan Karo, Hindu dengan kebudayaan Dayak Kaharingan, Hindu dengan kebudayaan Banten Wiwitan, Hindu di Tengger, Hindu di Yogya, Klaten, Kutai, Sulteng maupun tempat lainnya,” ujar Suasta.

Meski majemuk, ajaran Hindu tetap memegang teguh ajaran-ajaran leluhur, guru suci, kitab suci, sastra-sastra yang diwariskan. Termasuk Itihasa yang sudah populer di Nusantara yakni Ramayana dan Mahabarata, lanjut Suasta.

Pemahaman Hindu yang universal sebagai way of life perlu diketahui oleh generasi muda dalam menghadapi persaingan global, menguatkan networking dan pendidikan SDM.

Advertisement

“Musim terus berganti, angin berubah arah.Tidak ada yang abadi semuanya akan berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Hal itu pula yang diungkap dalam percakapan Basudewa Kresna dengan Bisma tentang buah mangga, perdebatan yang terjadi lebih dari 5.000 tahun yang lalu,” ujarnya.

Untuk itu, ajaran Hindu sudah mampu bertahan dan berkembang secara dinamis lebih dari 5000 tahun dan diterima di seluruh peradaban di Bumi ini.

Suasta tak lupa, mengajak masyarakat selalu menghormati perbedaan, mengedepankan dialog damai, komunikasi lintas kultural, menyama braya. Sehingga Bali sebagai daerah pariwisata Dunia tetap nyaman dalam beraktivitas, berpendidikan, mengemukakan pendapat maupun menjalankan sebuah keyakinan spiritual.

Hal ini relevan dengan pernyataan lugas dan tegas Presiden Jokowi di depan para kepala daerah, bupati dan walikota seluruh Tanah Air. Berulang kali Presiden mengingatkan bahwa kebebasan beribadah merupakan harga mati dan hak setiap warga. Hak ini berlaku bagi agama apa pun.

Advertisement

“…mengenai kebebasan beribadah dan beragama. Hati-hati,… ini yang beragama Kristen, Katolik, Hindu, dan Konghucu,… memiliki hak yang sama dalam beribadah. Memiliki hak yang sama dalam hal kebebasan beragama dan beribadah,” kata Jokowi pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kepala Daerah dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Selasa (17/1/2023).

Kebebasan beribadah telah dijamin dalam konstitusi dan tertuang dalam Pasal 29 Ayat 2. “Konstitusi tidak boleh kalah dengan kesepakatan”, lanjut Jokowi seraya mengungkapkan masih mendengar kabar, aduan dan keluhan bahwa warga kesulitan dalam menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya sehingga ini mengganggu prinsip Negara yang berdasarkan Pancasila dan UU 45.

Disamping itu, Hindu mengajarkan spiritualitas bukan hanya sebatas agama. Apalagi Hindu di Nusantara penuh warna termasuk di Pulau Dewata.

Seperti yang disampaikan oleh Teolog, Filosof dan Ahli Paleontologi Perancis Dr. Teilhard de Chardin yang membangun visi terpadu science dan mistisisme dengan pemikirannya; dari evolusi semangat dan pemikirannya.

Advertisement

Prof Teilhard Berpendapat bahwa agama bukan hanya satu, tetapi ada ratusan. Sedangkan spiritualitas adalah satu yang diperuntukkan bagi mereka yang sudah bangun atau sadar ingin mengetahui dan memantapkan jati diri.

Spiritualitas adalah untuk mereka yang sudah dapat memperhatikan suara hati mereka, memberi kedamaian batin. Dengan mengajarkan bagaimana harus belajar dari kesalahan.

Untuk itu, Suasta menegaskan spiritualitas melampaui segala hal dan membawa lebih dekat kepada kebenaran, kedamaian dan kebahagiaan (shanti dan jagadhita).

Selain itu, Hindu way of life betul-betul memberikan penghormatan kepada alam, termasuk manusia dan kebudayaannya.

Advertisement

Hal itu sebagai bentuk implementasi Tri Hita Karana yang sudah berlangsung secara turun – temurun, lebih dari 1000 tahun.

Upaya itu dalam menjaga keharmonisan hubungan antara manusia kepada alam, manusia terhdap sesama dan manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa. (megga)

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Warning: Undefined variable $user_ID in /home/jarrakpos/public_html/wp-content/themes/zox-news/comments.php on line 49

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply